Harun Yahya
PENDAHULUAN:
SEBUAH TONGGAK UTAMA
DALAM SEJARAH KEMANUSIAAN
Saat ini adalah tonggak utama dalam sejarah, di mana filsafat materialis
yang pernah dipaksakan oleh banyak manusia dengan kedok sains, secara ironis
diruntuhkan oleh sains itu sendiri.
Materialisme, filsafat yang berkeyakinan bahwa segala sesuatu terbentuk
dari materi dan menolak keberadaan Tuhan, tak lain dari versi terkini dari
keberhalaan. Pemuja berhala di masa silam biasa menyembah benda-benda tak hidup
seperti tiang totem dari kayu atau batu dan menganggapnya sebagai tuhan.
Filsafat materialis, di lain pihak, mendasarkan klaimnya pada kepercayaan bahwa
manusia dan semua makhluk lain diciptakan oleh atom dan molekul. Menurut
pandangan takhyul ini, atom yang tak hidup entah bagaimana mengorganisasikan
dirinya sendiri dan lama-kelamaan memperoleh kehidupan dan kesadaran, dan pada
akhirnya membawa kehadiran manusia.
Keyakinan takhyul materialisme ini disebut “evolusi”. Kepercayaan terhadap
evolusi, yang pertama kali diperkenalkan dalam budaya berhala bangsa Sumeria
kuno dan Yunani kuno, dihidupkan kembali pada abad ke-19 oleh sekelompok
ilmuwan materialis dan dibawa ke agenda dunia. Charles Darwin adalah yang tokoh
paling terkenal di antara mereka. Teori evolusi yang dikembangkannya telah
membuang-buang waktu dunia sains selama 150 tahun, dan walaupun cacatnya
diketahui luas, sampai sekarang terus dipertahankan semata karena alasan
ideologis.
Namun, sebagaimana disebutkan sebelumnya, saat ini, materialisme tengah
mengalami keruntuhan yang menghebohkan. Seringkali dinyatakan bahwa ada tiga
ahli teori materialis yang mengarahkan abad ke-19: Freud, Marx and Darwin.
Teori dari dua orang pertama telah dikaji, diuji, dan terbukti tidak sahih,
lalu ditolak di abad ke-20. Sekarang, teori Darwin juga sedang menuju
keruntuhan.
Beberapa perkembangan penting pada
bulan Juni 2000 lalu telah mempercepat keruntuhan besar materialisme.
Pertama, para ilmuwan yang melakukan percobaan untuk melewati kecepatan
cahaya membuat penemuan yang menjungkirbalikkan semua premis ilmiah. Di dalam
sebuah percobaan di mana kecepatan cahaya dilampaui berkali-kali, para ilmuwan
mengamati dengan takjub bahwa pengaruh
percobaan terjadi sebelum sebabnya. Ini merupakan kekalahan klaim
“kausalitas” yang dikemukakan sebagai dasar pandangan materialis, di abad
ke-19.
Subjek ini diuraikan pada sebuah surat kabar dengan tajuk “Telah terbukti
bahwa akibat tanpa sebab adalah mungkin dan bahwa akhir sebuah kejadian dapat
terjadi sebelum awalnya”. Sudah tentu, terjadinya akibat suatu aksi sebelum
aksi yang tampaknya merupakan penyebabnya, adalah bukti ilmiah bahwa semua
kejadian diciptakan secara terpisah. Ini secara total menghancurkan dogma
materialis.
Beberapa pekan setelahnya, terungkap bahwa Archaeopteryx, sebuah fosil burung yang diajukan sebagai “bukti fosil
paling penting” oleh para Darwinis selama lebih dari satu abad, sebenarnya
bukanlah bukti teori itu, tapi menyerangnya. Ketika ditemukan fosil
lainnya, yang sekitar 75 juta tahun lebih tua dari fosil yang diduga sebagai
“nenek moyang primitif dari burung” ini, dan ternyata tidak berbeda dari burung
modern, para evolusionis pun terguncang. Pada tanggal 25 Juni 2000, bahkan sebuah jurnal yang biasa menampilkan
Archaeopteryx sebagai “nenek moyang primitif dari burung” terpaksa
melaporkan berita itu dengan tajuk “Nenek
Moyang Burung Terbukti Seekor Burung”.
Akhirnya, Projek Genom Manusia, sebuah upaya untuk membuat bagan dari peta
kasar genom manusia, rampung dan berbagai
detail dari “informasi genetik”, yang menyoroti betapa unggulnya makhluk hidup
penciptaan Tuhan, telah terungkap bagi manusia. Kini, setiap orang yang
memikirkan hasil dari projek ini dan mengetahui bahwa sebuah sel manusia
mengandung informasi yang mencukupi untuk disimpan ribuan halaman ensiklopedia,
dapat memahami betapa ini merupakan keajaiban besar penciptaan.
