HARUN
YAHYA
Mei, 2001
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
Pendahuluan
Cara Laba-laba berburu
Karakteristik-karakteristik Laba-laba
Pelompat
Keajaiban Sutra
Jaring Laba-laba, Suatu Keajaiban
Perencanaan
Keajaiban Penciptaan
Kesimpulan
KATA
PENGANTAR
Mungkin ada pembaca yang berpikir
bahwa pokok bahasan buku ini tidak begitu menarik. Mereka mungkin berpendapat
bahwa buku tentang serangga kecil tidak akan ada artinya bagi mereka. Lagi
pula, kesibukan sehari-hari merintangi mereka untuk membaca buku semacam ini.
Namun di sisi lain, pembaca yang sama
mungkin berpendapat bahwa buku riset ekonomi atau politik, atau sebuah novel,
lebih menarik dan lebih “bermanfaat” bagi mereka. Atau buku-buku lain malah
lebih menarik lagi. Padahal sebenarnya, buku di tangan pembaca ini jauh lebih
“bermanfaat” di banding buku-buku tersebut, bahkan menyajikan lebih banyak hal.
Karena buku ini bukan sekedar sebuah teks biologi yang mengulas informasi rinci
mengenai hewan kecil yang disebut laba-laba. Pokok bahasannya memang laba-laba,
namun yang terpenting adalah hakikat kehidupan yang diungkapkan dan pesan yang
dibawanya.
Ibarat sebuah anak kunci… Sebagai
benda yang berdiri sendiri, anak kunci sama sekali tidak lah penting. Jika Anda
berikan kepada seseorang yang belum pernah melihatnya, dan tidak mengetahui
hubungan antara anak kunci dan lubang-kunci, benda tersebut akan dianggapnya
sebagai logam yang tak berarti dan tak berguna. Pada fungsi yang sebenarnya,
bergantung pada apa yang ada di balik pintu, sebuah anak kunci bisa menjadi
benda paling berharga di dunia.
Buku ini tidak ditulis semata-mata
untuk membicarakan tentang laba-laba. Isi bahasannya akan digunakan sebagai
“anak-kunci”. Karena dengan anak kunci inilah pintu realitas akan terbuka. Di
balik pintu ini, Anda akan menemukan kebenaran teragung di sepanjang hayat.
Buku ini akan menunjukkan betapa tidak berdasarnya teori evolusi yang
dikemukakan oleh mereka yang ingin menyangkal kebenaran. Buku ini juga
memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyan yang diajukan sejak permulaan
sejarah. Jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti “Siapa
aku ini?”, “Bagaimana jagat raya dan aku diciptakan?”, dan “Apa tujuan serta
arti dari kehidupan ini?” merupakan realitas di balik pintu ini.
Jawabannya adalah: manusia, dan jagat
raya yang dihuninya, diciptakan hingga ke bagian yang terkecilnya oleh Sang
Pencipta, dan mereka ada untuk menunjukkan keberadaanNya serta untuk
menyembahNya. Sang Pencipta itu, yang tak memiliki cacat dan kelemahan
sedikitpun serta tidak terbatas kekuasaannya, adalah Tuhan. Seperti telah
dinyatakan dalam Al-Qur’an, alasan utama keberadaan manusia adalah agar
memperhatikan tindak-lakunya [?] serta
penciptaan jagat raya, dan untuk mengabdi kepada Tuhan, Penguasa seluruh alam.
Untuk memahami hal ini perlu ikhtiar.
Sebagiannya dengan melakukan pengamatan terhadap segala sesuatu yang ada,
merenungkannya, dan berusaha menangkap pesan di dalamnya. Karena segala sesuatu
yang ada, dan khususnya setiap mahluk hidup di alam, merupakan tanda keberadaan
Tuhan dan menjadi saksi atas keberadaanNya.
Tuhan mengajak kita merenungkan ayat
Qur’an berikut ini, yang disampaikanNya untuk menunjukkan jalan yang benar kepada
manusia yang diciptakanNya:
Dalam penciptaan langit dan bumi, dan
pergantian malam dan siang, dan bahtera yang berlayar di lautan untuk
kemaslahatan manusia, dan air yang dikirimkan Tuhan dari langit - yang
dengannya dihidupkanNya bumi sesudah mati (kering) dan disebarkanNya berbagai
jenis mahluk - dan angin serta awan yang bergerak dengan patuhnya ke berbagai
arah di antara langit dan bumi; sungguh terdapat tanda-tanda bagi mereka yang
menggunakan akalnya.
(Surat al-Baqarah: 164)
Jika diperhatikan, pernyataan ayat
Qur’an di atas nampak sebagai peristiwa yang sangat biasa bagi kebanyakan
orang. Pergantian malam dan siang, bahtera yang terapung bukannya tenggelam,
hujan yang memberi kehidupan kepada tanah, pergerakan angin dan awan… Manusia
moderen berpendapat bahwa semuanya ini dapat dijelaskan dengan sains dan dengan
menggunakan logika mekanis. Karenanya, dia berpendapat bahwa semuanya itu tidak
mengherankan sedikitpun. Namun demikian, sains hanya membahas
kebenaran-kebenaran material semata, dan tak pernah mampu memberikan jawaban
terhadap pertanyaan “Mengapa?”. Kondisi jahiliyah yang menyebar karena dominasi
tatanan sosial tak beragama lah yang menghalangi orang untuk memperhatikan
ayat-ayat ini, serta untuk memahami makna lain di baliknya. Sungguh, Qur’an
sendiri mengatakan bahwa hakikat ayat-ayat tersebut hanya dapat difahami oleh
“orang-orang yang berpikir”.
Bagi “orang yang berpikir”, setiap
bagian alam merupakan sebuah tanda/ayat, atau dengan kata lain sebagai sebuah
kunci bagi pintu kebenaran. Karena alam dapat dibagi kedalam bagian yang lebih
kecil secara tak berhingga, maka jumlah pintu dan kunci pun menjadi tak
berhingga pula. Namun membuka satu pintu saja terkadang cukup bagi seseorang
untuk sampai kepada kebenaran. Dengan hanya mengambil satu bagian dari alam,
misalnya, satu tumbuhan atau seekor hewan, akan membimbing pencari-kebenaran
kepada pemahaman terhadap seluruh jagat raya. Untuk alasan inilah Tuhan
menyatakan di dalam Qur’an bahwa “Tuhan tidak malu untuk membuat perumpamaan
dengan seekor nyamuk atau yang lebih rendah dari itu”, karena “bagi mereka yang
beriman, mereka yakin bahwa perumpamaan itu adalah kebenaran dari Tuhan
mereka.” (Surat Al-Baqarah:26)
Mahluk yang begitu kecil seperti
nyamuk, juga laba-laba, disebut-sebut dalam ayat-ayat Tuhan. Namun seperti
halnya terhadap nyamuk, orang-orang pada umumnya menganggap bahwa laba-laba
bukan sesuatu hal yang penting. Hanya “orang-orang yang berpikir” saja yang
dapat melihat keajaiban yang disampaikan ayat-ayat ini. Hewan-hewan kecil ini
dapat dilihat sebagai kunci, yang dapat membuka pintu untuk melihat
kesempurnaan ciptaan Tuhan. Buku ini akan menguraikan tentang karakteristik
laba-laba yang menakjubkan dan luarbiasa, yang hanya diketahui oleh sedikit
orang. Dalam uaraiannya, akan dibahas pula pertanyaan “bagaimana?” dan
“mengapa?”-nya untuk menyingkap pintu kebenaran tersebut. Untuk alasan ini
saja, buku ini menjadi lebih berarti dibanding kebanyakan buku yang telah Anda
baca. Karena bagi manusia, menjadi salah satu dari “orang-orang yang berpikir”
adalah lebih penting dibanding hal lainnya.
Dan Dia lah yang membuat segala yang
di langit dan segala yang di bumi tunduk kepadamu. Itu semua dari Dia. Sungguh
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasan Tuhan) bagi orang-orang
yang berpikir. (Surat Al-Jasiyah: 13)
PENDAHULUAN
Ada
beratus-ratus spesies
laba-laba di dunia.
Hewan-hewan kecil
ini terkadang nampak
sebagai ahli konstruksi yang mampu melakukan perhitungan untuk
membangun sarangnya, terkadang sebagai desainer interior
yang sedang membuat
rencana-rencana rumit,
dan di waktu yang lain sebagai
ahli kimia yang sedang membuat
benang yang sangat
kuat dan fleksibel, racun yang mematikan, serta asam-asam pelarut, dan kadang sebagai
pemburu yang menggunakan taktik-taktik yang sangat cerdik.
Meski begitu banyak karakteristik unggul yang dimilikinya, tak seorang pun dalam kesehariannya pernah memikirkan betapa
khas-nya mahluk
yang dinamai laba-laba ini. Karena anggapan
sepele inilah tidak
ada perasaan takjub
terhadap keberadaan laba-laba, atau
pun terhadap keberadaan mahluk kecil lainnya. Ini merupakan cara berpikir yang
sungguh keliru. Karena jika kita mulai mempelajari perihal laba-laba, juga
mengenai perilaku mahluk lainnya, misalnya dengan memperhatikan cara mereka
berburu, berkembang-biak, dan mempertahankan
diri, kita akan menjumpai karakteristik-karakteristik yang akan membuat kita terkagum-kagum.
Di
alam ini, semua mahluk
hidup mengambil pola-pola perilaku
yang membutuhkan kecerdasan agar bisa bertahan
hidup. Pola-pola perilaku ini, yang mendasari kecakapan, kepiawaian dan kemampuan-kemampuan perencanaan unggul memiliki
satu kesamaan. Masing-masing perilaku
ini mensyaratkan adanya
kemampuan. Kecakapan yang hanya dapat
dikuasai manusia dengan
cara belajar, latihan
ulang dan pengalaman ini, telah ada pada mahluk-mahluk hidup
ini sejak pertama
kali mereka lahir.
Bagian selanjutnya dari buku ini terdiri
dari pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab,
yakni: bagaimana kemampuan-kemampuan tersebut timbul, dan
bagaimana mahluk-mahluk hidup
ini belajar. Mahluk
yang beraksi dengan
kecerdasan tinggi ini mampu berburu dengan perhitungan yang cermat,
dan jika perlu
dapat bertindak sebagai
insinyur-insinyur kimia
yang mengetahui material
apa yang harus
dihasilkan pada situasi tertentu. Dan ini sungguh telah
membuat ilmuwan yang mempelajarinya terkagum-kagum. Hal demikian ini bahkan membuat para ilmuwan evolusionis mengakui
bahwa mahluk-mahluk
hidup terpandai memiliki
karakteristik-karakteristik yang membutuhkan kecerdasan. Meskipun sebagai seorang
evolusionis, ilmuwan Richard
Dawkins dalam bukunya
Climbing Mount Improbable menguraikan perilaku laba-laba dengan ungkapan sebagai berikut:
Dalam perjalanan, kami kadang sempat
memandangi jaring laba-laba - hasil karya berdaya guna yang dibuat dengan
kecerdasan tanpa sadar yang mengagumkan.1
Dengan berkata demikian, sebenarnya
Dawkins dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan “bagaimana perilaku cerdas
tanpa sadar dari hewan ini timbul, dan apa sumbernya?”; pertanyaan-pertanyaan
yang tidak dapat dijelaskan oleh teori evolusi dengan cara apapun. Sungguh,
pertanyaan seperti “Bagaimana mahluk-mahluk hidup bisa memiliki kecerdasan ini,
dan bagaimana mereka belajar menerapkannya?”, merupakan pertanyaan-pertanyaan
yang tak dapat dijawab oleh para pembela teori evolusi secara terbuka dan
pasti.
Sampai di sini, argumen yang
digunakan kaum evolusionis dalam menjawab pertanyaan tentang perilaku cerdas
(sadar) dari hewan-hewan sudah waktunya untuk diuji. Mari kita lakukan dengan
menjelaskan arti dari istilah yang digunakan kaum evolusionis dalam pernyataan
mereka.
Dalam usaha mencari jawaban terhadap
pertanyaan “bagaimana mahluk-mahluk hidup bisa memiliki perilaku bertujuan”,
kaum evolusionis menggunakan istilah “insting”. Namun sama sekali tidak
berhasil. Hal ini bisa dilihat dengan jelas melalui pemahaman yang lebih dalam
terhadap konsep “insting”. Kaum evolusionis mengatakan bahwa hewan-hewan
terikat dengan hal-hal seperti pembaktian, perencanaan, taktik-taktik atau
perilaku yang membutuhkan kemampuan-kemampuan khusus, yang memerlukan kesadaran
dan kecerdasan berkat adanya “insting”. Namun tentu saja pernyataan demikian
saja tidaklah cukup. Selain membuat pernyataaan tersebut, mereka juga harus
memberikan jawaban terhadap pertanyaan seperti bagaimana perilaku ini pertama
kali muncul, bagaimana hal ini diturunkan dari generasi ke generasi, dan
bagaimana konsep “insting” mampu memberikan kesadaran dan kecerdasan kepada
mahluk-mahluk hidup. Kaum evolusionis sama sekali tidak memiliki jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan ini. Seorang pakar ilmu genetika evolusionis,
Rattray Taylor, mengatakan hal berikut ini tentang insting:
Saat kami bertanya kepada diri sendiri
bagaimana pola perilaku instingtif muncul pertama kali dan kemudian diwariskan
secara tetap, kami tidak mendapatkan jawabannya.2
Evolusionis lain mengatakan bahwa
perilaku mahluk-mahluk hidup tidak lah berlandaskan pada insting melainkan pada
pemrograman genetika. Namun, dalam hal ini mereka harus menjelaskan siapa yang
menuliskan program tersebut serta memasangkannya pada mahluk-mahluk hidup. Kaum
evolusionis tidak mampu menjelaskannya. Sebagai sumber penggagas teori evolusi,
Charles Darwin sendiri mengakui dilema mereka dengan kata-kata berikut ini:
Kekaguman terhadap insting lebah yang
mampu membuat sel-sel sarangnya mungkin dialami juga oleh para pembaca, sebagai
hal pelik yang memadai untuk meruntuhkan teori saya secara keseluruhan.3
Jelaslah bahwa konsep semacam
“insting” sama sekali tidak memadai untuk menerangkan perilaku sadar dari
mahluk-mahluk hidup. Tentu saja ada sebuah kekuatan yang memrogram
mahluk-mahluk hidup, dan mengajari mereka harus berbuat apa. Namun ini bukan
berasal dari “Induk Alam” seperti yang mereka sebut, atau dari mahluk hidup itu
sendiri, yang membela masa mudanya dengan seluruh hidupnya sendiri, atau yang
datang kembali untuk mengelabui musuh dengan berbagai taktik untuk
menyelamatkan kehidupan anggota grupnya sendiri.
Kekuatan yang memberi mereka semua
karakteristik ini, yang menciptakan perilaku cerdas mereka dan yang menciptakan
gerakan-gerakan bertujuan ini adalah kekuatan Tuhan. Tuhan adalah satu-satunya
penguasa kecerdasan, yang dapat kita saksikan dalam berbagai mahluk hidup di
alam dalam jumlah yang tidak terhitung. Tuhan lah yang mengilhami mahluk-mahluk
hidup untuk melakukan apa yang mereka perbuat.
Mustahil sekali untuk menjelaskan
perilaku mahluk hidup manapun dengan menggunakan asas kebetulan, atau dengan
mekanisme lain atau dengan konsep lain yang menarik. Pernyataan-pernyataan
semacam ini tidak lebih dari sebuah penipuan. Semua ini dinyatakan dalam salah
satu ayat-ayatNya:
Katakanlah: 'Pernahkah engkau melihat
sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allah? Tunjukkanlah kepadaku bagian dari
bumi yang telah diciptakannya; ataukah mereka memiliki andil dalam penciptaan
langit?’ Adakah Kami memberi kepada mereka sebuah kitab sehingga mereka
mendapat tanda-tanda yang jelas yang dapat diikutinya? Sama sekali tidak! Sungguh
orang-orang yang zalim itu sebahagian dari mereka tidak menjanjikan kepada
sebahagian lainnya selain tipuan belaka. (Surah Fatir: 40)
Mahluk hidup yang menjadi pokok
bahasan buku ini, yakni laba-laba, pola-pola perilakunya dan mekanisme tanpa
cacat yang dimilikinya, merupakan salah satu yang menyingkapkan kebohongan
teori evolusi, atau lebih tegasnya “meruntuhkan teori evolusi”. Halaman-halaman
berikut akan menunjukkan salah satu dari keajaiban ciptaan Tuhan yang tak
terhitung banyaknya, yakni keajaiban laba-laba. Bersamaan dengan itu, uraian di
dalamnya lagi-lagi akan menunjukkan bahwa teori evolusi yang berlandaskan
konsep kebetulan sangat tidak berdaya dan menggelikan.
CARA
LABA-LABA BERBURU
Kebanyakan orang mengira bahwa
laba-laba adalah hewan yang menggunakan jaring untuk menangkap mangsanya. Namun
perkiraan ini sama sekali tidak menceriterakan kisah laba-laba secara
keseluruhan, karena jaring-jaring yang ajaib dari segi arsitektur maupun dari
segi rekayasanya bukan lah satu-satunya cara laba-laba untuk menangkap
mangsanya. Disamping membuat jaring, laba-laba menggunakan taktik-taktik lain
yang menakjubkan saat berburu.
Laba-laba Pelempar Lasso
Dari sekian banyak spesies laba-laba,
salah satu yang paling menarik karena teknik-teknik berburunya adalah laba-laba
“Bolas”. Berdasarkan hasil riset rinci terhadap mahluk ini, seorang pakar
laba-laba, Dr. Gertsch, menemukan bahwa laba-laba ini menggunakan hidungnya
untuk menangkap mangsanya.
Laba-laba Bolas memburu mangsanya
dalam dua tahap. Pada tahap pertama, laba-laba ini membuat benang berujung
lengket dan bersiap-siap untuk menyergap. Selanjutnya, ia akan menggunakan
benang lengket ini sebagai sebuah lasso. Kemudian, untuk mengundang mangsanya,
laba-laba ini menaruh suatu zat kimia khusus. Zat kimia ini adalah “pheromone”,
yang biasa digunakan ngengat betina untuk memikat pasangannya. (Ngengat jantan
yang tertipu dengan panggilan palsu ini, datang mendekati sumber bau.)