Walau begitu, para evolusionis mencoba untuk menyalahtafsirkan perkembangan
terakhir ini, yang sebenarnya menentang mereka, dan menampilkannya sebagai
bukti dari “evolusi”. Karena tidak mampu menjelaskan bagaimana rantai DNA dari
sebuah bakteri kecil berasal mula, para evolusionis mencoba untuk menyampaikan
pesan seperti “gen manusia menyerupai gen binatang”. Pesan-pesan seperti ini
tidak akurat dan tidak memiliki nilai ilmiah sedikit pun. Mereka dibuat untuk
menyesatkan publik. Sementara, sejumlah lembaga media, karena ketidaktahuannya
akan subjek tersebut dan pendekatan mereka yang berpraduga, menyangka bahwa
Projek Genom Manusia memberikan “bukti evolusi” dan berupaya menampilkannya
demikian.
Dalam buku ini dijelaskan kesalahan konsepsi para evolusionis di atas, juga
sifat tidak masuk akal dan dangkal dari keberatan yang diajukan terhadap
penciptaan. Sebagai tambahan, diungkapkan secara lugas kerasnya pukulan dari
penemuan-penemuan terbaru terhadap Darwinisme.
Saat membaca buku ini, Anda pun akan memahami bahwa filsafat materialis
yang mengingkari Tuhan akan menemui ajalnya dan bahwa di abad ke-21,
kemanusiaan akan kembali kepada tujuan sebenarnya dari penciptaan mereka,
begitu dilepaskan dari kebohongan seperti evolusi.
DNA: BANK DATA KEHIDUPAN
Perkembangan sains memperjelas bahwa makhluk hidup memiliki struktur yang
luar biasa kompleks dan suatu keteraturan yang terlalu sempurna untuk muncul
melalui peristiwa kebetulan. Ini membuktikan fakta bahwa makhluk hidup
diciptakan oleh Pencipta yang Mahakuasa yang memiliki pengetahuan tanpa
banding. Baru-baru ini, misalnya, dengan tersingkapnya struktur sempurna dalam
gen manusia yang menjadi isu yang menonjol karena Projek Genom, penciptaan yang
unik dari Tuhan telah terungkap sekali lagi untuk kita semua.
Dari AS hingga Cina, ilmuwan dari seluruh penjuru dunia telah memberikan
upaya terbaik mereka untuk menguraikan 3 miliar huruf kimiawi di dalam DNA dan
menentukan urutannya. Sebagai hasilnya, 85% dari data yang terkandung dalam DNA
manusia dapat diurutkan dengan tepat. Walaupun ini merupakan perkembangan yang
sangat menarik dan penting, sebagaimana dinyatakan Dr. Francis Collins,
pimpinan Projek Genom Manusia, sebegitu jauh ini baru langkah pertama dalam
upaya menguraikan informasi di dalam DNA.
Agar dapat memahami mengapa penguraian informasi ini berjalan begitu lama,
kita harus memahami sifat dari informasi yang tersimpan di dalam DNA.
Dunia DNA
yang Penuh Rahasia
Dalam pembuatan atau pengelolaan produk atau pabrik teknologi, sarana yang
paling banyak digunakan adalah pengalaman dan akumulasi pengetahuan yang
diperoleh manusia selama berabad-abad. Pengetahuan dan pengalaman penting yang
dibutuhkan untuk membangun tubuh manusia, ‘pabrik’ paling maju dan canggih di
muka bumi, tersimpan di dalam DNA. Poin penting untuk diperhatikan di sini
adalah bahwa DNA telah senantiasa ada semenjak manusia pertama dengan semua
kesempurnaan dan kompleksitasnya. Sebagaimana dapat dibaca pada baris-baris di
bawah, Anda juga akan melihat dengan jelas betapa tidak masuk akalnya untuk
mengklaim, sebagaimana para evolusionis, bahwa molekul seperti itu, dengan
semua struktur dan sifatnya yang menakjubkan, berasal mula dari peristiwa
kebetulan.
DNA terlindung dengan baiknya di dalam nukleus (inti sel) yang berada di
pusat sel. Jika diingat bahwa sel-sel manusia – terhitung lebih dari 100 miliar
– memiliki diameter rata-rata 10 mikron (satu mikron adalah 10-6 m.), kecilnya wilayah yang dibicarakan akan
dipahami lebih baik. Molekul yang menakjubkan ini merupakan bukti nyata dari
kesempurnaan dan sifat luar biasa dari seni penciptaan oleh Allah. Begitu luar
biasanya sehingga suatu cabang sains khusus dibuat untuk mendalami rahasia
molekul ini., yang masih banyak tersembunyi. Nama cabang sains ini adalah
“Genetika”. Dikenal sebagai sains abad ke-21, genetika masih dalam fase
merangkak, sejauh berbicara tentang menyelesaikan misteri DNA, walaupun semua
sarana teknologi telah digunakan.
Kehidupan di
Dalam Nukleus
Jika kita membandingkan tubuh manusia dengan sebuah bangunan, perencanaan
dan projek lengkapnya hingga ke detail terhalus ada di DNA, yang terletak di
inti setiap sel. Semua tahap perkembangan manusia dalam rahim ibu dan setelah
kelahiran berlangsung dalam kerangka program yang telah ditentukan sebelumnya.
Penataan sempurna dalam perkembangan manusia ini dinyatakan sebagai berikut
dalam Al Quran:
“Apakah .. (QS. Al Qiyamah, 36-38)
Tepat pada fase di mana sel telur
yang baru saja dibuahi di dalam rahim ibu, semua karakteristik yang akan kita
miliki di kemudian hari telah ditentukan dalam takdir tertentu dan dikodekan di
dalam DNA kita dalam suatu bentuk yang teratur. Semua ciri kita, seperti tinggi
badan, warna kulit, golongan darah, bentuk wajah yang akan kita miliki ketika
berumur tiga puluhan dikodekan di dalam inti sel awal kita tiga puluh tahun dan
sembilan bulan sebelumnya, sejak saat pembuahan.
Bentuk informasi di dalam DNA tidak hanya menentukan oleh sifat-sifat fisik
yang di atas; ia juga mengendalikan ribuan operasi dan sistem lainnya yang
berjalan di dalam sel dan tubuh. Misalnya, bahkan tinggi rendah atau normalnya
tekanan darah seseorang tergantung pada informasi yang tersimpan di dalam DNA.
Ensiklopedia
yang Amat Besar di Dalam Sel Manusia
Informasi yang tersimpan di dalam DNA sedikit pun tidak boleh dianggap
enteng. Walaupun sukar untuk dipercaya, dalam sebuah molekul DNA tunggal milik
manusia, terdapat cukup informasi untuk mengisi tepat sejuta halaman
ensiklopedia. Coba pikirkan; tepat 1000.000 halaman ensiklopedia…. inti dari
setiap sel mengandung sebanyak itu informasi, yang digunakan untuk
mengendalikan fungsi tubuh manusia. Sebagai analogi, kita dapat katakan bahwa
bahkan Ensiklopedia Britannica yang banyaknya 23 jilid, salah satu ensiklopedia
terbesar di dunia, memiliki 25.000 halaman. Jadi, di hadapan kita terbentang
sebuah fakta yang menakjubkan. Di dalam sebuah molekul yang ditemukan di dalam
inti sel, yang jauh lebih kecil dari sel berukuran mikroskopis tempatnya
berada, terdapat gudang penyimpanan data yang 40 kali lebih besar daripada
ensiklopedia terbesar di dunia yang menyimpang jutaan pokok informasi. Ini sama
dengan 920 jilid ensiklopedia besar yang unik dan tidak ada bandingannya di
dunia. Riset menemukan bahwa ensiklopedia besar ini diperkirakan mengandung 5
miliar potongan informasi yang berbeda. Jika satu potong informasi yang ada di
dalam gen manusia akan dibaca setiap detik, tanpa henti, sepanjang waktu, akan
dibutuhkan 100 tahun sebelum proses selesai. Jika kita bayangkan bahwa
informasi di dalam DNA dijadikan bentuk buku, lalu buku-buku ini ditumpuk, maka
tingginya akan mencapai 70 meter.
Mari kita ulangi kembali dua kata yang barusan disebutkan di atas;
‘menyimpan informasi’….
Kita harus berhenti di sini dan memikirkan dua kata yang kita ucapkan
dengan begitu mudahnya. Mudah untuk mengatakan bahwa sebuah sel mengandung
miliaran potongan informasi. Namun, ini sama sekali bukan detail yang dapat
begitu saja di disingkirkan sebagai sebuah ucapan. Ini karena yang kita
bicarakan di sini bukanlah sebuah komputer atau perpustakaan, tetapi hanya
sebuah kubus yang 100 kali lebih kecil dari satu millimeter, yang hanya terbuat
dari protein, lemak, dan molekul air. Merupakan keajaiban yang luar biasa
mencengangkan bagi sepotong teramat kecil daging untuk mengandung dan menyimpan
sekeping saja – apalagi jutaan – informasi.
Di era modern, manusia menggunakan komputer untuk menyimpan informasi.