Laba-laba yang penglihatannya sangat buruk dapat merasakan getaran yang
ditimbulkan saat ngengat terbang. Dengan cara ini, laba-laba dapat merasakan
kedatangan mangsanya. Yang menarik, meskipun nyaris buta, laba-laba Bolas ini
dapat menangkap mahluk yang sedang terbang dengan seutas benang yang dibuatnya
sendiri sambil bergelantungan di udara.
Buku Strange Things Animals Do
mengibaratkan teknik berburu laba-laba ini dengan seorang koboi yang sedang
melemparkan lasso:
Laba-laba ini membuat seutas tali
sutera, kemudian menaruh bandul cairan lengket di satu ujungnya. Dengan cara
ini, senjata ini mengingatkan seseorang akan sebuah lasso koboi. Kemudian ia
mengangkat benang ini dengan kedua kaki depannya, yang kini bertindak sebagai
tangan. Ketika seekor ngengat terbang mendekat, ia melempar lassonya. Bandul
lengketnya mengenai tubuh serangga yang terbang dan menempel kuat padanya.
Ngengat korban selanjutnya ditarik oleh laba-laba Bolas dan dibungkusnya.4
Tahap kedua dimulai ketika korban
yang tertipu bau-bauan mendekat. Dengan menarik kaki-kakinya ke belakang,
laba-laba mengambil posisi menyerang dan melempar lassonya lebih cepat dari
pandangan mata manusia. Ngengat tertangkap oleh bandul lengket di ujung benang.
Laba-laba kemudian menarik-gulung mangsanya dan menggigitnya untuk
melumpuhkannya. Selanjutnya ngengat dibungkus dengan benang khusus, yang dapat
menjaga kesegaran makanan dalam waktu lama. Dengan cara ini, laba-laba mengawetkan
makanannya untuk konsumsi masa datang.
Dalam buku yang sama, penulisnya
mengevaluasi pergerakan laba-laba yang terencana ini dengan istilah-istilah
berikut:
Para ilmuwan menyebut Bolas sebagai
mahluk tingkat rendah. Dr. Gertsch tidak yakin bahwa istilah ini tepat untuk
laba-laba. Karena apa yang mampu dilakukan mahluk rendah ini tidak dapat
dilakukan oleh singa laut, anjing, atau singa terlatih sekalipun, bahkan
seorang koboi pun mengalami kesukaran untuk melakukannya.5
Karenanya jelas bahwa teknik berburu
dari laba-laba Bolas membutuhkan kecakapan khusus, bahkan semestinya
berdasarkan pengalaman praktek. Jika kita lihat prosesnya tahap demi tahap,
tingkat kesulitan yang dilakukan laba-laba menjadi semakin jelas. Mari kita
lihat jawaban terhadap pertanyaan berikut, “Apa yang mesti dilakukan laba-laba
Bolas ketika berburu?”
Menyiapkan bandul lengket di ujung
benang.
Membuat dan melepaskan dari tubuhnya
zat bau yang dibuat ngengat betina untuk memikat pasangan jantannya.
Melemparkan lasso pada mangsanya
lebih cepat dari pandangan manusia.
Membidikkan lasso tepat mengenai
mangsanya.
Akhirnya, membuat benang khusus yang
dapat menjaga kesegaran mangsa, serta membungkusnya.
Maka, bagaimana laba-laba Bolas mampu
bekerja dalam kerangka kerja yang terencana demikian baiknya? Membuat rencana
merupakan ciri mahluk-mahluk yang memiliki daya pikir, yakni manusia. Lebih
jauh lagi, otak laba-laba tidak memiliki kapasitas untuk menyusun dan melakukan
semua itu. Dalam hal ini, bagaimana laba-laba dapat memiliki teknik berburu
dengan karakteristik yang begitu menakjubkan? Inilah pertanyaan yang jawabannya
masih dicari para ilmuwan.
Menurut kaum evolusionis, semua
karakteristik yang dimiliki laba-laba diperolehnya secara kebetulan. Laba-laba
membuat keputusan untuk membuat lasso, membuat zat kimia, mengetahui bahwa ia
harus mengundang ngengat ke arahnya, serta mendapat kecakapan menembak dengan
lasso, semuanya secara kebetulan. Semua kemampuan yang diperlukan untuk berburu
dengan menggunakan lasso terjadi secara kebetulan sama sekali. Jelas bahwa
pernyataan seperti itu hanyalah sebuah fantasi, tanpa landasan ilmiah ataupun
logika. Untuk melihat lebih jelas seberapa jauh fantasi kaum evolusionis ini
dari fakta-fakta ilmiah, mari kita bayangkan sebuah skenario kecil; meskipun
hal ini sangat mustahil.
Skenario: Jaman dahulu kala, seekor laba-laba
menyadari bahwa ia tidak dapat membangun jaring seperti laba-laba lainnya.
Karenanya, ia mulai mencari-cari di sekitarnya. Pada suatu hari, ia melihat
bahwa ngengat betina menggunakan zat kimia untuk memikat ngengat jantan. Ia
berpikir bahwa untuk menangkap ngengat, ia harus membuat zat kimia serupa
dengan membangun pabrik kimia tersebut di dalam tubuhnya. Namun masalahnya belum
selesai. Karena tanpa kemampuan untuk menangkapnya, tidak ada artinya
mengundang kedatangan ngengat-ngengat tersebut. Sampai di sini ia mempunyai ide
lainnya untuk membuat senjata berbentuk antara lasso dan tongkat-kebesaran dari
benang yang dihasilkannya.
Namun, membuat senjata saja belumlah
cukup. Saat pertama kali berburu, jika tembakan senjatanya tidak mengenai
sasaran, segala usaha sebelumnya menjadi sia-sia. Bahkan lebih buruk dari itu,
ia bisa mati kelaparan. Ternyata tidak demikian. Ia mampu menangkap mangsanya,
bahkan kemudia “berhasil” mengembangkan teknik berburu yang sempurna. Setelah
itu, ia berpikir untuk mengajarkan teknik berburunya secara rinci kepada
laba-laba lain dan kemudian menemukan cara untuk mengalihkan pengetahuannya ini
ke generasi berikutnya.
Ini baru sebagian dari skenario.
Namun skenario ini tidak cukup hanya dalam bentuk tulisan saja, melainkan harus
diwujudkan kedalam kenyataan. Sampai di sini, mari kita pikirkan beberapa
alternatif imajiner dalam lingkup skenario imajiner di atas.
Alternatif imajiner ke-1: Terdiri dari istilah yang kaum
evolusionis menyebutnya sebagai “Induk Alam”, yakni pepohonan, bunga-bunga,
langit, air, hujan, matahari, dll. Kemudian semua kekuatan-kekuatan alam
bekerja dengan harmonis membentuk sebuah sistem yang berfungsi dengan sempurna.
Dalam proses ini, laba-laba tidak dilupakan, tentu saja dengan teknik
berburunya yang cakap.
Alternatif imajiner ke-2: Peristiwa kebetulan murni. Kaum
evolusionis lagi-lagi menjelaskannya sebagai sebuah kekuatan aktif yang
membantu laba-laba Bolas, juga pemburu-pemburu lainnya, sehingga dapat memiliki
kecakapan memangsa.
Tentu saja ini hanyalah sebuah
fantasi, sebuah produk imajinasi aktif. Pemilik imajinasi ini adalah para
ilmuwan evolusioner. Sebelum beralih ke jawaban nyata, mari kita lihat betapa
tidak logis, tidak sahih, serta tidak berdasarnya skenario-skenario ini.
Pada kenyataannya, laba-laba Bolas
bukanlah seorang insinyur kimia! Mustahil mahluk ini dapat mempelajari zat
kimia yang dikeluarkan ngengat lalu menganalisisnya, dan kemudian segera tahu
cara membuatnya di dalam tubuhnya. Hal seperti ini sama sekali bertentangan
dengan pikiran, logika, dan sains.
Selain untuk berburu, laba-laba tidak
menggunakan zat kimia tadi untuk hal lainnya. Meskipun dapat membuatnya secara
kebetulan, ia harus memahami kesamaan antara bau yang dikeluarkan ngengat
dengan bau yang dibuatkannya. Untuk itu membutuhkan kecerdasan agar bisa
menggunakannya sesuai dengan keinginan.
Bahkan jika kita terima bahwa
laba-laba telah “belajar” dari alam mengenai bau zat kimia yang dikeluarkan
ngengat ini, serta “cukup pandai” untuk menggunakannya, maka ia harus mampu
melakukan perubahan fisik yang diperlukan untuk menghasilkan zat kimia
tersebut. Mustahil bagi mahluk hidup manapun, atas kehendaknya sendiri,
menambah organ tambahan atau sistem produksi kimia kepada tubuhnya sendiri.
Berpikiran bahwa seekor laba-laba mampu melakukannya, apalagi menyatakannya
sebagai fakta, sama saja dengan meninggalkan jauh-jauh batas-batas logika.
Betapapun mustahilnya, mari kita
anggap bahwa laba-laba mendapatkan semua karakteristik ini secara kebetulan.
Kemudian laba-laba tersebut harus memiliki “pemikiran” tentang cara menggunakan
lasso untuk menangkap ngengat, dan setelah “merancangnya” kemudian mampu
menciptakannya atas kehendaknya sendiri.
Dari sini jelas bahwa dengan
mempelajari karakteristik-karakteristik laba-laba Bolas secara saksama, orang
akan memahami betapa menggelikannya teori evolusi itu. Teori yang melulu
berlandaskan kepada konsep kebetulan. Jelas bahwa suatu peristiwa kebetulan tak
akan bisa membuat laba-laba memiliki keistimewaan-keistimewaan di atas, yakni
kecerdasan, perencanaan dan taktik-taktik berburu. Lebih jauh lagi, sampai
kapan pun laba-laba tidak akan mampu menciptakan sendiri keistimewaannya itu.
Tidak perlu pemikiran yang panjang dan keras ataupun riset untuk memahami hal
ini. Dengan sedikit akal sehat sudah cukup untuk melihat kebenaran yang
jelas-jelas nampak ini.
Maka jelas sekali bahwa skenario kaum
evolusi sungguh teramat keliru. Yang tersisa hanyalah kebenaran: Bahwa situasi
yang kita bahas memerlukan adanya aksi penciptaan yang sangat khusus. Tuhan lah
yang menciptakan semua mahluk hidup, tetumbuhan, binatang, dan serangga, Tuhan
memiliki kekuatan, pengetahuan, kecerdasan, dan kebijakan tanpa batas.
‘Tuhan langit dan bumi dan segala
sesuatu di antaranya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun’ (Surat Shad: 66)
Pintu-perangkap Untuk Hidup Di Gurun
Bagi kebanyakan mahluk hidup,
panasnya iklim gurun bisa mematikan. Namun, beberapa mahluk memiliki kecakapan
untuk dapat bertahan terhadap panasnya gurun. Baik teknik-teknik berburu,
susunan tubuh, ataupun cara perilaku mereka membuatnya hidup nyaman di lingkungan
gurun. Salah satu pesies yang menjadi pokok bahasan buku ini, yakni laba-laba,
memiliki karakteristik-karakteristik yang diperlukan untuk dapat hidup di
gurun. Mahluk yang dikenal sebagai “laba-laba pintuperangkap” ini menggunakan
rumah berpenyekat di dasar gurun sebagai pelindung dari panas dan sebagai
perangkap untuk menangkap mangsanya.
Mula-mula laba-laba ini menggali
liang di dalam tanah. Kemudian memelester bagian dalam terowongan dengan
campuran tanah dan cairan yang dihasilkan tubuhnya. Proses ini memperkuat
dinding terhadap bahaya keruntuhan. Selanjutnya ia menutupi dinding-dinding ini
dengan benang buatannya. Teknik pelesteran ini serupa dengan teknik isolasi
termal yang kita gunakan dewasa ini. Dengan cara ini, bagian dalam sarang menjadi
tahan terhadap temperatur luar yang tinggi.
Telah kami sebutkan pula bahwa sarang
ini digunakan pula sebagai perangkap. Laba-laba ini membuat tutup sarang dari
sutera buatan sendiri. Salah satu sisinya dilekatkan ke sarang dengan engsel
benang yang kokoh, layaknya sebuah pintu rumah. Pintu ini juga menjadi tempat
persembunyian laba-laba dari mangsanya, yang disamarkannya dengan serpihan
daun, semak-semak dan tanah. Kemudian membuat tegang benang-benang yang ada di
bawah daun, dari arah luar menuju ke bagian dalam sarang. Ketika segalanya
telah siap, laba-laba masuk ke sarang dan menunggu mangsanya datang. Ketika
serangga mendekati sarang dan menginjak daun atau tanah di atasnya,
benang-benang di bawah tanah akan bergetar. Berkat getaran inilah, laba-laba mengetahui
bahwa mangsanya telah dekat.
Laba-laba pintu-perangkap dapat hidup
selama 10 tahun di dalam sarangnya. Ia menjalani seluruh hidupnya di dalam
terowongan gelap dan hampir tak pernah keluar. Bahkan saat membuka daun penutup
untuk mengejar mangsanya, kaki belakangnya tidak pernah meninggalkan sarang.
Jika pintu ini terbuka oleh ranting, laba-laba akan berusaha keras untuk
menutupinya kembali. Laba-laba betina tidak pernah meninggalkan sarang,
sedangkan yang jantan hanya keluar untuk mencari pasangan. Saat tiba waktu
untuk berkembang biak, laba-laba betina menutup pintu rapat-rapat dengan benang
buatannya. Telah diamati bahwa induk laba-laba dapat tinggal selama setahun di
dalam sarang tanpa meninggalkannya.
Laba-laba pintu-perangkap berburu
pada malam hari dan menutup rapat pintu sarangnya pada siang hari. Ketika malam
mulai tiba, laba-laba membuka sebagian tutup sarang untuk memastikan bahwa hari
telah benar-benar gelap. Jika telah gelap, tutup sarang dibuka sebagian dan
melonjorkan kaki depannya keluar. Posisi ini bisa bertahan hingga berjam-jam.
Jika ada semut mendekat, laba-laba segera menerkam secepat kilat dan menariknya
kedalam liang. Tutup sarang akan otomatis menutup karena beratnya sendiri.
Tidak diragukan bahwa untuk belajar
hidup dengan cara di atas dibutuhkan kemampuan yang menuntut kecerdasan,
misalnya kemampuan membangun. Mustahil bahwa kemampuan untuk melindungi diri
dari hawa panas atau untuk menyamarkan diri ini diperoleh secara kebetulan,
atau dengan cara coba-coba. Bahkan sebelum membangun terowongan, ia “tahu” akan
menggunakan suteranya untuk melindungi diri dari teriknya panas, akan
menggunakan benang yang sama untuk membuat penutup sarang, akan menggunakan
sarangnya untuk bersembunyi dari musuh-musuh dan sekaligus sebagai perangkap,
dan akan melahirkan keturunannya dengan aman di dalam sarang yang berselimutkan
sutera ini. Jika tidak demikian, laba-laba yang pertama kali muncul akan mati
karena panas atau kelaparan di tengah-tengah gurun. Itu artinya kepunahan dari
spesies ini.
Lebih dari itu, setiap laba-laba yang
baru lahir berperilaku sama. Membangun sarang dan mencari makan dengan cara
yang sama. Karenanya, laba-laba pertama tidak hanya cukup dengan memiliki
keistimewaan yang menakjubkan ini, melainkan harus mampu pula mewariskan semua
kemampuannya kepada generasi berikutnya. Ini hanya bisa terjadi jika
pengetahuan ini melekat erat dalam gen-gen laba-laba. Selain semua fakta ini,
kita masih menghadapi beberapa pertanyaan. Bagaimana laba-laba pintu-perangkap
bisa memiliki karakteristik-karakteristik ini, dan siapa yang melekatkan
kemampuan itu kedalam gen-gennya?
Sementara teori evolusi mencoba
menjelaskannya dengan konsep-konsep semacam insting, mekanisme imajiner,
kejadian kebetulan, atau Induk Alam, pola-pola perilaku cerdas ini: kemampuan
merencanakan, pemilihan dan implementasi taktis, dan konstruksi tubuh tanpa
cacat, pada kenyataannya hanya bisa memiliki satu penjelasan. Tuhan lah yang
memberi semua mahluk hidup kecakapan yang dimilikinya. Dia menciptakan mereka
lengkap dengan kecakapannya. Tuhan memiliki pengetahuan tiada tara.
Laba-laba Penyamar Yang Ulung
Bertentangan dengan kepercayaan umum,
banyak jenis laba-laba berburu tanpa membangun jaring. Salah satunya adalah
Laba-laba kepiting. Ia menyamarkan dirinya pada bunga-bungaan dan menyantap
lebah-lebah yang hinggap padanya.6
Dengan menggunakan kemampuannya,
laba-laba kepiting merubah warna tubuhnya menjadi kuning atau putih sesuai
warna bunga. Kakinya disembunyikan dengan sempurna ditengah-tengah bunga dan
bersiap diri menunggu mangsa. Warna tubuhnya menyamai warna bunga tempat ia
bersembunyi dengan sempurna. Hanya dengan perhatian yang saksama saja laba-laba
ini dapat dibedakan dari bunga tempat persembunyiannya.
Laba-laba ini beraksi ketika seekor
lebah hinggap untuk menghisap madu dari bunga dimana ia siap menyergap. Pada
ketika itu, laba-laba secara perlahan-lahan merangkulkan kaki-kakinya ke tubuh
lebah, kemudian dengan gerakan cepat menggigit kepala lebah dan menyuntikan
bisa langsung ke otak mangsanya. Setelah itu, ia memakan korbannya. Laba-laba
dapat menyamarkan dirinya pada bunga dengan begitu cerdik sehingga kupu-kupu
atau lebah kadang hinggap tepat di atasnya tanpa menyadarinya.
Apakah laba-laba bisa berubah warna
karena kejadian yang kebetulan? Apakah ia mempelajari bunga-bunga kemudian
menyalin warnanya dan kemudian merubah warna tubuhnya? Jelas bahwa laba-laba
tidak memiliki kemampuan seperti itu. Selain beberapa pusat syaraf, ia bahkan
tidak memiliki otak untuk berpikir. Lebih dari itu, laba-laba adalah mahluk
yang buta warna. Ia tidak mengetahui warna putih atau pun merah muda. Bahkan
jika kita beranggapan bahwa ia mampu menyesuaikan warna tubuhnya, mustahil
baginya membuat warna tersebut di dalam tubuhnya sendiri. Tuhan Yang Maha
Perkasa lah yang membuat laba-laba mampu membedakan dan menghasilkan
warna-warna.
Jelas bahwa Tuhan telah menciptakan
laba-laba dengan kemampuan untuk menyesuaikan warna tubuhnya dengan warna
bunga. Keadaannya bagaikan dua gambar yang dibuat dalam kanvas yang sama,
dengan cat-cat yang sama dan disapu dengan warna dan nuansa yang sama, dan
sangat bersesuaian sehingga tidak dapat dijelaskan oleh dongeng tentang
‘kejadian yang kebetulan’.
Berburu Dengan Jaring Tangga
Melingkar
Bagi banyak mahluk hidup, jaring
laba-laba merupakan perangkap maut. Namun ada beberapa mahluk yang dapat
selamat dari perangkap maut ini. Sebagai contoh, ngengat-biasa tidak mempan
terhadap jaring laba-laba karena debu pada tubuhnya menutupi perekat pada
jaring dan membuatnya menjadi tidak efektif. Berkat debu inilah ngengat dapat
lolos dengan mudah.
Namun ngengat masih dapat terjerat
oleh jaring yang konstruksinya tidak biasa. Jaring laba-laba Skoloderus,
yang tinggal di daerah tropis, berbeda dari kebanyakan jaring, dan tampilannya
mirip dengan kertas-lalat. Dengan cara ini, Skoloderus mudah menangkap
ngengat. Laba-laba Skoloderus membangun jaring yang panjangnya satu
meter dengan lebar 15-20 sentimeter, mirip sebuah tangga. Ngengat yang
tertangkap jatuh ke dasar jaring. Selama jatuh, ngengat kehilangan sebagian
besar debu pelindung yang mencegahnya menempel pada jaring biasa, dan akhirnya
terjerat dalam perangkap Skoloderus.
Jadi, laba-laba ini memiliki teknik
yang sangat berbeda dari spesies lainnya. Yang perlu dicatat dari metode berburu
ini adalah bahwa laba-laba ini membuat jaring dengan keistimewaan mampu
menangkap serangga yang diburunya. Dengan konstruksi jaring yang lain daripada
yang lain, spesies laba-laba ini merupakan bukti dari karya-cipta Tuhan yang
tiada tara.
Laba-laba Pelempar-Jala: Dinopis
Laba-laba berwajah-raksasa ini, yang
nama ilmiahnya Dinopis, menggunakan teknik berburu yang sangat luarbiasa
dan menakjubkan. Bukannya membangun jaring yang tetap dan menanti mangsa, ia
membuat jaring khusus yang dilempar kepada mangsanya. Selanjutnya membungkus
mangsanya di dalam jaringnya ini. Serangga yang tertangkap mati terpedaya.
Kemudian ia membungkus mangsanya dengan benang yang baru agar menjadi sebuah
"paket" yang tetap segar untuk konsumsi masa datang.7
Jelas bahwa laba-laba ini menangkap
mangsanya dengan kerangka kerja yang terencana. Suatu perencanaan dan pembuatan
jaring dengan ukuran, bentuk dan kekuatan yang tepat, sehingga sesuai untuk
metode berburu semacam ini. Hal ini dan cara membungkus mangsanya merupakan
aktivitas-aktivitas yang membutuhkan kemampuan superior yang berdasarkan
kecerdasan. Pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa konstruksi jaring
laba-laba ini tidak memiliki cacat.
Dalam segala segi, jaring Dinopis
merupakan sebuah keajaiban perencanaan. Sementara susunan kimia dari suteranya
saja merupakan keajaiban tersendiri, teknik penggunaan jaringnya juga sangat
menarik. Ketika laba-laba ini menunggu mangsanya, jaringnya mirip sarang sempit
yang terbuat dari jerami. Namun penampilan adem ini sebenarnya sebuah tipuan.
Ketika laba-laba beraksi menangkap mangsanya, ia menggunakan kaki-kakinya
membalikkan jaring tersebut dari dalam ke luar sehingga menjadi sebuah
perangkap maut. Mangsa pun tak dapat lolos darinya.
Bagaimana laba-laba ini bisa membuat
jaring dengan perencanaan mekanik dan konstruksi kimia yang demikian sempurna?
Pekerjaan ini bukanlah hal yang sederhana, melainkan memerlukan perencanaan,
sesederhana apapun. Masing-masing memerlukan rencana dan pengalaman yang
berbeda. Hal ini dapat kita gambarkan sebagai berikut. Saat menerangkan jaring
laba-laba, kami sering menggunakan ungkapan "seperti renda". Karena
kemiripan inilah, tidak salah jika dikatakan bahwa laba-laba sebenarnya sedang
membuat renda.
Mari kita bayangkan seorang laki-laki
di jalanan diberi peralatan untuk membuat renda (bidal, jarum-jarum, benang,
dll) dan kain katun. Tanpa pengalaman sebelumnya, dapatkah orang ini membuat
renda saat pertama kali mencobanya? Atau dapatkah kita membayangkan taplak-meja
rendaan yang terbentuk dengan sendirinya dari ikatan-ikatan yang terjadi secara
kebetulan? Tentu saja mustahil.
Mustahil suatu rencana muncul dengan
sendirinya, karena hal itu membutuhkan kecerdasan, kecakapan, dan cara untuk
menyampaikan informasi. Agar suatu mahluk hidup dapat membuat rencana, dan
lebih jauh lagi, agar ia mampu melaksanakan rencana tersebut tanpa kegagalan,
maka mahluk ini harus lah "cerdas". Namun mustahil untuk menerima
bahwa seekor serangga bisa cerdas, dapat berpikir dan membuat rencana. Yang
demikian itu merupakan rantai logika yang dangkal untuk bisa sampai kepada
kebenaran, dan tidak mencerminkan realitas. Mesti ada kekuatan yang memberi
serangga ini kecerdasan, atau lebih tepatnya mengarahkannya, yang mengajarinya
apa yang harus dilakukan, atau lebih tepatnya membuatnya melakukan tugasnya.
Dengan kata lain, serangga tersebut ada Pembuatnya.
Seperti telah kita lihat, jelas benar
bahwa mahluk hidup ini diciptakan oleh Tuhan. Namun kaum evolusionis
menafikannya, malah menduga-duga dengan kemungkinan-kemungkinan khayalan. Kepatuhan
kepada teorinya sendiri membuat mereka tidak mampu berpikir sehat, melihat,
ataupun mendengar. Hal itu telah membuat mereka buta terhadap kebenaran yang
nyata dan tak dapat menerima apa yang mereka lihat dan fahami.
Menurut kaum evolusionis, Dinopis
membuat jaring istimewanya itu secara kebetulan, dan belajar menggunakan
jaringnya itu secara kebetulan pula. Setiap orang yang berakal sehat dapat
melihat bahwa kejadian demikian itu sangat mustahil. Meskipun jelas mustahil,
mari kita anggap bahwa Dinopsis dapat membuat jaringnya secara
kebetulan. (Akan kita abaikan asal muasal terjadinya Dinopsis, juga
bagaimana mahluk ini menghasilkan zat kimia dalam tubuhnya untuk membuat
jaring, kita menerimanya sebagai bakat bawaan). Dalam hal ini, ada beberapa
pertanyaan yang harus dijawab: Jika jaring pertama dibuat secara kebetulan,
bagaimana terjadinya jaring yang kedua dan ketiga? Bagaimana laba-laba dapat
menghasilkan jaring yang tepat sama dengan membuatnya secara kebetulan
(sembarangan)? Bagaimana laba-laba yang baru lahir mengetahui cara membuat
jaring, membuat jaring dengan mutu yang berbeda dengan laba-laba lainnya, serta
bisa melemparkan jaring tersebut kepada mangsanya?
Hanya ada satu jawaban untuk
pertanyaan-pertanyaan ini. Karena tak mampu belajar, atau mengingat dalam hati,
dan tidak memiliki otak yang memadai untuk melakukan hal-hal ini, laba-laba
mendapatkan semua itu karena anugerah Tuhan, Pencipta Yang Maha Kuasa dari
seluruh mahluk hidup.
Laba-laba Portia: Penipu Ulung
Berbeda dari kebanyakan laba-laba,
selain membuat jaring, laba-laba Portia Fimbriata memburu mangsanya jauh
dari jaringnya sendiri. Keistimewaan lain dari Portia adalah lebih
menyukai spesiesnya sendiri dibanding serangga lain sebagai makanannya. Oleh
karena itu, medan perburuannya umumnya jaring-jaring laba-laba lain. Saat
berburu, ia menggunakan strategi menarik.
Umumnya, Portia mendarat pada
sebuah jaring ketika angin bertiup atau saat seekor serangga sedang berusaha
membebaskan diri. Getaran yang kuat dari serangga tersebut menyamarkan
goncangan yang ditimbulkan Portia saat mencari mangsa. Jika dilihat,
nampak seperti serpihan daun yang ditiup angin ke arah jaring. Tidak seperti
laba-laba lain yang melompat kegirangan saat menerkam mangsanya, Portia
bergerak dengan perlahan. Ketika sampai ke jaring, ia melakukan penipuan dengan
memetik dan menepuk-nepuk sutera jaring dengan kaki-kakinya, meniru seekor
serangga yang terperangkap. Ketika pemilik jaring mendekat, Portia
bersiaga dan menanti saat yang tepat untuk menerkam.8
Laba-laba Portia juga menipu
anggota spesies mereka sendiri dengan meniru tingkah mereka. Misalnya dengan
meniru ritual perkawinan laba-laba Euryattus yang tinggal dalam daun
tergulung yang tergantung dengan tali-tali sutera. Dengan duduk di atas rumah
laba-laba betinanya, Portia menggoyang-goyangkan daun tersebut, menari
di atasnya seperti Euryattus jantan. Tertipu oleh gerakan itu, laba-laba
betina tersebut keluar dari sarangnya.9
Bagaimana Portia dapat meniru
isyarat-isyarat laba-laba jenis lain, dan mengapa ia memilih cara berburu yang
berbeda? Tidak logis jika kita beranggapan bahwa seekor laba-laba dapat
"meniru kecakapan" dan karenanya memilih teknik berburu yang menarik
seperti itu. Laba-laba ini berburu dengan cara demikian karena begitulah ia
diciptakan oleh Tuhan. Dengan contoh demikian, Tuhan menunjukkan kepada kita
sifat karya-ciptaNya yang tiada tara.
Teknik Memancing Dari Laba-laba
Dolomedes
Beberapa laba-laba bahkan harus
berburu di lingkungan yang tidak terduga. Medan perburuan laba-laba air Dolomedes,
misalnya, adalah permukaan air. Laba-laba ini sering ditemukan di tempat-tempat
dangkal seperti rawa dan parit.
Laba-laba air, yang tidak memiliki
penglihatan yang baik, menghabiskan hampir seluruh waktunya di dekat air dengan
membuat benang-benang sutera dan menyebarkannya di sekitarnya. Konstruksi ini
mempunyai dua fungsi: sebagai peringatan batas wilayah kepada laba-laba
lainnya, dan sebagai jalur penyelamatan jika terjadi bahaya tak terduga.
Cara berburu yang paling sering
digunakan laba-laba ini adalah dengan meletakkan empat kakinya di air sementara
empat yang lainnya di tanah kering. Saat melakukan ini, ia menggunakan teknik
yang sangat pandai untuk mencegah tubuhnya tenggelam. Kaki-kaki yang akan
dipakai di air ditutupi dengan pelapis anti-air dengan cara melewatkannya ke
taringnya. Ia kemudian mendekati sisi air. Dengan mendorong tubuhnya ke air
secara sangat hati-hati, laba-laba ini bergerak ke permukaan air. Ia memasukkan
taring dan perabanya di bawah air sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
permukaan air. Ia kemudian menunggu kedatangan mahluk hidup dengan mata
memandang ke sekitarnya, sementara kaki-kakinya merasakan getaran air. Untuk
makanannya, laba-laba ini harus menemukan mangsa sedikitnya sebesar ikan
"Golyan", seperti nampak dalam gambar.
Ketika laba-laba ini berburu, ia diam
tak bergerak hingga ikan mendekat sekitar 1,5 sentimeter dari mulutnya. Setelah
mangsa ada dalam jarak sasaran, dengan cepat ia masuk ke dalam air dan
menangkap ikan dengan kaki-kakinya, dan menggigitnya dengan taring beracunnya.
Untuk mencegah ikan tenggelam, yang jauh lebih besar dari dirinya, ia
cepat-cepat membalikkan tubuhnya. Bisa yang disuntikkan bekerja dengan cepat.
Selain mematikan mangsanya, bisa tersebut juga melarutkan organ-organ dalam
dari mangsanya menjadi semacam sup yang mudah dicerna. Setelah mangsanya mati,
laba-laba ini menyeretnya ke pinggir dan menyantapnya.10
Sampai disini, terpikir berbagai
pertanyaan. Bagaimana laba-laba ini bisa memiliki lilin yang mencegahnya
tenggelam? Bagaimana ia mempelajari cara melapisi kaki-kakinya dengan lilin
tersebut agar tidak tenggelam? Bagaimana laba-laba tahu formula lilin dan cara
membuatnya? Laba-laba tentu tidak mendapatkannya dari belajar. Setiap
keistimewaan ini memerlukan kecerdasan dari bidang keahlian tersendiri. Seperti
mahluk hidup lainnya, laba-laba yang bisa bertindak cerdas sehingga mampu
membuat rencana dan mempraktekkannya, mendapat inspirasi dari Tuhan. Dalam
salah satu ayatNya, Tuhan menyatakan bahwa Dia memberi kepada setiap mahluk
perbekalannya sendiri-sendiri:
Tiada satu mahluk melatapun di bumi
melainkan Allah lah yang memberi rezkinya. Dia mengetahui tempat tingalnya dan
tempat penyimpanannya. Semuanya ada dalam Kitab yang nyata. (Surah Hud:6)
Teknik Menyelam Laba-laba Lonceng
Laba-laba air dari wilayah hangat
Asia dan Afrika menghabiskan kebanyakan waktunya di bawah air. Karenanya,
mereka membuat sarang di dalam air.
Untuk membangun sarangnya, mula-mula
laba-laba ini membuat sebuah bidang rata antara tangkai-tangkai atau dedaunan
di dalam air. Bidang rata ini dilekatkannya ke tangkai-tangkai dengan
benang-benang suteranya. Selain untuk menstabilkan bidang datar, benang-benang
ini juga berfungsi sebagi ciri untuk pulang ke rumahnya, juga bekerja seperti
radar yang memperingatkan adanya mangsa yang mendekat.
Setelah bidang rata terbentuk,
laba-laba mengangkut gelembung udara ke bawahnya dengan kaki-kaki dan tubuhnya.
Dengan cara ini, jaring menggembung ke atas. Dengan semakin banyak udara yang
ditambahkan, bentuk jaring menjadi serupa lonceng. "Lonceng" ini lah
sarang tempat tinggalnya.
Pada sianghari, laba-laba menanti di
sarangnya. Jika ada binatang yang lewat, terutama serangga atau larva, ia
menerkam dan menyeretnya ke sarang untuk di santapnya. Serangga yang jatuh ke
atas permukaan air menimbulkan getaran. Laba-laba dapat merasakannya dan segera
muncul ke permukaan untuk mengejarnya dan menariknya ke bawah air. Laba-laba
ini bahkan menggunakan jaringnya di permukaan air. Baik serangga maupun korban
lainnya yang jatuh kedalam jaringnya mengalami hal yang sama.
Ketika musim dingin menjelang,
laba-laba harus berjaga-jaga agar tidak membeku. Karena alasan inilah, saat
musim dingin tiba, laba-laba air ini turun lebih dalam. Pada saat itu, ia akan
membuat lonceng musim dingin dan mengisi bagian dalamnya dengan udara. Beberapa
laba-laba lainnya pindah ke cangkang siput-laut yang kosong. Ia tidak pernah
bergerak di dalam loncengnya, dan hampir tidak menggunakan energi yang ada
selama musim dingin. Ini untuk menghemat energi dan mengurangi penggunaan
oksigen. Ini berarti bahwa gelembung udara yang dibawanya menuju lonceng dapat
bertahan hingga 4-5 bulan selama musim dingin.11
Dapat kita lihat bahwa gelembung
udara dan teknik berburu laba-laba ini merupakan cara yang ideal untuk hidup di
bawah air. Mustahil bagi mahluk hidup bisa mencari penghidupannya di bawah air
secara kebetulan. Jika suatu mahluk tidak memiliki keistimewaan yang diperlukan
untuk hidup di bawah air, ia akan mati tenggelam segera setelah masuk ke
dalamnya. Dia tak akan sempat menunggu terjadinya hal yang kebetulan, atau yang
lainnya. Karenanya, mahluk darat yang dapat hidup di bawah air karena
kecakapannya yang sesuai untuk itu, berutang budi kepada keberadaan
kecakapannya itu. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa laba-laba air, yang
memiliki karakteristik dan kemampuan istimewa ini, diciptakan Tuhan dalam
keadaannya yang sempurna.
Sesungguhnya aku bertawakkal kepada
Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada satu binatang melata pun melainkan Dia
lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.
(Surat Hud:56)
Laba-laba Yang Menyerupai Roda
Ketika menghadapi bahaya, beberapa
spesies laba-laba di gurun Namibia, Afrika Barat-Daya, menarik kaki-kakinya
sehingga membentuk tubuhnya tepat seperti roda. Dengan gerakan jungkir-balik
yang berulang, ia menjauh dari bahaya dengan cepat.
Ukuran laba-laba ini sekitar 2,5-3
sentimeter dan dapat bergerak dengan kecepatan 2 meter per detik. Sebagai bahan
perbandingan, putaran tubuh laba-laba dalam bentuk rodanya sama dengan putaran
roda kendaraan dengan kecepatan 40 kilometer per jam.