Teknologi komputer dewasa ini dianggap sebagai teknologi tercanggih yang
membuka jalan menuju semua teknologi lainnya. Jumlah informasi yang 20 tahun
silam mungkin disimpan dalam sebuah komputer seukuran kamar, hari ini dapat
disimpan dalam “mikrocip” kecil, namun begitu teknologi mutakhir yang
dihasilkan oleh kecerdasan manusia setelah berabad-abad akumulasi teknologi dan
bertahun-tahun kerja keras masih jauh dari mencapai kapasitas penyimpanan
informasi milik sebuah inti sel. Kami kira, perbandingan berikut akan memadai
untuk memberi gambaran kecilnya DNA, yang memiliki kapasitas yang demikian hebat.
Informasi yang dibutuhkan untuk menspesifikasi desain dari semua spesies
organisme yang pernah ada di planet ini, jumlah yang menurut G.G. Simpson
adalah sekitar satu miliar, dapat disimpan dalam satu sendok the dan masih akan
cukup tempat bagi semua informasi dalam seluruh buku yang pernah ditulis.1
Bagaimana sebuah rantai yang kasat mata, terbuat dari atom-atom yang
tersusun bersisian, dengan diameter seukuran sepersemiliar millimeter, memiliki
memori dan kapasitas informasi sedemikian? Dan juga menambahkan hal berikut
kepada pertanyaan: Kalau masing-masing dari 100 miliar sel di dalam tubuh Anda
hapal sejuta halaman informasi, berapa halaman ensiklopedia yang Anda dapat
ingat, sebagai seorang manusia yang cerdas dan berkesadaran, sepanjang hidup
anda?
Kearifan
Dalam Sel
Dalam hal ini, Anda harus mengakui bahwa sel mana pun pada lambung atau
telinga anda jauh lebih terpelajar dari Anda, dan karena sel itu menggunakan
informasi ini dengan cara yang paling benar dan sempurna, ia lebih arif dari
Anda.
Lalu, apa yang menjadi sumber dari kearifan ini? Bagaimana mungkin setiap
dari 100 miliar sel dalam tubuh anda dapat memiliki kearifan yang begitu luar
biasa? Mereka semua, bagaimanapun, adalah tumpukan atom, dan tidak
berkesadaran. Ambillah atom-atom dari semua unsur, gabungkan mereka dalam
bentuk dan jumlah yang berbeda, hasilkan molekul-molekul yang berbeda, tetap,
Anda tidak akan pernah bisa menghasilkan kearifan. Tidak masalah apakah
molekul-molekul ini kecil atau besar, sederhana atau kompleks. Anda tidak akan
pernah bisa menghasilkan sebuah pikiran yang secara sadar akan mengorganisir
suatu proses dan menyelesaikannya.
Lalu bagaimana mungkin DNA, yang terbangun dari susunan sejumlah tertentu
atom-atom yang tak berkesadaran dalam rangkaian tertentu, dan enzim-enzim, yang
bekerja secara harmonis, mampu menyelesaikan banyak pekerjaan dan mengorganisir
operasi yang rumit dan bermacam-macam di dalam sel secara sempurna dan lengkap?
Jawabannya sangat sederhana; kearifan tidak berada di dalam molekul-molekul ini
atau di dalam sel yang memuatnya, tetapi pada Diri yang telah mencipta
molekul-molekul ini, dengan memrogram mereka untuk berfungsi sedemikian.
Pendeknya, kearifan hadir tidak pada karya itu sendiri, tetapi pada
pencipta karya tersebut. Bahkan komputer yang paling maju merupakan hasil dari
suatu kearifan dan kecerdasan yang telah menuliskan dan memasang
program-program untuk mengoperasikannya, dan kemudian menggunakannya. Begitu
pula, sel, DNA dan RNA di dalamnya, dan manusia yang terbuat dari sel-sel ini tidak
lain dari karya Dia yang menciptakan mereka dan apa yang mereka lakukan. Betapa
pun sempurna, lengkap dan memesona karya tersebut, kebijaksanaan selalu ada
pada sang pemilik karya.
Suatu hari, jika Anda menemukan sebuah disket di atas meja di laboratorium
komputer, dan setelah memeriksanya, mendapatinya mengandung miliaran informasi
tentang anda, pertanyaan pertama yang akan melintas di pikiran Anda tentunya
siapa yang telah menuliskan potongan-potongan informasi ini dan mengapa.