Beberapa spesies laba-laba
menggunakan teknik ini untuk kabur dari musuhnya. Musuh yang paling sering
dihadapi adalah tawon liar betina. Ketika laba-laba ini, yang membuat sarangnya
di atas bukit pasir, merasakan keberadaan tawon-tawon yang mulai menggali
sarangnya, ia segera berlari keluar. Mula-mula ia mengambil beberapa langkah
untuk membangun kecepatan. Kemudian melipat kaki-kakinya kedalam dan
menggelinding kebawah untuk kabur. Jika saja laba-laba ini membangun sarangnya
di bawah bukit, ia tidak akan bisa mendapatkan kecepatan yang diperlukan untuk
kabur, dan karenanya akan tertangkap. Karena itulah ia membangun sarangnya di
atas bukit. Tindakan siaga ini, meskipun tidak bertemu musuh, merupakan
perilaku yang sadar. Tidak dapat diragukan bahwa Tuhan lah yang mengilhaminya
untuk melakukan hal itu. Tuhan mencipta tanpa contoh sebelumnya, dan Dia Maha
Melihat kepada semua ciptaanNya.
Laba-laba Peludah
Spesies laba-laba yang dikenal
sebagai Scytodes membunuh korbannya dengan menyemprotkan campuran racun
dan zat perekat. Cairan-cairan ini dibuat di dalam kelenjar besar di belakang
matanya. Kelenjar ini terbagi dalam dua rongga. Yang satu berisi racun, yang
lainnya berisi zat perekat. Laba-laba ini mengerutkan otot-otot di sekitar
rongga perekat, maka zat perekat menyembur dari taringnya. Dengan pola semburan
zig-zag, zat perekat ini membentuk jala yang merekatkan mangsa ke daun atau
ranting yang dilewatinya.12 Dengan membuat mangsanya tak dapat
bergerak dan melekat pada cabang atau daun, ia dapat menyantapnya di kemudian
waktu.
Perangkap Pasilobus
Laba-laba yang hanya ditemukan di New
Guinea ini sangat ahli dalam mempersiapkan perangkap. Jaring-jaring yang dibuat
Pasibolus sangat lengket. Keseluruhan jaring dikalungkan di antara dua
buah titik tetap. Ikatan pada ujung yang satu sangat ketat, sementara ujung
yang lainnya dibiarkan longgar. Ini bukan suatu kesalahan, atau akibat
kelalaian laba-laba. Bukti bahwa hal ini sebagai strategi berburu dapat kita ketahui
saat seekor mangsa mendekat. Ketika seekor ngengat terbang menabrak jaring,
ikatan yang longgar terlepas. Karena ujung yang satunya terikat kuat, serangga
tersebut tetap tergantung bagai kantung yang tergantung di udara. Kemudian Pasibolus
mendekatinya dan menyemprotkan zat perekat ke tubuhnya secara merata mulai dari
kepalanya. Dengan cara ini, laba-laba ini menangkap mangsanya hidup-hidup.
KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK
LABA-LABA
PELOMPAT
Lompatan Tanpa Cacat
Berbeda dari laba-laba spesies
lainnya yang membuat jaring dan menunggu mangsa, laba-laba pelompat lebih suka
menyerang mangsanya dengan cara melompat, sesuai dengan nama yang disandangnya.
Laba-laba ini demikian ahlinya sehingga mampu menangkap serangga yang yang
sedang terbang dari jarak setengah meter lebih.
Teknik yang mengagumkan ini bisa
dipakai laba-laba berkat daya tekan hidrolik pada kedelapan kakinya. Pada akhir
penyerangan, laba-laba ini menukik ke arah mangsanya dan menancapkan taringnya.
Lompatannya biasanya dilakukan di antara tumbuh-tumbuhan di daerah yang lebat.
Untuk bisa berhasil, laba-laba harus memperhitungkan sudut lompatan yang tepat,
juga kecepatan dan arah gerak dari korbannya.
Yang lebih menarik lagi adalah cara
laba-laba ini menghindari bahaya kematian setelah menangkap mangsanya. Karena
harus melemparkan dirinya ke udara saat menangkap mangsanya, laba-laba ini
menghadapi risiko kematian. Ia bisa jatuh luluh ke tanah dari ketinggian
(biasanya dari puncak pohon). Namun laba-laba ini menghindari hal ini dengan
menambatkan benang sutera yang dibuatnya ke cabang pohon tempat ia bertengger
sebelum melompat. Ini mencegahnya jatuh dan membuatnya bergantung di udara.
Benang tersebut cukup kuat untuk menahan beban tubuhnya dan mangsa yang ditangkapnya.
Misi: Mencari dan mengunci sasaran
Karakteristik lainnya dari laba-laba
ahli melompat ini juga tak bercacat. Dua dari matanya yang terletak di tengah
kepalanya menjorok ke depan seperti teropong. Dua matanya yang besar ini dapat
bergerak ke kiri, ke kanan, ke atas dan ke bawah pada soketnya. Berkat retina
mata yang berlapis empat, yang sensitif terhadap gelombang hijau dan
ultraviolet, jarak pandang laba-laba ini baik sekali. Penglihatan keempat mata
lain di sisi kepalanya tidak sejelas kedua mata depan ini, namun dapat
merasakan setiap gerakan di sekitarnya. Dengan cara ini, hewan ini dengan mudah
merasakan keberadaan mangsa atau musuh di belakangnya.13
Mari kita pikirkan apa yang telah
kita pelajari sejauh ini. Konstruksi tubuhnya sedemikian rupa sehingga
membuatnya lincah bergerak, dan mampu menangkap mangsanya dengan satu lompatan.
Matanya juga mampu melihat mangsanya dari setiap arah.
Secara alami, laba-laba ini tidak
berpikir bahwa mata-mata tambahannya bisa bermanfaat baginya, lalu kemudian
menggunakannya. Mata-matanya ini tidak muncul secara kebetulan. Hewan ini
diciptakan Tuhan, lengkap dengan semua karakteristiknya. Teori evolusi, yang
tak mampu menjelaskan bagaimana terjadinya sebuah mata, tak mampu berkomentar
terhadap kedelapan mata laba-laba pelompat ini, serta koordinasi diantara
semuanya.
Teknik Penyamaran Yang Lengkap
Jika Anda ditanya apa yang dapat Anda
lihat dalam gambar kanan-atas ini, umumnya Anda akan menjawab “beberapa semut
di atas dan di bawah daun”. Namun sesuatu yang diam menunggu di bawah daun
tersebut bukanlah seekor semut, melainkan laba-laba pelompat yang dikenal
sebagai Myrmarachne. Satu-satunya cara untuk membedakan laba-laba
tersebut dari semut adalah dari jumlah kakinya. Karena laba-laba memiliki
delapan kaki sedangkan semut hanya enam.
Bagaimana laba-laba pelompat bisa
mengelabui semut-semut? Ia melakukannya bukan hanya dengan bentuk penampilan
saja, melainkan juga dengan perilakunya. Sebagai contoh, untuk menyembunyikan
jumlah kakinya, laba-laba pelompat memegang dua kaki depannya untuk meniru
antena semut.14 Dengan cara ini, kaki-kaki ini menyerupai antena
semut. Sampai di sini kita mesti berhenti dan berpikir: itu berarti bahwa
laba-laba dapat berhitung. Laba-laba ini menghitung jumlah kaki-kakinya dan
jumlah kaki semut, dan kemudian membandingkannya. Melihat adanya perbedaan ini,
ia mengerti bahwa ia harus menutupinya dengan cara yang sangat pintar dengan
membuat dua kaki depannya menyerupai antena.
Sampai di sini, ada beberapa hal yang
perlu dipikirkan. Pertama-tama, laba-laba samasekali berbeda secara fisik dari
semut. Agar bisa menyerupai semut, tidak cukup bagi laba-laba hanya dengan
mengangkat dua kakinya ke udara. Ia juga harus meniru cara semut berjalan dan
posisi tubuhnya. Untuk itu ia harus menjadi pengamat yang ahli, juga ahli dalam
meniru apa yang dilihatnya, seperti seorang aktor yang sedang memainkan sebuah
peran.
Seperti telah kita lihat, laba-laba
di atas menggunakan cara-cara peniruan yang memerlukan pemikiran, merubah
pemikiran tersebut kedalam tindakan, dan melakukan perubahan-perubahan fisik
saat melakukannya. Tak satu pun manusia yang berakal sehat akan menyangkal
bahwa laba-laba tidak dapat melakukan semua itu. Satu saja alasannya, otak
laba-laba tidak akan mampu memikirkannya. Jika demikian, apa yang menjadi
sumber kemampuan laba-laba ini? Namun sebelum sampai pada suatu kesimpulan,
sebaiknya kita lihat dahulu beberapa kemampuan lain yang diperlukan bagi
sempurnanya penyamaran diatas.
Penyamaran laba-laba tidak sebatas
uraian diatas. Agar nampak seperti semut, ia harus menyembunyikan matanya yang
besar itu. Sebuah karakteristik laba-laba menyelesaikan masalah ini. Dua bintik
gelap di kedua sisi kepala laba-laba menyerupai mata majemuk besar dari semut
penganyam.15
Mari kita berhenti dan berpikir.
Laba-laba ini tidak mengetahui adanya kedua bintik di sisi kepalanya. Sangat
tidak logis untuk membicarakan bahwa seekor laba-laba mengetahui sesuatu hal
dan secara sadar mengembangkan suatu strategi darinya. Dalam hal ini, bagaimana
laba-laba ini bisa memiliki mata palsu dikedua sisi kepalanya? Bgaimana
laba-laba bisa “belajar”, “menghitung”, dan “meniru”? Apa yang akan terjadi
apabila ia tidak memiliki kedua mata palsu itu? Dalam keadaan demikian, sebagus
apapun peniruan yang dilakukan laba-laba, semut akan dapat mengetahuinya. Jika
semut-semut menyadari bahaya ini dan bereaksi sebelum laba-laba bertindak, maka
akan tamat lah riwayat laba-laba ini. Semut-semut akan membunuh laba-laba
dengan taringnya yang kuat. Jelas bahwa dapat meniru saja tidak lah cukup,
laba-laba juga harus memiliki mata palsu sejak lahir agar penyamarannya
berhasil.
Ini adalah beberapa karakteristik
yang diperlukan laba-laba ini untuk dapat bertahan hidup. Satu saja hilang,
laba-laba pelompat ini akan langsung mati. Karenanya mustahil bahwa laba-laba
ini muncul dengan semua karakteristik di atas karena peristiwa kebetulan.
Laba-laba dan semua karakteristiknya terjadi secara bersamaan. Tuhan telah
menciptakan setiap mahluk hidup dalam bentuknya yang sempurna, lengkap dengan
karakteristik-karakteristik yang diperlukan.
Rahang Pisau-lipat
Laba-laba jantan Myrmarachne
plataleoides memiliki penampilan yang paling menarik. Ia memiliki “hidung”
yang panjang. Ketika laba-laba ini menangkap mangsanya, atau jika dalam bahaya,
ia membelah “hidung”-nya dan merubahnya menjadi rahang-rahang dengan taring
terhunus pada masing-masing ujungnya.16 Ini dilakukannya dengan
membuka lipatan pada “hidung”-nya itu. Selanjutnya, ia menggunakan alat tajam
dan panjang ini layaknya sebuah pedang.
Kasih-sayang Laba-laba Pelompat
Pada saat-saat tertentu, laba-laba
pelompat membawa anaknya yang baru lahir di punggungnya. Dengan cara ini ia
dapat memenuhi kebutuhannya sekaligus melindungi anak-anaknya dengan lebih
baik.17 Sebagai mesin pembunuh berdarah dingin, laba-laba ini pada
saat yang sama sangat mengasihi keturunannya. Hal ini menimbulkan banyak
pertanyaan bagi kaum evolusionis, yang berpendapat bahwa ada persaingan hidup
di antara mahluk-mahluk hidup, dan hanya yang dapat menyesuaikan diri yang
dapat bertahan hidup. Namun jika kita amati mahluk-mahluk hidup di alam, kita
akan menemui contoh-contoh yang bertentangan dengan pendapat mereka. Ada banyak
contoh kasih-sayang yang nyata di antara mahluk-mahluk dalam spesies yang sama
maupun di antara spesies yang berbeda. Fakta pengorbanan diri untuk mahluk
hidup lainnya, atau mengambil risiko maut demi anak-anaknya, membuat kaum
evolusionis menemui jalan buntu saat mereka melihat fakta alam. Sebuah majalah
ilmiah menguraikan keadaan ini sebagai berikut:
Pertanyaannya adalah mengapa
mahluk-mahluk hidup saling membantu? Menurut teori Darwin, setiap mahluk hidup
selalu berperang untuk mempertahankan hidupnya dan untuk berkembang biak.
Karena menolong mahluk-mahluk lain akan mengurangi peluang hidupnya sendiri,
pola perilaku ini semestinya telah lama hapus. Sebaliknya, banyak fakta bahwa
mahluk-mahluk hidup kadang mampu mengorbankan diri.18
Jelas mustahil untuk menjelaskan
bahwa kasih-sayang induk binatang kepada keturunannya ini timbul melalui
mekanisme evolusi. Ini merupakan fakta yang definitif sehingga banyak kaum
evolusionis, seperti Cemal Yildrim, harus mengakuinya:
Adakah peluang untuk menjelaskan
kasih-sayang terhadap keturunan dengan sistem “buta” yang tidak menyertakan
faktor-faktor emosional (seleksi alam)? Sulit sekali untuk mengatakan bahwa
para ahli biologi, dan para penganut Darwinisme, dapat memberikan tanggapan
yang memuaskan terhadap pertanyaan ini.19
Tentu saja mustahil untuk menjelaskan
konsep cinta, kasih-sayang dan keinginan melindungi dari sudut pandang sistem
“buta” manapun. Karena Tuhan lah yang mengilhami seluruh perilaku binatang,
yang tak memiliki kesadaran dan kecerdasan. Binatang apapun mustahil mampu
berkorban, menyiapkan rencana, bahkan melakukan apapun dengan kemauannya
sendiri. Tuhan lah yang mengendalikan semuanya.
KEAJAIBAN
SUTERA
Setiap orang mengetahui bahwa untuk
membuat jaring, laba-laba menggunakan benang sutera yang dihasilkan tubuhnya
sendiri. Namun tahap-tahap pembuatan benang dan keistimewaan-keistimewaannya
tidak begitu dikenal. Benang yang diproduksi laba-laba, dengan diameter kurang
dari satu perseribu milimeter, lima kali lebih kuat dibanding tali baja yang
berdimensi sama. Lebih dari itu, benang ini dapat molor hingga empat kali
panjang normalnya. Yang menakjubkan lagi, sutera ini sangat ringan. Sebagai
gambaran, benang sutera yang direntangkan mengelilingi bumi hanya memiliki
berat 320 gram saja.20
Akan bermanfaat jika kita melihat
lebih jauh pada detil teknis di atas. Fakta bahwa sutera lima kali lebih kuat
dibanding baja, tidak dapat kita terangkan begitu saja. Karena baja, yang
dikenal sebagai salah satu material terkuat di dunia, merupakan logam campuran
yang diproduksi di pabrik besar dengan serangkaian proses-proses. Meskipun lima
kali lebih kuat dibanding baja, sutera laba-laba tidak dibuat dalam
pabrik-pabrik besar, melainkan dibuat oleh seekor arachnida. Dapat kita
lihat bahwa semua laba-laba dapat membuatnya. Baja merupakan material berat,
dan karenanya sulit digunakan. Baja dibuat dalam tungku besar pada temperatur
tinggi, dan dipakai setelah melalui proses pendinginan dalam cetakan-cetakan.
Berbeda dengan itu, benang laba-laba sangat ringan,dan dibuat dalam tubuh tubuh
laba-laba yang kecil, bukannya dalam tungku-tungku dan cetakan-cetakan raksasa.
Aspek ajaib lainnya adalah
elastisitasnya yang sangat tinggi. Sulit sekali bisa menemukan material yang
kuat sekaligus elastis. Sebagai contoh, kabel baja merupakan salah satu bahan
terkuat di dunia. Namun karena tidak elastik seperti karet, baja kehilangan
bentuknya secara perlahan. Dan meskipun kabel-kabel karet tidak mengalami
kehilangan bentuk, bahan ini tidak cukup kuat untuk mengangkat beban-beban
berat. Sebaliknya, sutera laba-laba lima kali lebih kuat dibanding kawat baja
dengan ketebalan yang sama, dan 30 persen lebih elastik dibanding karet yang
tebalnya sama.21 Dalam istilah teknis, dari segi kekuatan tarik dan
elastisitasnya, tidak ada material lain yang menyerupai benang laba-laba.
Hasil riset terhadap laba-laba
beberapa dekade yang lalu telah menimbulkan beberapa pertanyaan. Sebagai
contoh, sementara manusia membuat kabel-kabel baja dan karet berdasarkan
pengetahuan yang dikumpulkannya beratus-ratus tahun yang lalu, pengetahuan apa
yang digunakan laba-laba untuk membuat benang yang demikian unggul? Mengapa
manusia tidak dapat memahami formulanya dan menggunakannya dalam praktek? Apa
yang membuat sutera laba-laba demikian unggul? Jawabannya tersembunyi dalam
kunstruksi sutera. Riset yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pengolah
bahan kimia internasional baru bisa menentukan sebagian bahan dari benang laba-laba
ini.
Pembuatan Sutera
Sutera yang dibuat laba-laba jauh
lebih kuat dibanding serat alami atau serat sintetik manapun yang kita kenal.
Menyadari hal ini, para ilmuwan mulai bereksperimen untuk memahami bagaimana
laba-laba membuatnya. Mereka yang pertama kali melakukannya berpikir bahwa hal
tersebut semudah mengambil sutera dari ulat sutera. Namun ternyata pikiran
mereka keliru.
Setelah melakukan riset, ahli zoologi
evolusioner dari Aarhus University Denmark, Fritz Vollrath menyatakan bahwa
tidak mungkin untuk memperolehnya secara langsung dari laba-laba. Menghadapi
kenyataan ini, para ilmuwan mendapat gagasan alternatif berupa “produksi sutera
laba-laba buatan”. Namun sebelum itu, para peneliti harus mengetahui cara
laba-laba membuat suteranya. Dan ini membutuhkan waktu beberapa tahun. Dalam
karyanya beberapa waktu kemudian, Vollrath menemukan beberapa bagian dari cara
pembuatan tersebut. Cara yang digunakan laba-laba sungguh serupa dengan proses
yang digunakan untuk membuat serat-serat industri seperti nilon: laba-laba
mengeraskan suteranya dengan mengasamkannya. Vollrath memusatkan penelitiannya
pada laba-laba taman yang dikenal sebagai Araneus diadematus, dan
memeriksa saluran yang dilalui sutera sebelum keluar dari tubuhnya. Sebelum
memasuki saluran ini, sutera terdiri dari protein-protein sutera. Di dalam
saluran ini, sel-sel khusus mengeluarkan air dari protein-protein sutera
tersebut. Atom-atom hidrogen yang diambil dari air tersebut dipompakan ke
bagian lain dari saluran dan menghasilkan bak asam. Ketika protein-protein sutera
bersentuhan dengan asam tersebut, protein-protein ini melipat dan saling
membentuk jembatan-jembatan yang mengeraskan suteranya.22 Tentu saja
pembentukan sutera ini tidak sesederhana itu. Agar sutera terbentuk, diperlukan
bahan-bahan lain dengan segudang sifat yang beragam.
Bahan mentah sutera laba-laba adalah
“keratin”, suatu protein yang tampil sebagai untaian helikal terjalin dari
rantai-rantai asam amino. Bahan ini juga ditemukan pada rambut, tanduk dan bulu
binatang. Laba-laba memperoleh semua bahan mentah suteranya dari sintesis
asam-asam amino dari hasil pencernaan mangsanya. Laba-laba juga makan dan
mencerna jaringnya sendiri sebagai bahan untuk membuat jaring berikutnya.
Letak kelenjar sutera laba-laba
ditemukan di daerah sekitar dasar perut laba-laba. Masing-masing kelenjar
menghasilkan elemen yang berbeda. Beragam jenis benang sutera dihasilkan dari
beragam kombinasi elemen-elemen dari kelenjar-kelenjar ini. Ada keserasian yang
sangat tinggi di antara kelenjar-kelenjar tersebut. Selama proses produksi
sutera, digunakan pompa-pompa dan sistem tekanan khusus yang canggih di dalam
tubuh laba-laba. Sutera mentah yang diproduksi dikeluarkan dalam bentuk
serat-serat melalui cerat-cerat pemintal (nosel) yang berfungsi seperti keran.
Laba-laba dapat mengatur tekanan semprotan dari cerat-cerat ini sesuai dengan
keinginannya. Ini merupakan ciri yang sangat penting karena dengan cara inilah
pembentukan molekul-molekul yang membentuk keratin mentah diubah. Dengan
mekanisme kendali pada katup-katup tersebut; diameter, daya tahan, dan
elastisitas benang dapat diubah saat pembuatan. Maka benang dapat dibentuk
dengan karakteristik yang dikehendaki tanpa harus mengubah komposisi kimianya.
Jika dikehendaki perubahan yang lebih besar pada benang, kelenjar lain harus bekerja.
Benang-benang sutera halus yang dihasilkan, dengan berbagai keistimewaannya,
dibentuk sesuai keinginan dengan menggunakan kaki-kaki belakang secara piawai.
Perbandingan campuran antara
elemen-elemen yang dihasilkan keenam kelenjar sangat penting. Sebagai contoh,
jika benang lengket yang dibuat, dan jumlah bahan perekatnya tidak memadai,
maka kemampuan untuk menangkap mangsa akan hilang. Jika bahan perekatnya
terlalu banyak, daya-guna jaring akan berkurang. Untuk mencapai tujuan yang
dikendaki, produk-produk kelenjar lain harus digunakan dengan kadar yang benar.
Hasil dari proses-proses ini adalah
sutera laba-laba dengan beragam sifat, yang semuanya berbeda satu sama lain,
dan mampu melayani berbagai fungsi. Sutera laba-laba begitu kuat sehingga ahli zoologi,
Vollrath, mengungkapkannya dengan kata-kata berikut: “Sutera laba-laba lebih
kuat dan lebih elastis dibanding Kevlar, sementara Kevlar adalah serat terkuat
buatan manusia.”23
Ini hanya sebagian dari sifat khas
sutera laba-laba. Tidak seperti Kevlar, bahan plastik kuat untuk pembuatan
jaket anti peluru, sutera laba-laba dapat didaur ulang dan digunakan
berkali-kali.
Hal yang paling penting di sini
adalah bahwa produk yang paling sempurna di dunia ini, yang lebih kuat dari
baja dan lebih elastik dibanding karet, di buat di dalam tubuh laba-laba.
Pabrik tekstil terbesar dengan teknologi termaju, juga laboratorium kimia
terlengkap dan termoderen sekalipun belum sanggup membuat bahan yang menyerupai
sutera laba-laba. Lalu bagaimana seekor laba-laba mampu merencanakan bahan
kimia yang begitu unggul? Setelah merencanakannya, bagaimana ia mengetahui
sumber bahan mentah yang diperlukan untuk membuatnya? Bagaimana pula ia
menentukan kadar keenam bahan dasarnya? Peralatan apa yang dipakainya untuk
menentukan perbandingan bahan dasar tersebut?
Tidak diragukan bahwa semua itu
mustahil terjadi secara kebetulan, sebagaimana dinyatakan kaum evolusionis.
Laba-laba tak akan mampu menciptakan sistem baru dalam tubuhnya sendiri.
Mustahil ia dapat mengetahui sekonyong-konyong apa saja yang diperlukan lalu
kemudian menempatkannya di dalam tubuhnya. Gagasan seperti itu jauh dari
kenyataan ilmiah dan logika.
Jelas sistem yang mampu menghasilkan
sutera dengan beragam keistimewaan itu tidak mungkin terjadi dengan sendirinya.
Pernyataan seperti itu hanyalah omong-kosong belaka.
Tuhan, Pencipta langit dan bumi, lah
yang menciptakan laba-laba dengan semua sistemnya yang halus dan rumit ini, Dia
lah yang menciptakan segalanya tanpa cacat sedikit pun, dan Dia Maha Mengetahui
atas segala mahlukNya.
…Tiada sekutu bagiNya di Kerajaan
ini. Dia lah yang menciptakan segala sesuatu dan menentukannya dengan ukuran
yang tepat. (Surat Al-Furqan:2)
Benang Yang Paling Cocok Bagi
Peruntukannya
Tidak dikenal luas bahwa laba-laba
menggunakan lebih dari satu jenis benang saat membuat jaringnya. Sebenarnya,
laba-laba membuat beragam benang dalam tubuhnya untuk tujuan yang berbeda-beda.
Jelas karakteristik ini sangat penting jika kita melihat kehidupan laba-laba.
Penting karena benang-benang untuk berjalan, untuk menangkap mangsa, dan untuk
membungkus mangsa harus berbeda satu dengan lainnya. Sebagai contoh, jika
benang yang digunakan untuk berjalan sama lengketnya dengan benang untuk
menangkap mangsa, maka laba-laba akan terjerat padanya dan berakibat kematian.
Mari kita lihat sebuah contoh. Semua
laba-laba membuat dan menggunakan beragam sutera. Namun nampaknya, laba-laba Araneid
merupakan pembuat jaring bola paling banyak ragam suteranya. Sedikitnya,
laba-laba ini membuat tujuh macam sutera. Yang pertama adalah sutera yang
membentuk kerangka dan jari-jari bola serta tali-gantung (dragline)
untuk dia turun ke bagian bawah; yang kedua adalah sutera lengket yang
digunakan untuk membentuk spiral penangkap. Sebagai tambahan, laba-laba ini
membuat perekat untuk melapisi sutera spiral tersebut; serat-serat tambahan
yang memperkuat kerangka dan tali-gantung; sutera kokon; sutera untuk
membungkus mangsa; dan sutera untuk melekatkan kerangka dan tali-gantung ke
struktur pondasi.24
Semua sutera ini, dengan beragam
kekuatan dan elastisitas, juga memiliki ketebalan dan daya lengket yang
berbeda-beda. Tali-gantung yang menjadi bagian terpenting dari kehidupan
laba-laba, misalnya, tidak memiliki daya-rekat meskipun kuat dan elastik. Tali
ini dapat menahan beban hingga dua atau tiga kali berat tubuh laba-labanya.
Berkat tali sutera inilah laba-laba yang sedang membawa mangsa dapat bergerak
aman ke atas dan ke bawah.
Sebagaimana telah kita lihat, agar
dapat bertahan hidup, laba-laba harus mampu membuat beragam jenis sutera dan
tahu di mana harus menggunakan masing-masing jenis sutera tersebut. Hilang satu
jenis saja berarti kematian baginya.
Mustahil seekor laba-laba dapat
bertahan hidup tanpa memiliki semuanya itu secara bersamaan. Bayangkanlah seekor
laba-laba yang mampu membuat jaring yang sempurna namun tak memiliki
daya-rekat. Jaringnya tidak akan berguna sama sekali. Menunggu beribu-ribu
tahun untuk terjadinya proses evolusi juga bukan suatu pilihan baginya, karena
tanpa pengetahuan ini laba-laba akan mati dalam beberapa hari saja. Atau
bayangkan lagi seekor laba-laba yang mampu membuat beragam sutera tetapi tak
mampu membuat jaring dari sutera tersebut. Tentu saja sutera buatannya tak
berguna sama sekali, dan lagi-lagi ia akan mati. Bahkan jika ia mampu membuat
semua jenis sutera kecuali sutera kokon untuk melindungi telur-telurnya, maka
laba-laba tersebut akan punah. Maka, laba-laba tak pernah memiliki waktu untuk
mendapatkan semua karakteristik yang kini dimilikinya satu demi satu secara bertahap
sebagaimana pernyataan kaum evolusionis.
Tidak satu keistimewaan pun dapat
terjadi secara bertahap seperti dinyatakan kaum evolusionis. Sejak laba-laba
pertama yang lahir ke bumi, semua laba-laba harus berwujud lengkap. Semua fakta
ini merupakan bukti bahwa laba-laba muncul ke dunia langsung dalam bentuknya
yang sempurna. Dengan kata lain, laba-laba diciptakan oleh Tuhan. Dengan
keajaiban penciptaan laba-laba ini, Tuhan hendak menunjukkan kepada kita
kekuasaan dan ilmuNya yang tiada batas.
Elastisitas Benang Sutera
Bergantung pada tujuan pemakaiannya,
benang laba-laba memiliki sifat-sifat yang berbeda. Sebagai contoh,
benang-benang lengket berbeda dari benang untuk tali-gantung yang dibuat dalam
kelenjar yang berbeda pula. Benangnya lebih tipis dan lebih elastik. Dalam
kondisi tertentu, benang jenis ini dapat molor hingga 500-600 persen.
Laba-laba memiliki sistem
pompa-dan-katup yang memungkinkannya mampu membuat benang sutera.
Saluran-saluran kelenjar mengentalkan zat yang dipancarkannya menjadi bentuk
yang sangat pekat - suatu kristal cair yang molekul-molekulnya tersusun dalam
garis-garis sejajar. Gaya-gaya geser kuat yang ditimbulkan cerat ekstrusi pada
benang yang keluar, menyebabkan rantai-rantai membentuk struktur tersier stabil
yang disebut sebagai lapisan/lembaran berlipit-beta (beta-pleated sheet).
Kristal-kristal protein ini
selanjutnya dimasukkan kedalam matriks semacam karet, yang tersusun dari
rantai-rantai asam amino, yang tidak terhubung ke lapisan-lapisan
berlipit-beta. Namun, tali-tali helikal ini terikat dalam keadaan yang
berentropi tinggi. Kondisi acak inilah tepatnya yang menyebabkan elastisitas
luar biasa, seperti karet, pada sutera. Meregangkan benang sutera menyebabkan
lepasnya tali-tali protein dari keadaan tidak-teraturnya, sedangkan mengulurnya
memungkinkan tali-tali ini berhubungan kembali membentuk ketidakteraturan.25
Elastisitas benang-benang lengket
memungkinkan terhentinya gerakan serangga yang menubruknya secara
perlahan-lahan. Dengan demikian, bahaya putusnya jaring berkurang. Zat perekat
yang digunakan diproduksi dalam grup kelenjar-kelenjar lain yang masing-masing
memiliki fungsi yang berbeda. Bahan ini sedemikian rekatnya sehingga serangga
yang terjerat jaring mustahil dapat lolos.
Benang Laba-laba Lebih Kuat Daripada
Baja
Sutera laba-laba merupakan
skleroprotein yang dipancarkan dari cerat pemintal dalam bentuk cairan.
Skleroprotein adalah sejenis protein yang mengeras dan membentuk struktur
elastik yang kokoh jika berhubungan dengan udara. Berkat protein inilah sutera
laba-laba sangat kuat. Sutera ini demikian kuat dan alotnya sehingga jaringnya
dalam skala besar dapat menangkap pesawat udara.26
Elastisitas sutera diimbangi oleh
kekuatannya. Karena merupakan bahan komposit, seperti serat-serat gelas dalam resin,
sutera memiliki kekuatan tinggi. Kristal dan matriksnya tidak mudah hancur.
Benang yang teregang biasanya melesak karena retakan pada permukaannya
membelahnya secara memasung. Gaya-gaya yang bekerja di sepanjang serat terpusat
pada retakan dan mengakibatkan sobekan kedalam yang semakin cepat. Namun,
retakan semacam ini hanya dapat terus bergerak jika tidak menemui rintangan.
Kristal-kristal dalam matriks karet dari sutera laba-laba merupakan
rintangan-rintangan yang membelokkan dan melemahkan gaya sobekan ini.27
Pada benda yang tegang, kerusakan
sedikit pun pada permukaannya bisa membahayakan. Namun pada benang laba-laba,
risiko ini terhindari dengan adanya tindakan pencegahan. Ketika laba-laba taman
membuat suteranya, pada saat yang sama ia melapisinya dengan bahan cair
sedemikian rupa sehingga setiap kemungkinan retakan pada permukaan sutera bisa
dihindari. Cara yang dilakukan laba-laba berjuta-juta tahun lamanya ini, kini
digunakan pada kabel-kabel industri kekuatan tinggi untuk beban berat.
Sejauh ini, uraian di atas merupakan
uraian teknis dari keajaiban konstruksi sutera laba-laba. Kini kita harus
berhenti dan berpikir. Kebenaran apa yang mendasari penjelasan teknis ini?
Jelas sekali bahwa laba-laba tidak mengetahui tentang protein-protein dan keadaan
kristal dari atom. Ia juga tidak mengetahui ilmu kimia, fisika, ataupun ilmu
rekayasa. Ia adalah mahluk tanpa kemampuan berpikir. Karena
keistimewaan-keistimewaan yang dimilikinya, mustahil semua ini sebagai akibat
kejadian kebetulan. Namun jika demikian, lalu siapa yang membuat
rencana-rencana dan perhitungan-perhitungan di atas? Karena setelah kita
pelajari dari jaring dan suteranya, dan dari cara berburu serta cara hidupnya,
jelas sekali bahwa operasi teknis tanpa cacat ini tidak mungkin terjadi dengan
sendirinya.
Setiap laba-laba yang kita lihat di
sudut-sudut taman atau di sela-sela tanaman di taman, dengan kemampuan kimia,
fisika dan arsitekturalnya, lagi-lagi merupakan bukti yang jelas dari
karya-cipta Tuhan. Pada mahluk hidup ini, Tuhan hendak menunjukkan kepada kita
kebijakanNya yang tak berbatas, Kekuasaan ciptaanNya yang tiada tanding. Tuhan
menyatakan kebenaran ini di dalam Al-Qur’an:
Semua yang di langit dan di bumi
bertasbih kepada Allah. Dia lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. KepunyaanNya
lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu. (Surat Al-Hadid:1-2)
Teknik Pembuatan Jaring Yang
Mengagumkan Dari Laba-laba Taman
Laba-laba taman menggunakan tiang
penopang untuk memperkokoh sarang mereka. Pada jaringnya, laba-laba
menstabilkan spiral terluarnya dengan 4 hingga 6 titik pegangan dan
menggantungnya secara vertikal untuk menangkap serangga yang sedang terbang.
Selain itu, laba-laba ini melekatkan pemberat pada bagian bawah benang spiral
terluar, dari benang pendek lainnya sedemikian rupa sehingga membuatnya tegang.
Pemberat ini, yang membuat jaring menjadi kuat dan berayun di udara, bisa
berupa batu kecil, sepotong kayu, atau cangkang siput. Para ilmuwan telah
mengamati bahwa jika mereka mengangkat dengan hati-hati pemberat yang
tergantung pada jaring tanpa melepaskannya dan tanpa menghentikan ayunannya,
laba-laba yang sedang menunggu di sarangnya segera muncul dan memeriksanya.
Kemudian laba-laba tersebut memperpendek benangnya agar pemberat tersebut
berayun bebas kembali. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa semua itu
dilakukan laba-laba untuk memperkokoh jaringnya.28
Perangkap Paling Kejam Di Dunia
Mangsa yang tertangkap dalam sebuah
jaring laba-laba tidak bisa berkutik sama sekali. Perangkap ini dipersiapkan
sedemikian piawainya sehingga setiap gerakan korban untuk lolos mengakibatkan
hilangnya elastisitas benang dan semakin mempererat jeratan pada mangsa.
Sejalan dengan waktu, dan setelah korban kehabisan tenaganya, jaring menjadi
semakin kuat dan semakin tegang dari sebelumnya. Laba-laba yang mengawasi
perjuangan sia-sia ini, dari salah satu sudut jaring, dengan mudah dapat
membunuh mangsanya yang telah lunglai.
Ketika serangga yang terperangkap
berusaha lolos, seseorang bisa saja menduga bahwa jaringnya akan rusak dan
korban akan lolos dari perangkap. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Jaring
tersebut menjadi semakin kuat dan sama sekali membuat serangga mati kutu.
Bagaimana jaring laba-laba bisa menjadi lebih kuat ketika korban berusaha untuk
lolos?