Jadi, mengapa kita tidak ajukan pertanyaan yang sama tentang sel? Jika
informasi di dalam disket ditulis oleh seseorang, lalu dengannya DNA, yang
memiliki teknologi yang jauh lebih unggul dan maju, dirancang dengan cara yang
amat sempurna, diciptakan, dan ditempatkan di dalam sel yang sangat kecil itu,
yang juga merupakan keajaiban lain. Di samping dia tidak kehilangan sifatnya
yang mana pun selama ribuan tahun sampai hari ini. (Ingatlah bahwa otak manusia
yang membuat disket dan menyimpan data di dalamnya, juga terbuat dari sel-sel
ini.) Apa lagi yang lebih penting bagi Anda daripada pertanyaan: oleh siapa dan
mengapa sel-sel ini – yang berfungsi tanpa henti bagi Anda untuk membaca
baris-baris tulisan ini, melihat, bernapas, berpikir, singkatnya, untuk ada dan
bertahan hidup – diciptakan?
Tidakkah jawaban atas pertanyaan ini yang mestinya, dalam kehidupan, paling
banyak anda pikirkan?
Beberapa
Contoh Lagi
Ini adalah metoda yang dikenal luas: Mereka yang melakukan perjalanan, lalu
terdampar di suatu tempat yang terisolir karena pesawatnya jatuh, menggambar
sebuah ‘X’ besar untuk menunjukkan lokasi mereka kepada tim penolong yang
mencari mereka dari udara. Dengan menggunakan barang-barang mereka, atau
benda-benda yang mereka kumpulkan, mereka membuat tanda besar berbentuk silang.
Dengan cara ini, tim penolong yang berusaha mencari dari udara, melihat tanda
ini, yang merupakan “produk kebijaksanaan” dan mengerti bahwa di sana ada
makhluk hidup yang berkesadaran, yakni, ada manusia di tempat itu.
Saat berkendara di jalan raya luar kota, anda kadangkala melihat tulisan
yang terbuat dari batu-batu putih di lereng bukit, semisal: “Teguh Beriman”.
Bagaimana tulisan ini terbentuk di bukit itu sangat jelas. Umumnya, ada unit
pemerintah daerah di sekitar situ dan mereka membuat tulisan itu dengan
batu-batu putih di bukit.
Nah, mungkinkah ada orang yang datang dan mengatakan bahwa tulisan-tulisan
itu tidak dibuat oleh pikiran sadar, dalam hal ini para tentara, dan alih-alih
terbentuk secara kebetulan? Mungkinkah ada orang yang mengatakan bahwa
“Batu-batu itu tersusun bersisian secara kebetulan saat bergulingan dari bukit
dan menyusun kalimat ‘Teguh Beriman’.”?
Atau jika seorang ‘ilmuwan’ datang dan berkata “Terdapat miliaran batu di
dunia ini dan mereka bergulingan selama jutaan tahun, jadi mungkin saja
sebagian dari batu-batu tersebut bergabung bersama secara kebetulan membuat
kalimat yang bermakna”, tidakkah ia akan ditertawakan bahkan oleh anak-anak
sekalipun? Sebagai tambahan, jika dia menggunakan gaya ilmiah, membuat sejumlah
penjelasan ilmiah dan mengemukakan beberapa perhitungan probabilitas, masihkah
setiap orang akan meragukan kewarasannya lebih jauh?
Ide utama yang ingin diberikan dengan contoh ini adalah: jika terdapat
tanda sedikit saja dari sesuatu yang direncanakan di suatu tempat, sudah tentu
ada jejak dari pemilik kebijaksanaan di sana. Tidak ada produk dari
kebijaksanaan terbentuk secara kebetulan. Jika Anda menggulingkan batu-batu
putih ke bawah gunung miliaran kali, Anda tidak akan pernah menghasilkan
sekadar huruf ‘T’ yang memadai, jangankan sebuah frasa seperti “Teguh Beriman”.
Jika terdapat sebuah huruf di mana pun, setiap orang setuju bahwa huruf itu
ditulis oleh seseorang. Tidak ada huruf tanpa penulis.
Tubuh manusia miliaran kali lebih kompleks dari frasa “Teguh Beriman”, dan
nyata-nyata mustahil bagi struktur kompleks ini untuk terbentuk dengan
sendirinya, atau oleh “kebetulan” semata, Karenanya, terdapat Pencipta yang
telah merencanakan dan merancang baik manusia dan selnya dan DNA-nya secara
brilian dan sempurna. Mengklaim sebaliknya adalah tindakan yang sangat tidak
bijaksana, dan lebih jauh lagi, merupakan ketidaktulusan dan kesombongan yang
terbesar. Hal ini merupakan penghinaan terhadap pemilik kebijaksanaan dan
kekuasaan itu.
Namun bagaimanapun, banyak orang, yang siap sedia mengatakan bahwa mustahil
batu-batu tersusun sendiri dan membentuk walau hanya tiga kata dasar, akan
mendengarkan tanpa protes kebohongan bahwa “peristiwa kebetulan” telah membuat
miliaran atom bergabung satu demi satu dalam urutan yang terencana dan
membentuk molekul seperti DNA, yang melaksanakan tugas yang begitu
super-kompleks. Ini bagaikan seorang yang dihipnotis hingga tunduk dan menerima
begitu saja perkataan penghipnotisnya bahwa ia adalah sebuah pintu, pohon, atau
seekor cicak….