Jawabannya muncul saat kita memeriksa
struktur jaringannya. Benang-benang penangkap berubah bentuk karena kelembaban
udara. Perubahan ini terjadi sebagai berikut. Benang spiral laba-laba taman
terbentuk dari menyatunya dua serat berlapis-cairan. Cairan lengket ini dibuat
dalam kelenjar yang berbeda dari kelenjar penghasil serat. Benang sutera yang
keluar dari kelenjar serat secara sinambung dilapisi bahan lengket ini. Sumber
bahan perekat ini adalah glikoprotein yang dikandungnya. Lebih jauh lagi, 80
persen bahan ini adalah bahan ekonomis, yakni air.29
Ketika bertemu dengan air di udara,
cairan lengket ini terurai menjadi butiran-butiran kecil yang melekat ke
benang. Pengerutan dan peregangan benang lengket secara cepat dan berulang akan
membengkokkan dan meluruskan serat-serat inti dalam butiran-butiran ini.
Karenanya, keseluruhan sistem serat-inti dan pelapis selalu dalam keadaan
tertarik, dan membuat benang lengket ini tetap tegang. Energi dari hentakan
angin atau dari gerakan serangga tidak hanya diserap sutera saja, melainkan
oleh keseluruhan sistem tersebut.
Serat-serat inti memberikan andil
juga dalam keseluruhan proses di atas. Seperti halnya karet yang diperkuat,
serat-serat ini terplastisasi dan mendapat manfaat langsung dari elastisitas
entropik yang bergantung pada temperatur. Karena energi kinetik dari mangsa
sebagian besar berubah menjadi panas, benang-benang menjadi hangat. Pemanasan
ini meningkatkan entropi, dan karenanya serat-serat inti menjadi semakin kuat.
Energi yang diserap dari mangsa benar-benar memperkuat benang penangkap, dan
hal ini terjadi karena kepandaian laba-laba dalam menggunakan pelapisan encer.30
Dari segi ini, jaring laba-laba merupakan perangkap paling kejam yang ada di
alam.
Anda mungkin bertanya, apakah
keistimewaan-keistimewaan ini terdapat pula pada benang-benang sutera lain. Apa
yang terjadi jika memang demikian halnya? Misalnya, apa yang terjadi jika
benang penahan-beban memiliki kapasitas regang yang sama? Tentunya akan sangat
sukar bagi laba-laba untuk membawa dirinya dan mangsanya. Berbeda dari
benang-benang penangkap, sutera penahan-beban yang membentuk kerangka jaring
laba-laba dilapisi zat kimia lain yang melindunginya dari air, karena benang
ini tidak harus seelastis benang lengket.
Seperti telah kita lihat, laba-laba
membuat zat pelapis yang berbeda untuk fungsi dan konstruksi sutera yang
berbeda. Lalu, bagaimana laba-laba dapat mengetahui ragam efek fisika dan efek
kimia dari zat pelapis ini? Berpegang teguh dengan pendapat bahwa laba-laba
telah terlatih, atau belajar dari pengalaman, atau terjadi karena kebetulan
sungguh jauh dari akal sehat.
Sedikit pemikiran saja sudah cukup
untuk mendapatkan jawaban yang benar. Agar laba-laba bisa merencanakan semua
ini, maka ia harus mempelajari semua struktur-struktur molekul, serta mekanisme
kimia yang menyebabkan pemadatan benda cair seperti yang telah kami uraikan di
atas. Setelah mempelajari semua itu, ia harus mengambil keputusan untuk
memproduksinya. Setelah keputusan itu diambil, ia harus melakukan perubahan
pada tubuhnya dan menyusun sistem-sistem untuk membuat semua produk tersebut.
Tentu saja yang demikian itu hanya
skenario khayal belaka. Seperti telah kita lihat, perencanaan tubuh laba-laba
yang demikian sempurna dan perilakunya yang memiliki tujuan, tidak dapat
dijelaskan dengan peristiwa apapun di alam, atau dengan kekuatan apapun. Dan
semua orang yang berakal sehat dapat melihat bahwa laba-laba tak akan mampu
melakukan sendiri semua itu bagi dirinya. Karenanya, mustahil menjelaskan
perilaku laba-laba dan struktur fisiknya, dengan istilah perubahan-perubahan
yang bertahap sejalan dengan waktu, atau dengan proses evolusioner lainnya.
Semua mahluk hidup di alam memiliki
karakteristik yang serupa, atau bahkan lebih rumit, dibanding laba-laba.
Mempelajari salah satunya saja akan cukup untuk meyakinkan adanya rencana nyata
dalam mahluk-mahluk ini. Sangat jelas ada suatu kekuatan yang menguasai mereka.
Rencana fisiknya, juga perilakunya membuktikan bahwa mahluk-mahluk hidup ini
dibuat oleh Sang Pencipta, yakni Tuhan. Kecerdasan saja tidak akan memadai
untuk bisa melihat hal ini. Tuhan, Penguasa seluruh dunia telah menyatakan
fakta ini kepada manusia dalam ayatNya, ‘(Dia lah) Penguasa Timur dan Barat
dan segala yang ada di antaranya. Jika saja kamu menggunakan akalmu.’
(Surat Asy-Syuara:28)
Sutera Laba-laba Dan Industri
Pertahanan/Senjata
Kekuatan dan elastisitas bahan
merupakan hal yang sangat penting dalam sektor industri. Kekuatan memperluas
bidang penerapan, sedangkan elastisitas meningkatkan kemudahan penerapannya.
Dari segi kekuatan dan elastisitasnya, benang laba-laba merupakan bahan paling
sempurna di dunia. Karena alasan inilah para peneliti sangat menggiatkan kajian
mereka terhadap sutera laba-laba pada kuartal terakhir abad 20. Sebagai
hasilnya, mereka telah mampu membuat bahan kimia yang serupa dengan sutera
namun dengan mutu yang jauh lebih rendah. Pendek kata, meskipun menggunakan
seluruh sumberdaya dan penelitian mendalam, serta teknologi moderen belum mampu
menghasilkan suatu benang yang setara dengan benang yang dibuat laba-laba.
Benang laba-laba merupakan suatu
protein yang terdiri dari asam-asam amino: glisin, alanin, serin, dan tirosin.
Perusahaan Du Pont telah memproduksi beragam serat sintetik dengan menggali
formula kimia sutera, dan dengan menentukan tata-letak molekul-molekul
penyusunnya. Setiap molekul raksasa dalam polimer sintetik ini terbuat dari
ribuan rantai molekular atom-atom karbon, oksigen, nitrogen, dan hidrogen.
Produk buatan yang dikenal dengan nama Kevlar ini merupakan serat organik yang
terbaik. Dengan kekuatan dan elastisitasnya, serat-serat sintetik Kevlar
memiliki karakteristik fisik yang mendekati sutera laba-laba.
Kevlar digunakan pada sabuk pengaman
mobil dan dalam berbagai bagian dari pakaian pelindung. Bahan penting ini juga
banyak digunakan dalam industri pesawat terbang dan kapal laut sebagai bahan
luar, dalam produksi serat-optik dan kabel-kabel elektro-mekanik, dalam
industri tali dan kabel, dan dalam berbagai peralatan olah-raga.
Serat Kevlar terbuat dari
“poli-parafenilena tereftalamida”. Serat yang terdiri dari rantai-rantai
molekular panjang ini tahan tekuk dan cocok untuk benang berkat konstruksinya.
Karena ringan dan tahan lama, bahan ini kini banyak digunakan di berbagai
bidang industri.
Salah satu bidang yang terpenting
yang memanfaatkan Kevlar di abad ini adalah industri pertahanan/senjata. Rompi
anti peluru yang biasanya terbuat dari baja, kini dibuat dari kain tenun serat
Kevlar, yang penampilannya tidak berbeda dari kain biasa. Berkat sifat
redam-kejutnyanya, Kevlar mengurangi gaya tumbukan peluru. Ini merupakan temuan
teknologi paling penting dan paling berguna. Meskipun demikian, kekuatan
redam-kejut serat Kevlar hanya lah sepertiga dari kekuatan redam-kejut sutera
laba-laba.
Jadi, fakta ini menyimpulkan bahwa
pusat-pusat riset ilmiah dengan teknologi terbarunya hanya mampu menghasilkan
tiruan yang mutunya lebih rendah dibanding sutera buatan laba-laba. Perbedaan
ini merupakan bukti bahwa Tuhan lah yang menciptakan mahluk-mahluk hidup dengan
kekuasaanNya yang tiada tanding.
Pemanfaatan Sutera Laba-laba Dalam
Kehidupan Manusia
Selama riset kimiawi terhadap sutera
laba-laba, benang-benang sutera diambil dari laba-laba dengan mesin-mesin
khusus. Dengan cara ini bisa diperoleh 320 meter sutera per hari dari satu ekor
laba-laba (sekitar 3 miligram) tanpa melukainya.
Ilmu kedokteran merupakan bidang lain
yang menggunakan benang laba-laba melalui cara di atas. Dengan kata lain,
laba-laba telah dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Para ahli Farmakologi
di Wyoming University, Amerika Serikat, menggunakan benang laba-laba Nephila
sebagai benang jahit untuk operasi yang sangat sensitif, seperti
operasi-operasi pada tendon dan persendian.
JARING
LABA-LABA SUATU KEAJAIBAN PERENCANAAN
Jaring laba-laba terbuat dari
benang-benang kerangka penahan-beban dan benang-benang spiral penangkap
berlapiskan zat perekat yang diletakkan di atasnya, serta benang-benang
pengikat yang menyatukan kesemuanya. Benang-benang spiral penangkap tidak
sepenuhnya terikat pada benang-benang perancah. Dengan ikatan seperti ini,
makin banyak korban bergerak makin terjerat ia pada jaring. Saat melekat ke
seluruh tubuh serangga korban, benang-benang penangkap secara berangsur-angsur
kehilangan elastisitasnya, dan semakin kuat serta semakin kaku. Karenanya,
korban terperangkap dan tak dapat bergerak. Setelah itu, bagai paket makanan
hidup, mangsa yang terbungkus benang-benang perancah alot ini tak memiliki
pilihan lain kecuali menanti kedatangan laba-laba untuk melakukan serangan
terakhir.
Daya Redam-kejut Jaring Laba-laba
Untuk menjadi perangkap yang efektif,
jaring laba-laba tidak cukup hanya bersifat lengket atau terbuat dari
benang-benang dengan karakteristik yang berbeda-beda. Misalnya, jaring tersebut
harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menangkap serangga yang sedang
terbang. Jika kita andaikan serangga yang tertangkap jaring sebagai peluru
kendali, maka menghentikan serangganya saja tidak lah cukup. Mangsa yang
tertangkap jaring harus dibuat tidak bergerak sehingga laba-laba dapat
mendekatinya dan menggigitnya. Menangkap peluru kendali dan menghentikannya
bukan lah pekerjaan yang mudah.
Selain kuat, benang-benang yang
membentuk jaring laba-laba juga elastik. Namun tingkat elastisitasnya pada
masing-masing daerah berbeda. Elastisitas ini penting untuk alasan-alasan
berikut ini:
Jika tingkat elastisitasnya lebih
rendah dari yang diperlukan, serangga yang terbang menuju jaring akan terpental
balik seperti menubruk sebuah pegas yang keras.
Jika tingkat elastisitasnya lebih
tinggi dari yang diperlukan, serangga akan memolorkan jaring, benang-benang
lengket akan menempel satu sama lain dan jaring tersebut akan kehilangan
bentuknya.
Pengaruh angin telah masuk dalam
perhitungan elastisitas benang. Jadi, jaring yang teregang oleh angin dapat
kembali ke bentuk semula.
Tingkat elastisitas juga sangat berhubungan
dengan benda yang melekat pada jaring. Sebagai contoh, jika jaring melekat pada
tumbuhan, elastisitasnya harus mampu menyerap setiap gerakan yang disebabkan
tumbuhan tersebut.
Benang-benang penangkap yang terjalin
berbentuk spiral letaknya saling berdekatan satu dengan lainnya. Ayunan
kecilpun dapat saling melekatkan satu dengan lainnya, dan menyebabkan
celah-celah pada medan perangkap. Itulah sebabnya benang-benang penangkap yang
lengket dan berelastisitas tinggi ini terletak di atas benang-benang kering
yang berelastisitas rendah. Ini untuk mencegah potensi terbentuknya celah untuk
lolos.
Seperti telah kita lihat, pada setiap
segi jaring dapat kita lihat suatu keajaiban struktural. Hal ini sekali lagi
mengungkapkan betapa bodohnya teori evolusi itu. Mustahil sekali suatu kejadian
kebetulan dapat mengajarkan kepada laba-laba cara menciptakan sifat redam-kejut
pada jaringnya. Tuhan lah yang menganugrahinya kemampuan ini. Dia lah yang
membuatnya mampu menunjukkan perilaku fungsional.
Dia lah Allah – Pencipta, Pembuat,
dan Pemberi bentuk. Baginya semua nama-nama yang baik. Segala yang di langit
dan di bumi bertasbih kepadaNya. Dia Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Surat
Al-Hashr:24)
Jaring-jaring Tiga-Dimensi
Jaring-jaring tiga dimensi memiliki
struktur yang lebih rumit dibanding jaring-jaring dua dimensi. Sementara jaring
dua dimensi terletak dalam satu bidang datar, jaring tiga dimensi merupakan
struktur tiga dimensi yang rumit. Jaring dari jenis ini mirip sebuah tumpukan
bola-bola wool. Karenanya lebih sukar diurus dibanding jaring dua dimensi. Jika
jaring menangkap serangga-serangga kecil atau parasit-parasit yang tak berarti,
maka banyak pekerjaan yang harus dilakukan laba-laba pemilik jaring. Karena
alasan inilah laba-laba ini membuat jaring di tempat yang jauh dari gangguan
semacam ini.
Salah satu laba-laba yang menggunakan
jaring semacam ini adalah laba-laba Black Widow. Dalam jaring yang
memiliki keunggulan arsitektural ini terdapat pula suatu perangkap mekanis.
Perangkap ini membentuk bola sutera yang rapat dan lengket. Bola jaring ini
diikatkan ke tanah dengan benang-benang yang tidak begitu kuat. Segera setelah
mahluk bergerak melekat pada jaringnya, benang-benang pengikat ini putus, dan
bola jaring ini karenanya tidak terikat lagi ke tanah. Kemudian, laba-laba
segera menarik perangkap tersebut ke atas menuju jaring tiga-dimensi, dan
membunuh mangsanya yang telah mati kutu.
Kita harus melihat secara saksama
rencana serta cara yang digunakan laba-laba ini dalam membuat perangkapnya,
karena nampak sekali terdapatnya unsur kecerdasan yang terlibat dalam perencanaan
jaring tersebut. Dengan ataupun tanpa perangkap mekanis, pada jaring-jaring
tiga-dimensi digunakan cara yang sama untuk memperlambat gerakan terbang
mangsanya. Penerapannya nampak secara khusus pada kerangka rencana yang
menggunakan banyak benang-benang lemah. Ketika serangga tertangkap,
benang-benang lemah ini melesak. Karena energi gerak dari serangga tersebut
terserap oleh melesaknya benang-benang, kecepatannya menjadi berkurang.
Selanjutnya, benang-benang penangkap menjerat serangga yang menggeliat.
Tentu saja laba-laba ini tidak
belajar sendiri bagaimana membuat jaring-terencana tanpa cacat ini setelah
menjalani apa yang disebut periode evolusi. Seperti mahluk hidup lainnya,
laba-laba mematuhi perintah Tuhan. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
telah menyerukan hal ini dalam ayat suciNya “ segala yang di langit dan di
bumi, secara sukarela ataupun terpaksa, tunduk kepadaNya. Dan kepadaNya lah
mereka akan dikembalikan”. (Surat Ali Imran:83)
Cara Mengurus Jaring
Jaring laba-laba memerlukan
pengurusan yang terus menerus, karena bagian spiral lengketnya bisa rusak oleh
hujan atau oleh gerakan mangsa yang berusaha lolos. Lebih dari itu, debu yang
menempel pada jaring dapat merusak daya lekat benang-benang spiral.
Bergantung pada letaknya, dalam waktu
yang singkat – 24 jam, sebuah jaring bisa kehilangan sifat-sifat yang
membuatnya mampu menangkap serangga. Karena alasan inilah, jaring dibongkar
secara berkala dan dibangun kembali. Laba-laba makan dan mencerna benang-benang
jaring yang dibongkarnya. Ia menggunakan asam-asam amino dari benang yang
dicernanya untuk membangun jaring yang baru.31
Bagian jaring yang dimakan, dan
waktunya, berbeda-beda tergantung spesies laba-labanya. Laba-laba taman,
misalnya, tidak pernah menyentuh kerangka jaring, tetapi hanya makan benang
jari-jari dan benang spiralnya saja.
Laba-laba tropis membangun
jaring-jaringnya pada malam hari dan memakannya menjelang pagi. Laba-laba di
daerah panas makan jaringnya pada malam hari dan membangun yang baru untuk
keperluan siang hari, karena di daerah ini serangganya tidak sebanyak di daerah
tropis. Karena alasan inilah jaringnya harus tetap terpasang disepanjang siang.
Membangun Jaring Sesuai Mangsanya
Laba-laba membuat jaringnya sesuai
dengan ukuran mahluk-mahluk yang hendak ditangkapnya. Laba-laba Amerika
Selatan, misalnya, membuat jaring dengan bukaan sempit untuk memudahkan
penangkapan semut putih yang keluar mencari sarang baru di bulan September.
Jika ingin berburu kupu-kupu besar, laba-laba ini memperluas bukaannya dan
menambah kekuatan serta elastisitas jaringnya.
Sudut jaring pun berubah bergantung
jenis mangsa yang ingin ditangkap (serangga terbang, berjalan, merayap, dll).
Ini untuk mengurangi kerusakan dan meningkatkan kapasitas penangkapan.
Peringatan Kepada Burung Dan
Penyamaran
Laba-laba cenderung membangun
jaringnya, yang demikian berharga baginya, di tempat yang sunyi. Alasannya
adalah untuk menghindari kerusakan oleh binatang-binatang atau oleh
kondisi-kondisi alam. Laba-laba menggunakan cara-cara yang menarik untuk
melindungi jaring-jaring mereka. Salah satu yang paling menarik adalah jaring
laba-laba Argiope di Amerika Tengah. Laba-laba ini meletakkan
marka-marka zigzag putih mengkilat pada jaringnya. Marka-marka ini untuk
memperingatkan burung agar tidak terbang kedalam jaring. Laba-laba ini juga
menggunakan marka-marka ini untuk bersembunyi di belakangnya. Ia menanti di
belakang marka-marka ini agar mangsa tidak melihatnya.