Bahasa
Ensiklopedia DNA
Kehidupan masyarakat didasarkan atas alur informasi, dan komunikasi. Alat
yang paling penting dalam alur informasi antarindividu dan generasi adalah
bahasa. Bahasa diwakili oleh kode-kode tertentu, yakni huruf-huruf. Bahasa
Inggris adalah bahasa yang tersusun dari 26 huruf atau dapat kita katakan, 26
kode. Kode-kode ini membentuk kata-kata dan kata-kata kemudian membentuk
kalimat-kalimat. Alur dan penyimpanan informasi diwujudkan dengan kode-kode
ini.
Bahasa di dalam sel serupa dengan ini. Semua sifat fisik manusia disimpan
di dalam inti sel dengan dikodekan oleh bahasa ini, dan dapat digunakan oleh
sel kembali dengan bahasa ini. Bahasa ini dimiliki molekul utama, yang disebut
DNA. Bahasa DNA tersusun dari 4 huruf; A, T, G, dan C. Setiap huruf mewakili
satu dari empat basa khusus yang disebut ‘nukleotida’. Jutaan basa ini berbaris
dalam sebuah rangkaian yang bermakna dan membentuk molekul DNA.
Begitulah informasi di dalam bank data pada molekul disimpan. Sementara
kita menguraikan sistem pengkodean dalam gudang data ini, kita akan terus
menggunakan analogi huruf ini untuk molekul asam nukleat yang membentuk DNA.
Huruf-huruf ini bersesuaian dua-dua membentuk sebuah pasangan basa. Pasangan
basa ini bertumpuk di atas pasangan lainnya membentuk gen. Masing-masing gen,
yang terdiri dari satu bagian molekul DNA, menentukan sifat tertentu dari tubuh
manusia. Tak terhitung banyaknya ciri seperti tinggi badan, warna mata, materi
dan bentuk hidung, mata, dan tengkorak dibentuk oleh perintah gen yang terkait.
Kita dapat membandingkan setiap gen ini dengan halaman sebuah buku. Pada
halaman itu terdapat naskah yang tersusun dari huruf A – T – G – C.
Terdapat kurang lebih 200.000 gen di dalam DNA sel manusia. Setiap gen
tersusun dari rangkaian nukleotida khusus, jumlah yang berkisar antara 1000 dan
186.000 sesuai tipe protein yang berhubungan. Gen-gen ini menyimpan kode dari
hampir 200.000 protein yang berfungsi di dalam tubuh manusia dan mengendalikan
produksi protein-protein ini.
Informasi yang tersimpan di dalam 200.000 gen ini baru merupakan 3% dari
keseluruhan informasi di dalam DNA. Sisanya yang 97% masih tetap menyimpan
misterinya hingga kini. Kajian terakhir menunjukkan bahwa 97% bagian tak
dikenal ini termasuk informasi vital tentang kelangsungan hidup sel dan
mekanisme yang mengendalikan aktivitas teramat kompleks di dalam tubuh. Namun
perjalanan masih teramat panjang.
Gen-gen berada di dalam kromosom. Ada 46 kromosom di dalam inti setiap sel
manusia (kecuali pada sel-sel reproduksi). Jika kita bandingkan setiap kromosom
dengan sebuah jilid buku yang terdiri dari hlaman-halaman gen, kita dapat
katakan bahwa di dalam sel terdapat “ensiklopedia sel” sebanyak 46 jilid, yang
meliputi seluruh karakteristik manusia. Dengan mengingat contoh ensiklopedia barusan,
ensiklopedia sel ini sebanding dengan pengetahuan yang terkandung dalam 920
jilid ‘Ensiklopedia Britannica’.
Urutan huruf-huruf di dalam DNA setiap manusia berbeda. Inilah alasan
mendasar mengapa miliaran orang yang pernah hidup di muka bumi tampak berbeda
satu sama lain. Struktur dan fungsi dasar organ-organ sama pada setiap orang.
Namun, setiap orang diciptakan begitu mendetail dan khusus dengan perbedaan
yang demikian halus sehingga walau semua orang diciptakan dari pembelahan
sebuah sel tunggal dan memiliki struktur dasar yang sama, miliaran manusia yang
berbeda telah muncul.