Model-model Yang Terilhami Oleh
Jaring Laba-laba
Salah satu metode yang sangat populer
dewasa ini adalah membuat rancangan-rancangan industri dengan mengambil contoh
dari alam, karena model-model di alam dalam setiap segi tidak memiliki cacat.
Sifat-sifat hemat-energi, tingkat estetika, tingkat kepraktisan, dan manuverabilitas
antara lain merupakan hal yang penting bagi sebuah rancangan yang telah
tersedia dalam bentuk yang sempurna di alam ini. Model-model yang dibuat
manusia dengan kemampuannya, serta pengetahuan yang dikumpulkannya
bertahun-tahun dan yang diantaranya melalui proses yang sulit, umumnya hanya
menghasilkan tiruan yang buruk terhadap contoh-contoh yang ada di alam. Kita
bisa melihatnya jika kita membandingkan tiruan-tiruan ini dengan contoh aslinya
di alam.
Laba-laba merupakan salah satu mahluk
hidup yang dijadikan contoh. Jaring laba-laba mahkota atau laba-laba embun,
misalnya, merupakan contoh yang sangat sempurna dari sudut pandang estetika
maupun rekayasa. Laba-laba ini membuat jaringnya pada sudut datar, sedemikian
rupa sehingga mirip sebuah seperai, di atas padang rumput. Laba-laba ini
menyebarkan seluruh beban jaring dengan menggunakan bilah-bilah rumput tegak
sebagai pemberat.
Manusia meniru cara ini untuk
menutupi bidang-bidang yang luas. Stadion Olimpiade Munich dan bandara udara
Jeddah, yang sering disebut sebagai contoh arsitektur moderen, dibangun dengan
meniru jaring laba-laba.
Laba-laba telah menggunakan
model-model ini di seluruh dunia sejak pertama kali mereka muncul. Tentu saja
diperlukan tingkat pengetahuan rekayasa yang memadai agar model-model tersebut
bisa muncul dan diterapkan dalam praktek. Namun karena tidak pernah menerima
pelatihan, laba-laba tidak tahu sama sekali mengenai perancangan konstruksi
maupun arsitektural. Laba-laba, seperti mahluk hidup lainnya, berbuat hanya
berdasarkan inspirasi yang dianugrahkan Tuhan kepadanya sejak mereka lahir. Ini
merupakan satu-satunya sebab dari keajaiban arsitekturalnya. Tuhan menyatakan
dalam sebuah ayat bahwa semua mahluk hidup berada di bawah kekuasaanNya.
Dia lah Allah, Tuhanmu. Tidak ada
tuhan kecuali Dia, Pencipta segala sesuatu. Maka sembahlah Dia. Dia
bertanggungjawab atas segala sesuatu. (Surat Al-An’am: 102)
KEAJAIBAN
PENCIPTAAN
Sebuah Contoh Dari Penciptaan
Sempurna
Kita mengetahui bahwa para laba-laba
adalah “insinyur-insinyur” pembuat jaring, dengan keajaiban arsitektur dan
rekayasanya. Mereka juga merupakan mesin-mesin pembunuh yang memiliki kemampuan
untuk: membuat perangkap, membangun sarang di bawah air, memburu mangsa dengan
lasso, melepaskan racun, melompat ratusan kali lebih tinggi dari tubuhnya
sendiri, membuat benang-benang yang lebih kuat daripada baja dalam tubuhnya
sendiri, menyamarkan diri selama berburu. Kita akan menjumpai
keajaiban-keajaiban lainnya jika kita mengamati struktur tubuhnya serta
sifat-sifat yang dimilikinya.
Banyak keistimewaan pada semua tubuh
laba-laba yang menjadi bukti bahwa mereka itu diciptakan, antara lain:
sisir-sisir yang berfungsi seperti pabrik tenun, laboratorium-laboratorium penghasil
bahan kimia, organ-organ pencernaan yang sangat ampuh, indra yang mampu
merasakan getaran yang sangat kecil, taring yang kuat untuk menyuntikan racun,
dan lain-lain. Melihat semua sifat ini, laba-laba menjadi pengingkar terhadap
teori evolusi dan sekali lagi meruntuhkan hipotesis menggelikan yang bernama kejadian kebetulan.
Mari kita amati organ-organ laba-laba
dan keistimewaan-keistimewaannya.
Tubuhnya
Secara mendasar, tubuh laba-laba
terdiri dari dua bagian, kepala dan dada yang menyatu (cephalothorax),
serta perut. Kepala dan dada memiliki delapan mata, delapan kaki, dua taring
bisa dan dua peraba. Pada ujung perut yang lembut dan elastik terdapat cerat
pemintal dan lubang-lubang untuk sistem pernafasan. Cephalothorax dan perut
dihubungkan oleh batang kecil yang disebut “pedicel”. Tidak ada mahluk
lain yang pinggangnya seramping laba-laba. Melalui batang yang ukurannya kurang
dari 1 mm ini dilewatkan alat pencernaan, pembuluh-pembuluh darah, pipa-angin,
dan sistem syaraf. Kasarnya, terdapat sistem linier khusus yang menghubungkan
kedua bagian tubuh laba-laba ini. Saluran-saluran tersebut membentuk suatu
hubungan antara mekanisme luar biasa yang ada dalam struktur tubuh laba-laba
(kelenjar-kelenjar bisa, kelenjar-kelenjar penghasil sutera, keseluruhan sistem
syaraf tubuh, sistem pernafasan, dan sistem sirkulasi darah) dan otak.
Kaki-kaki Yang Berdayaguna
Laba-laba memiliki empat pasang kaki
yang membuatnya mampu berjalan dan memanjat bahkan pada kondisi yang paling
sulit sekalipun. Tiap-tiap kaki terdiri dari tujuh [tiga?]
bagian. Pada masing-masing ujung kaki terdapat rambut-rambut yang disebut
sebagai “scopula”. Berkat inilah laba-laba dapat berjalan pada dinding
atau dalam keadaan terbalik.
Konstruksi khusus dari kaki laba-laba
tidak sekedar membuatnya mampu berjalan di permukaan yang tidak datar. Meskipun
matanya tidak melihat dengan baik, karena konstruksi kakinya lah ia dapat
bergerak dengan nyaman di malam hari. Beberapa spesies laba-laba hanya dapat mengindra
keberadaan cahaya, atau dengan kata lain hanya memiliki 10 persen daya lihat
manusia. Namun meskipun demikian, laba-laba dapat membuat jaring dan bergerak
di dalam jaring tersebut pada malam hari dengan mudahnya.
Laba-laba berjalan tanpa menginjak
bagian-bagian jaring yang lengket, dan hanya menginjak bagian-bagian yang
kering. Karenanya pula laba-laba mampu lolos dari kejaran musuh. Meskipun
sempat menginjak bagian yang lengket, dan ini pun jarang terjadi, suatu cairan
khusus mencegah kaki-kakinya melekat ke bagian lengket. Tiap ujung sisir yang
dikenal sebagi cerat pemintal ditutupi oleh ratusan spigot. Sutera cair yang
dihasilkan kelenjar-kelenjar dalam perutnya, dikeluarkan dari tubuh melalui
cerat ini dan dipintal dalam bentuk sutera.
Kemampuan-kemampuan indera superior
Kecuali laba-laba pelompat,
kebanyakan laba-laba memiliki penglihatan yang buruk, dan hanya dapat melihat
dalam jarak dekat. Kelemahan yang sangat tidak menguntungkan mahluk pemburu ini
diimbangi oleh sistem peringatan dini yang sensitif.
Sistem peringatan tersebut bekerja
berdasarkan indera peraba. Tubuhnya ditutupi rambut-rambut yang sangat sensitif
terhadap getaran. Setiap rambut terhubung ke ujung syaraf. Getaran-getaran
akibat sentuhan, atau bahkan suara dan bau, merangsang rambut-rambut ini.
Getaran rambut-rambut mengaktifkan ujung-ujung syaraf. Syaraf-syaraf ini
selanjutnya menyampaikan pesan ini ke otak. Dengan cara ini laba-laba dapat
waspada bahkan terhadap getaran paling kecil sekalipun.
Laba-laba tidak dapat mendeteksi
keberadaan mangsa yang tidak bergerak. Namun dengan menafsirkan getaran-getaran
yang disebabkan mahluk-mahluk hidup, ia dapat mendeteksi posisi korban di dalam
jaringnya. Jika tidak sepenuhnya yakin akan posisi mangsanya, ia memastikannya
dengan jalan mengetuk-ngetuk dan dengan menggoyangkan jaringnya. Dari
getaran-getaran yang dihasilkan, ia dapat menentukan lokasi mangsanya.
Kaki laba-laba merupakan organ yang
sangat dibantu oleh rambut-rambut peraba. Rambut-rambut ini berongga dan kaku.
Laba-laba dapat mengindera getaran yang timbul dari sumber usikan hingga sejauh
satu meter. Selain itu, pada rambut kakinya terdapat sistem pengindera lain
yang sensitif terhadap temperatur. Juga ada bintik-bintik pitak di permukaan
tubuhnya dengan ujung syaraf yang sangat sensitif di bawahnya. Karena semuanya
ini, laba-laba dapat merasakan setiap gerakan yang terjadi di sekitarnya, atau
setiap benda yang mendekatinya, bahkan yang terjadi pada kulitnya sendiri.
Jika seekor laba-laba kehilangan
sebuah kakinya, beberapa lama kemudian akan tumbuh penggantinya. Kaki yang baru
lebih pendek dari kaki asalnya. Laba-laba tersebut tidak menggunakan kaki ini
untuk berjalan, bahkan tidak membiarkannya menyentuh tanah. Fakta menunjukkan
bahwa laba-laba dapat berjalan dengan nyaman walau hanya dengan setengah jumlah
kakinya, yakni empat kaki saja. Satu-satunya alasan bagi tumbuhnya kaki baru
ini, meskipun pendek, adalah kebutuhannya akan rambut-rambut penginderanya.
Ketajaman indera laba-laba terhadap
getaran sedemikian tinggiya sehingga dapat mengetahui apakah sumber getaran itu
mangsa yang tertangkap jaring ataukah laba-laba jantan yang datang untuk
berkencan.
Hingga beberapa tahun yang lalu,
diduga bahwa konstruksi elastik pada jaring tidak dapat meneruskan getaran.
Namun hasil riset yang menggunakan mesin-mesin yang baru dikembangkan,
“Vibrometri Laser Doppler”, menunjukkan hasil yang sama sekali bertentangan.
Meskipun konstruksinya elastik, kini diketahui bahwa jaring laba-laba
menyalurkan getaran, bahkan menaikkan tingkat getarannya.32 Hanya
saja alasan ilmiahnya sampai kini belum diketahui.
Laba-laba dapat mengindera beragam
peringatan dengan sangat jelas, mulai dari gelombang bunyi kecil hingga getaran
pada jaringnya. Dari sudut pandang laba-laba, sistem peringatan dini ini, yang
disalurkan lewat jaring, merupakan mekanisme yang sangat penting yang memiliki
karakteristik-karakteristik yang sangat berguna. Mengingat bahwa setiap helai
rambut, yang jumlahnya ribuan, pada tubuh laba-laba ini terhubung ke ujung
syaraf dan selanjutnya ke otak, dan mengingat bahwa laba-laba dapat
mengevaluasi dengan cepat tanda peringatan yang diterimanya, maka kerumitan
sistemnya menjadi semakin nyata.
Taring-taring Pemompa Racun
Laba-laba memiliki dua taring ampuh
di depan matanya. Taring-taring ini merupakan senjata yang digunakan laba-laba
untuk berburu dan mempertahankan diri. Di belakang masing-masing taring
terdapat kelenjar bisa yang menyemprotkan racun maut. Jika laba-laba ingin
membuat mangsanya tak berkutik, ia menancapkan taringnya ke tubuh mangsanya.
Kemudian memompakan bisanya ke tubuh korbannya melalui lubang-lubang di
taringnya.
Laba-laba juga menggunakan alat maut
yang menakutkan ini untuk membangun sarangnya dan untuk mengangkat benda-benda
kecil. Di sisi kedua taring terdapat alat peraba yang disebut pedipalp.
Laba-laba menggunakannya untuk memeriksa korban yang tertangkap dalam jaring.
Seperti telah kita lihat, sistem
pengindraan laba-laba merupakan sebuah rancangan yang sangat khusus. Jelas
sistem seperti ini menggugurkan pendapat teori evolusi yang mengatakan bahwa
setiap mahluk berkembang sejalan dengan waktu. Selain itu, suatu hal yang
mustahil untuk menjelaskan bahwa sistem penghasil racun maut dalam tubuh
laba-laba merupakan kejadian kebetulan.
Susunan kimia bisa laba-laba ampuh
untuk membunuh serangga. Agar tidak membahayakan, bisa ini disimpan di tempat
yang terisolasi secara khusus. Taring laba-laba juga sangat fungsional.
Mekanisme pemompaan bisa yang terletak di dalam taring tajam ini memudahkan
pemindahan bisa ke tubuh korban. Dengan demikian, taring ini berfungsi sebagai
senjata kimia sekaligus sebagai senjata fisik. Hal ini sekali lagi menunjukkan
bahwa setiap bagian tubuh laba-laba memiliki perencanaan yang khusus, yang
tidak dapat dijelaskan dengan konsep-konsep kebetulan, mutasi, atau mekanisme
evolusioner khayal lainnya.
Laba-laba, lengkap dengan segala
sifatnya, diciptakan Tuhan. Semua sifat ini merupakan bukti atas
karya-ciptaNya.
Pelumpuhan Mangsa Dan Sistem
Pencernaan
Laba-laba membungkus rapat
binatang-binatang yang tertangkap dalam jaringnya dengan benang khusus. Benang
ini dibuatnya setelah korban benar-benar terjerat pada jaringnya. Selanjutnya,
ia menancapkan taringnya dan menyuntikkan bisanya untuk membunuh mangsanya.
Laba-laba hanya dapat mencerna
cairan. Partikel kecil yang lebih dari seperseribu milimeter disaringnya dengan
rambut-rambut di sekitar mulutnya. Maka laba-laba harus mencairkan jaringan
tubuh serangga sebelum dapat mencernanya. Karena itulah laba-laba membagi-bagi
jaringan tubuh mangsanya dengan enzim-enzim pencerna. Setelah cukup encer,
dihisapnya cairan ini dengan sistem penghisap yang sangat kuat. Sebagai contoh,
setelah membunuh seekor lebah, laba-laba Misumenoides Formosiges membuat
dua lubang. Satu di kepala atau leher, dan yang lainnya di perut. Kemudian ia
menghisap habis cairan dalam tubuh lebah tersebut melalui lubang-lubang ini.
Laba-laba mencampur jaringan yang
dihisapnya dengan cairan pencerna di dalam tubuhnya. Ketika gaya vakum dalam
tubuh korban melewati kekuatan hisapnya, laba-laba mengendorkan otot-otot
penghisap di sekitar perutnya. Ini memberi peluang bagi cairan pencerna dari
tubuh laba-laba untuk masuk ke bagian lain dari tubuh lebah serta
melarutkannya. Kemudian laba-laba menghisap pada lubang lain di bagian
perutnya. Rotasi penghisapan terus berjalan hingga tubuh laba-laba menjadi
kosong sama sekali. Selain sebagai sumber makanan, tubuh lebah tersebut juga
menjadi bagian dari sistem pencernaan laba-laba - sebagai sistem tambahan
sementara. Akhirnya, tubuh lebah menyerupai cangkang telur yang kosong; tak ada
yang tersisa kecuali cangkangnya.
Serangga bukanlah satu-satunya mangsa
laba-laba. Katak, tikus, ikan, ular, atau burung kecil bisa menjadi korbannya.
Laba-laba yang dikenal sebagai “laba-laba burung” bahkan cukup ampuh untuk
menangkap dan mencerna kelinci dan anak ayam.
Laba-laba Yang Berjalan Di Air
Laba-laba air memiliki struktur tubuh
khas yang memungkinkannya berjalan di atas air. Pada tiap ujung kaki laba-laba
terdapat jalinan tebal beludru yang terdiri dari rambut-rambut yang berlapiskan
lilin anti-air. Ini memungkinkannya berjalan di atas air tanpa tenggelam. Daya
apungnya sedemikian tinggi sehingga dapat berjalan nyaman di atas air meskipun
berat tubuhnya 25 kali lebih besar lagi.
Ketika berjalan di atas air,
laba-laba air menggunakan kaki belakangnya sebagai kemudi. Kaki tengahnya untuk
bergerak, sedangkan kaki depannya yang lebih pendek untuk menangkap mangsa.
Laba-laba air bergerak demikian cepat sehingga dengan tiba-tiba dapat melompat
kedepan sejauh satu meter di atas permukaan air. Artinya, ia bergerak secepat
perahu-motor.
Saat berburu, laba-laba air
menggunakan permukaan air sebagai jaring. Capung, lalat, atau kupu-kupu yang
jatuh ke air karena gagal terbang merupakan mangsa ideal bagi spesies laba-laba
ini. Ketika sayap-sayapnya menyentuh air, serangga ini terperangkap di
permukaan air seperti melekat pada kertas-lalat. Getaran terlemah yang
ditimbulkannya pada permukaan air dapat dirasakan oleh laba-laba ini. Selain
lokasi jatuhnya, laba-laba ini juga dapat mengukur besar mangsa yang jatuh.
Dengan segera ia memburu ke arah mangsanya yang terperangkap di air,
menggigitnya dengan bisanya dan membunuhnya.
Orang mungkin bertanya, siapa yang
memberi lapisan lilin pada rambut-rambut di kaki laba-laba ini sehingga
binatang ini tidak tenggelam? Atau lebih luas lagi, bagaimana setiap laba-laba
air bisa memiliki kaki dengan lapisan pelindung seperti itu? Bagaimana
laba-laba tahu cara membuat dirinya terapung, tahu sifat-sifat molekul-molekul
anti air dan reaksinya dengan molekul-molekul air? Karena laba-laba tidak
mungkin merencanakannya sendiri, lalu siapa yang melakukannya? Dan karena
sistem terencana ini mustahil terjadi dengan sendirinya, atau secara kebetulan,
bagaimana asal kejadian sebenarnya? Dan bagaimana sistem dan rumus kimia anti
air ini diteruskan ke generasi laba-laba berikutnya?
Jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan ini akan mengarahkan kita kepada keberadaan penciptaan
yang sempurna. Laba-laba diciptakan dalam bentuknya yang sempurna oleh Tuhan.
Seperti halnya pada mahluk lain, Tuhan melengkapi laba-laba dengan peralatan
yang diperlukan, yakni kemampuan untuk berjalan di atas air.
KESIMPULAN
Teori evolusi hanyalah pernyataan
spekulatif yang tidak didukung oleh kriteria ilmiah dan bukti-bukti yang sahih.
Lebih dari itu, pendapatnya bahwa setiap mahluk hidup muncul sebagai akibat
kejadian kebetulan sama sekali tidak memiliki landasan logika ataupun landasan
ilmiah.
Meskpun demikian, konsep evolusi
dipertahankan karena merupakan satu-satunya harapan kelompok ideologi tertentu
agar sebagian besar masyarakat terasing dari kebenaran. Karena alasan inilah,
meskipun seluruh argumennya selalu bertentangan dengan kenyataan, mereka masih
berusaha untuk tetap menjadikannya sebagai agenda mereka. Seperti halnya ketika
dihadapkan dengan mahluk-mahluk hidup lainnya, begitu pula halnya dengan laba-laba.
Teori evolusi tidak berdaya sama sekali; teori ini tak dapat menjelaskan
bagaimana terjadinya keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki laba-laba.
Jika keistimewaan-keistimewaan
laba-laba ini kita lihat dari sudut pandang evolusi, kita dapat lebih melihat
betapa tidak warasnya teori evolusi ini. Mari kita bayangkan seekor serangga
yang akan kita khayalkan sebagai nenek moyang dari semua laba-laba. Dengan
keadaan demikian, ia tidak akan mampu untuk berburu apapun, dan akan segera
mati kelaparan. Namun anehnya, khayalan kita ini dapat bertahan hidup karena
kejadian kebetulan atau karena kekuatan lain yang tak dapat difahami.
Pada suatu hari, serangga yang buta
dan tuli ini mempunyai gagasan membuat jaring untuk berburu. Namun serangga ini
tentunya tak memiliki kemampuan arsitektural dan kemampuan berhitung yang
diperlukan untuk membuat jaring. Satu demi satu ia harus menghitung: kecepatan
angin dan kecepatan mangsa yang akan ditangkapnya, beban yang harus dipikul
jaring, penyebaran beban-beban tersebut, daya dukung tanaman atau daun yang
menjadi pondasinya, serta detil-detil lainnya. Sampai di sini mungkin muncul
sebuah pertanyaan, “Bagaimana serangga ini dapat melakukan perhitungan?”. Namun
jangan lupa bahwa itulah logika dasar dari teori evolusi: evolusi, dalam
usahanya untuk menyangkal adanya penciptaan, tidak memiliki pilihan lain
kecuali mengkhayalkan bahwa serangga tersebut melakukan sendiri perhitungan di
atas.
Bahkan jika kita terima bahwa
serangga tersebut memiliki kecerdasan untuk merencanakan konstruksi sebuah
jaring, tetap saja tidak dapat lolos dari maut; karena tidak memiliki peralatan
untuk membuat jaring tersebut. Peralatan yang sesuai untuk pekerjaan tersebut
tidak tersedia di alam. Kemudian dalam keadaan seperti ini, mahluk ini
memutuskan untuk membuat benang untuk jaringnya. Lagi-lagi ia menghadapi
masalah besar; bagaimana cara membuat benang ini?
Selanjutnya, karena kekuatan yang
bernama kejadian kebetulan, beberapa perubahan terjadi di dalam tubuh serangga
ini sehingga muncul lah enam kelenjar yang berbeda dalam bentuk yang sempurna.
Kelenjar-kelenjar yang muncul di bagian bawah tubuhnya ini siap mengeluarkan
cairan-cairan kimia yang diperlukan, dan mulai bekerja pada sistem tekanan dan
sistem waktu yang bersesuaian. Secara kebetulan pula, cairan yang dihasilkan
kelenjar-kelenjar ini saling bercampur dengan perbandingan tertentu sehingga
dihasilkan bahan mentah bagi benang tadi. Karena kebetulan lainnya, dan dalam
waktu yang bersamaan, cerat pemintal di belakang kakinya memintal serat-serat
sehingga dihasilkan benang sempurna. Betapa mujurnya nasib kejadian kebetulan
ini sehingga benang yang muncul lima kali lebih kuat daripada baja, dan
tigapuluh persen lebih elastis daripada karet. Benang dengan karakteristik
molekuler yang tak dapat ditiru manusia ini telah direncanakan oleh mahluk
kecil yang dinamakan serangga.
Kemudian, serangga ini menjalin
jaring, terkadang menggunakan benang-benang elastik yang lengket, dan di saat
lain menggunakan benang yang kaku dan kuat. Sungguh suatu kebetulan bahwa kaki-kaki
serangga ini berbuku tujuh [tiga?] sehingga
dapat berjalan di atas jaring! Dan suatu kebetulan lain sudah terdapat pada
kakinya; suatu lapisan khusus yang mencegah kakinya melekat pada jaring. Dan
kejadian kebetulan itu tidak berhenti sampai di sini. Tubuh serangga yang tuli
dan hampir buta ini ditutupi rambut-rumbut khusus yang dapat merasakan getaran
kecil pada jaring, sejak hari pertama ia menjalin jaring. Maka menurut teori
evolusi, laba-laba masa kini muncul sebagai akibat kejadian kebetulan dan
memperoleh berbagai kemampuan yang tak dapat dirinci di sini.
Dengan mengkaji skenario ini, sungguh
jelas betapa tidak masuk akalnya teori evolusi itu. Ada hal penting yang harus
dicatat di sini. Pertama-tama, keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki laba-laba
tidak mungkin muncul secara bertahap. Kemampuan-kemampuan yang disebutkan di
atas harus timbul secara bersamaan. Suatu hal yang mustahil bahwa seekor
laba-laba tahu cara membuat jaring tetapi tak dapat membuat sutera, atau dapat
membuat sutera namun tidak tahu cara membuat jaring. Bagi
laba-laba yang tidak membangun jaring, seperti laba-laba pelompat, seluruh
kemampuannya diciptakan secara serentak dengan sifat-sifat yang bahkan lebih
mengagumkan, yang sekaligus membuktikan kesekian ribu kalinya kebohongan teori
evolusi.
Jika saja
laba-laba dapat membuat jaring-jaring terindah, tanpa bahan lengket yang
tersebar di atasnya, tetap saja jaring tersebut tidak bermanfaat. Jika bahan
lengket tersebut ada, namun kali ini tanpa sifat-sifat molekul pembentuk elastisitas,
dan secara alami hal seperti ini masih dapat diterima, maka jaring tersebut
belum melayani sebuah tujuan apapun dan laba-laba pun akan mati.
Seekor laba-laba yang memiliki
mekanisme yang diperlukan untuk membuat sutera, namun tidak mendapatkan bahan
yang bernama skleroprotein dari makanan yang dicernanya, tidak akan
dapat membuat sutera. Selain itu, jika laba-laba berjalan pada jaringnya, maka ia
memerlukan pelapis kimia pada kakinya sehingga ia dapat berjalan tanpa melekat
pada jaringnya. Pada sat yang sama, laba-laba memerlukan sistem pengindera
untuk merasakan getaran-getaran pada jaringnya. Satu saja dari dari
keistimewaan ini hilang, laba-laba akan segera mati.
Laba-laba memiliki sistem pernafasan,
sistem pencernaan, dan sistem peredaran darah. Seperti yang lainnya,
sistem-sistem ini harus muncul secara bersamaan. Kita tak dapat membayangkan
seekor laba-laba tanpa perut atau jantung. Maka, agar semua organ seperti
organ-organ pembuat jaring bisa ada, kode-kode genetika dari organ-organ ini
harus ada dalam setiap jutaan sel yang membentuk laba-laba. Satu organ baru
berarti informasi tambahan dalam jutaan tahapan dalam DNA, kode genetikanya.
Suatu perubahan pada salah satu dari tahapan-tahapan ini berarti bahwa organ
baru tersebut sama sekali tidak memiliki tujuan apapun. (Untuk informasi lebih
rinci, lihat Harun Yahya, The Miracle In
The Cell, Istambul, Vural
Publishing [Keajaiban Dalam Sel, Penerbit Dzikra?]).
Ada hal lain
yang menuntut perhatian. Seekor laba-laba yang baru keluar dari telur telah
memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk membuat jaring tanpa menerima
pelatihan terlebih dahulu. Berdasarkan pengetahuan ini, generasi-generasi
laba-laba lahir dengan kemampuan membuat jaring. Bayi laba-laba sama sekali
tidak mendapatkan pelatihan, dan tidak pernah mengikuti kursus-kursus.
Seorang
insinyur konstruksi harus belajar di universitas sedikitnya selama empat tahun
untuk memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk membangun sebuah gedung. Ia
mempelajari ratusan karya akademis sebagai sumbernya. Kemudian melakukan
perhitungan-perhitungan pada sebuah komputer. Ia mempunyai guru-guru yang
membimbingnya dan mengajarinya cara melakukan perhitungan tersebut. Bangunan
sebuah jaring laba-laba, beberapa ratus kali lebih besar dibanding
laba-labanya, sedikitnya memerlukan jumlah perhitungan yang sama dengan
pembuatan sebuah gedung. Bahkan lulusan universitas pun belum memadai untuk
bisa merencanakan dan menghitung tegangan dalam benang-benang yang menyusun
jaring, kekuatan pondasi yang mendukung jaring, kebenaran bentuk geometrinya,
daya tahan dan elastisitas terhadap angin dan pergerakan mangsa, sifat-sifat
fisika dan kimia dari benang, dan banyak rincian lain yang belum dapat kami
daftar. Bagaimanapun juga, tidak ada satu universitas pun bagi bayi-bayi
laba-laba. Segera setelah lahir ke dunia, mereka mulai membuat benang,
membangun jaring, dan berburu.
Para ilmuwan evolusionis, karena tak
sanggup menjelaskan alasan ini, dengan putus asa membuat pernyataan lain yang
sama sekali menggelikan. Menurut logika yang menolak penciptaan mendasar ini,
sebuah kekuatan tak dikenal yang disebut insting memerintahkan kepada laba-laba
yang baru lahir apa yang harus dilakukan.
Jadi, apa itu yang disebut insting?
Apakah merupakan inspirasi yang sumbernya tidak jelas, yang mampu membuat laba-laba
menjadi seorang profesor ilmu fisika dan kimia, sekaligus sebagai insinyur
konstruksi dan arsitek? Apa yang menjadi sumber inspirasi yang ada di dalam
laba-laba ini, dan yang muncul dengan sendirinya? Mari kita mencoba
menemukannya dengan mempelajari susunan tubuh laba-laba.
Seperti semua mahluk hidup lainnya,
laba-laba tersusun dari berbagai protein. Protein-protein ini tersusun dari
asam-asam amino. Kemudian, asam-asam amino terbuat dari menyatunya
molekul-molekul besar. Dan molekul-molekul terbentuk ketika atom-atom mengikat
menjadi satu. Mari kita mencari jawaban terhadap pertanyaan di atas. Di mana
tepatnya letak insting pada laba-laba, yang memberitahu bagaimana cara membuat
benang-benang yang tak dapat ditiru manusia, dan menghasilkan karya arsitektur
dan rekayasa tiada banding? Ataukah di dalam protein-protein yang menyusun
tubuhnya? Di dalam asam-asam amino yang menyusun protein-proteinkah? Ataukah di
dalam molekul-molekul yang menyusun asam-asam amino? Ataukah di dalam atom-atom
yang menyusun molekul-molekul? Yang mana salah satu dari semua ini yang menjadi
sumber inspirasi yang dianggap kaum evolusionis sebagai insting?
Tentu saja tidak satu pun dari
semuanya. Seperti semua mahluk hidup lainnya, laba-laba tunduk kepada Tuhan
seluruh alam, dan berperilaku karena terilhami olehNya.
Langit yang tujuh, bumi dan semua
yang ada di dalamnya bertasbih kepadaNya. Tiada sesuatupun melainkan bertasbih
dengan memujinya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Surat Al-Isra': 44)
Mereka berkata: 'Maha Suci Engkau!
Tidak ada yang kami ketahui selain
apa yang
telah Engkau ajarkan kepada
kami.Engkau lah
Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.'
(Surat Al-Baqarah: 32)
Notes
1- Richard Dawkins, Climbing Mount Improbable, W.W. Norton &
Company,1996, p. 4
2- Gordon Rattray Taylor, The Great Evolution Mystery, Harper and
Row Publishers, 1983, p.222
3- Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First
Edition, Harvard University Press, 1964, p. 233
4- Gardner Soul, Strange Things Animals Do, G.P.Putnam's Son, New
York, 1970, p. 89
5- Gardner Soul, Strange Things Animals Do, G.P.Putnam's Son, New
York, 1970, p. 90
6- Liz Bomford, Camuflage and Colour, Boxtree Ltd., London, 1992,
p. 108
7- The Guinness Encyclopedia of the Living World, Guinnes
Publishing, s. 164
8- National Geographic, November 1996, Vol. 190, No.5, p.106
9- National Geographic, November 1996, Vol. 190, No.5, p.111
10- Bilim ve Teknik Görsel Bilim ve Teknik Ansiklopedisi (Science
and Technology Gorsel Science and Technology Encyclopedia), p. 494, 495)
11- Bates Hayvanlar Ansiklopedisi (Bates Encyclopedia of Animals),
p. 244
12- Natural History, Tools of the Trade, 3/95, p. 48
13- National Geography, All Eyes on Jumping Spiders, September
1991, pp. 43-64
14- Natural History, Samurai Spiders, 3/95, p. 45
15- Natural History, Samurai Spiders, 3/95, p. 45
16- National Geography, All Eyes on Jumping Spiders, September
1991, p. 51
17- Karl Von Frisch, Ten Little Housemates, Pergamon Press, London,
1960, p. 110
18- Bilim ve Teknik Dergisi (Journal of Science and Technology),
no. 190, p. 4
19- Cemal Yıldırım, Evrim Kuramı ve Bağnazlık (The Theory of
Evolution and Bigotry), Bilgi Yayınları, p.195
20- Bilim ve Teknik Görsel Bilim ve Teknik Ansiklopedisi (Science
and Technology Gorsel Science and Technology Encyclopedia), p. 1087
21- Technology Review, Synthetic Spider Silk, October 1994, p. 16
22- Discover, How Spiders Make Their Silk, October 1998, p. 34
23- Discover, How Spiders Make Their Silk, October 1998, p. 34
24- Endeavour, The Structure and Properties of Spider Silk,
January1986, no 10, p. 37
25- Scientific American, Spider Webs and Silks, March 1992, p. 70
26- Science News, Computer Reveals Clues to Spiderwebs, 21 January
1995
27- Scientific American, Spider Webs and Silks, March 1992, p. 70
28- Bilim ve Teknik Dergisi (Journal of Science and Technology), No
342, May 1996, p.100
29- Science et Vie, L'économie de la toile d'araignée, January
1999, No.976, p.30
30- Scientific American, Spider Webs and Silks, March 1992, p. 74
31- Bilim ve Teknik Görsel Bilim ve Teknik Ansiklopedisi (Science
and Technology Gorsel Science and Technology Encyclopedia), p. 1090
32- Bilim ve Teknik Görsel Bilim ve Teknik Ansiklopedisi (Science
and Technology Gorsel Science and Technology Encyclopedia), p. 1088
33- Hugh Ross, The Fingerprint of God, p. 50
34- Sidney Fox, Klaus Dose, Molecular Evolution and The Origin of Life,
New York: Marcel Dekker, 1977. p. 2
35- Alexander I. Oparin, Origin of Life, (1936) New York, Dover
Publications, 1953 (Reprint), p. 196
36- "New Evidence on Evolution of Early Atmosphere and Life", Bulletin
of the American Meteorological Society, Vol 63, November 1982, p. 1328-1330
37- Stanley Miller, Molecular Evolution of Life: Current Status of the
Prebiotic Synthesis of Small Molecules, 1986, p. 7
38- Jeffrey Bada, Earth, February 1998, p. 40
39- Leslie E. Orgel, "The Origin of Life on Earth", Scientific
American, Vol 271, October 1994, p. 78
40- Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First
Edition, Harvard University Press, 1964, p. 189
41- Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First
Edition, Harvard University Press, 1964, p. 184.
42- B. G. Ranganathan, Origins?, Pennsylvania: The Banner Of Truth
Trust, 1988.
43- Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First
Edition, Harvard University Press, 1964, p. 179
44- Derek A. Ager, "The Nature of the Fossil Record", Proceedings
of the British Geological Association, vol 87, 1976, p. 133
45- Douglas J. Futuyma, Science on Trial, New York: Pantheon Books,
1983. p. 197
46- Solly Zuckerman, Beyond The Ivory Tower, New York: Toplinger
Publications, 1970, p. 75-94; Charles E. Oxnard, "The Place of
Australopithecines in Human Evolution: Grounds for Doubt", Nature, Cilt
258, s. 389
47- J. Rennie, "Darwin's Current Bulldog: Ernst Mayr", Scientific
American, December 1992
48- Alan Walker, Science, vol. 207, 1980, p. 1103; A. J. Kelso,
Physical Antropology, 1st ed., New York: J. B. Lipincott Co., 1970, p. 221; M.
D. Leakey, Olduvai Gorge, vol. 3, Cambridge: Cambridge University Press, 1971,
p. 272
49- Time, November 1996
50- S. J. Gould, Natural History, vol. 85, 1976, p. 30
51- Solly Zuckerman, Beyond The Ivory Tower, New York: Toplinger
Publications, 1970, p. 19
52- Richard Lewontin, "The Demon-Haunted World", The New York
Review of Books, 9 January, 1997, p. 28