Semua organ di dalam tubuh dibangun dengan sebuah perencanaan yang
digariskan oleh gen kita. Sebagai contoh, menurut peta gen yang dirampungkan
oleh para ilmuwan, di dalam tubuh manusia, kulit dikendalikan oleh 2.559 gen,
otak oleh 29.930 gen, mata oleh 1.794 gen, kelenjar ludah oleh 186 gen, jantung
oleh 6.216 gen, dada oleh 4.001 gen, paru-paru oleh 11.581 gen, hati oleh 2.309
gen, usus oleh 3.838 gen, otot kerangka oleh 1.911 gen, dan sel-sel darah oleh
22.902 gen.
Urutan huruf di dalam DNA menentukan struktur seorang manusia hingga bagian
terkecil. Selain ciri seperti tinggi badan, mata, rambut, dan warna kulit,
sebuah sel tunggal DNA juga mengandung rancangan dari 206 tulang, 600 otot,
jaringan 10.000 otot pendengaran, jaringan 2 juta saraf penglihatan, 100 miliar
sel saraf, dan 100 triliun sel di dalam tubuh.
Sekarang mari kita berpikir dengan informasi di atas: Karena tak sebuah
huruf pun dapat terbentuk tanpa ada penulisnya, bagaimana miliaran huruf di
dalam sel manusia berasal mula? Bagaimana huruf-huruf ini berbaris dalam
rangkaian yang bermakna sehingga membentuk perencanaan unik seperti tubuh yang
sempurna dan kompleks? Jika terjadi kerusakan pada urutan huruf-huruf ini Anda
mungkin akan mempunyai telinga di perut atau mata di tumit. Anda mungkin akan
lahir dengan tangan menempel di punggung, dan hidup sebagai makhluk aneh.
Rahasia kehidupan Anda sekarang ini sebagai manusia sepantasnya terletak pada
rangkaian ‘sempurna’ dari miliaran huruf pada ensiklopedia 46 jilid di dalam
DNA Anda.
DNA
Menentang Peristiwa Kebetulan
Saat ini matematika telah membuktikan bahwa peristiwa kebetulan tidak dapat
berperan pada pembentukan informasi yang dikodekan di dalam DNA, jangankan pada
molekul DNA yang terbuat dari jutaan pasangan basa. Probabilitas pembentukan
secara kebetulan satu gen saja dari 200.000 gen yang menyusun DNA adalah begitu
rendahnya, sehingga disebut mustahil pun masih terlalu lemah. Frank Salisbury,
seorang ahli biologi evolusionis, mengemukakan pernyataan berikut tentang
“kemustahilan” ini:
Sebuah protein berukuran sedang dapat terdiri dari
sekitar 300 asam amino. Gen DNA yang mengatur protein ini bisa memiliki 1000
nukleotida pada rantainya. Karena ada empat jenis nukleotida dalam sebuah
rantai DNA, satu rantai dengan 1000 nukleotida dapat tersusun dalam 41000 bentuk.
Dengan menggunakan sedikit ilmu aljabar (logaritma), kita dapat melihat bahwa 41000 = 10600. Sepuluh dikali sepuluh sebanyak 600 kali
menghasilkan angka 1 yang diikuti 600 angka nol! Suatu angka di luar kemampuan
pemahaman kita.
Dengan kata lain, bahkan jika kita asumsikan bahwa semua nukleotida yang
dibutuhkan ada pada sebuah medium, dan bahwa semua molekul kompleks dan enzim
untuk menggabungkan mereka tersedia, kemungkinan bagi nukleotida ini tersusun
dalam urutan yang diinginkan adalah 1 banding 41000, atau 1 banding 10600.
Singkatnya, probabilitas dari pembentukan secara kebetulan dari kode sebuah
protein rata-rata dalam tubuh manusia pada DNA dengan sendirinya adalah 1
banding 1 diikuti oleh 600 angka nol. Ini bahkan berada di luar bilangan
astronomis, yang pada praktiknya berarti probabilitas ‘nol’. Artinya, urutan
sedemikian pastilah berada di bawah kendali dan pengetahuan dari kekuatan yang
sadar dan bijaksana. Probabilitas hal ini terjadi melalui “kecelakaan”,
“untung-untungan”, atau “peristiwa kebetulan” adalah nol.
Coba pikirkan buku yang sekarang tengah Anda baca. Bagaimana pendapat Anda
tentang seseorang yang mengklaim bahwa huruf-huruf (dengan menggunakan stempel
cetak untuk setiap hurufnya) berkumpul secara kebetulan dengan sendirinya untuk
membentuk tulisan ini? Nyata sekali bahwa ia ditulis oleh seorang yang memiliki
kecerdasan dan kesadaran. Ini tidak berbeda dengan DNA.
Francis Crick, ahli biokimia yang menemukan struktur DNA, meraih hadiah
Nobel berkat risetnya dalam subjek ini. Crick, seorang evolusionis yang
bersemangat, menyatakan pendapat ilmiah berikut dalam buku yang ditulisnya
setelah mengakui struktur DNA yang menakjubkan: “Seorang jujur yang dibekali
ilmu pengetahuan masa kini, hanya dapat menyatakan bahwa asal usul kehidupan
hampir seperti suatu keajaiban.” 3 Bahkan dalam pandangan Crick,
salah seorang pakar terbesar mengenai DNA, kehidupan tidak dapat bermula di
dunia secara spontan.
Data di dalam DNA, yang terbentuk dari 5 juta huruf, tersusun dari
rangkaian huruf A-T-G-C yang khusus dan bermakna. Namun, tidak boleh terjadi
satu pun kesalahan huruf pada rangkaian ini. Kata yang salah eja atau kesalahan
huruf dalam ensiklopedia mungkin saja diabaikan dan dikesampingkan. Ia bahkan
tidak akan teperhatikan. Namun, satu saja kesalahan dalam pasangan basa DNA,
seperti kesalahan kode huruf pada pasangan basa ke-1.719.348.632, akan
berakibat amat buruk pada sel, dan karenanya pada individunya sendiri.
Misalnya, hemofilia (leukemia anak) adalah akibat dari pengkodean yang keliru
seperti itu.
Sebenarnya, tidak tepat jika hal ini disebut “pengkodean yang keliru”,
karena seperti segala sesuatu yang ada, DNA manusia, juga diciptakan oleh Allah
dan bahkan kesalahan yang jarang terjadi dikarenakan suatu sebab tersembunyi
(tujuan ilahiah). Kesalahan pengkodean yang menyebabkan kanker adalah suatu
penyakit yang diciptakan secara khusus. Ia diciptakan secara khusus untuk suatu
sebab tersembunyi yang tertentu untuk menunjukkan kepada manusia kelemahan dan
ketidakmampuannya sendiri, mengingatkannya akan berbagai keseimbangan yang
halus di mana penciptaan manusia tergantung, dan kesulitan apa yang mungkin
dihadapinya jika terjadi gangguan paling ringan pun terhadap keseimbangan ini.
Replikasi
Diri pada DNA
Sebagaimana diketahui, sel berkembang biak dengan membelah diri. Sementara
tubuh manusia asalnya terdiri dari sebuah sel tunggal, sel ini membelah dan
bereproduksi dengan kelipatan 2-4-8-16-32….
Apa yang terjadi pada DNA pada akhir proses pembelahan? Hanya ada satu
rantai DNA di dalam sel. Namun, nyata bahwa sel yang baru terbentuk juga
membutuhkan DNA. Untuk mengisi kekosongan ini, DNA merampungkan sebuah rentetan
operasi yang menarik, yang setiap tahapnya merupakan keajaiban yang berbeda.
Akhirnya, segera sebelum sel membelah, DNA membuat kopi dirinya dan
memindahkannya ke sel yang baru.
Pengamatan terhadap pembelahan sel menunjukkan bahwa sel harus mencapai
ukuran tertentu sebelum membelah diri. Pada saat ia melewati ukuran tertentu
ini, proses pembelahan otomatis dimulai. Sementara bentuk sel mulai semakin
mulus sehingga memungkinkan proses pembelahan, DNA mulai mereplikasi diri
seperti disebutkan sebelumnya.
Ini berarti sel ‘memutuskan’ untuk membelah sebagai keseluruhan dan
bagian-bagian sel yang berbeda mulai bertindak sesuai dengan keputusan
pembelahan ini. Sudah jelas sel tidak mempunyai kesadaran untuk melakukan
tindakan kolektif sedemikian. Proses pembelahan dimulai dengan suatu perintah rahasia
dan keseluruhan sel, terutama DNA bertindak dengan perintah ini.
Pertama, DNA membelah menjadi dua untuk mereplikasi dirinya sendiri.
Peristiwa ini terjadi dengan cara yang sangat menarik. Molekul DNA yang
menyerupai tangga spiral membagi menjadi dua seperti ritsleting dari tengah
anak tangga. Seterusnya, DNA membelah menjadi dua bagian. Belahan yang hilang
(replica) dari masing-masing bagian disempurnakan dengan bahan-bahan yang
terdapat di sekitarnya. Dengan cara ini, dua molekul DNA baru diproduksi. Dalam
setiap tahap operasi, protein ahli yang disebut “enzim” yang berfungsi seperti
robot canggih mengambil peran. Walau ini sekilas tampak sederhana,
proses-proses antara yang berlangsung selama operasi ini begitu banyak dan
begitu rumit sehingga untuk menggambarkan keseluruhan peristiwa ini secara
detail akan membutuhkan banyak halaman.
Molekul DNA baru yang muncul selama replikasi diperiksa berulang kali oleh
enzim pemeriksa. Jika terjadi kesalahan – yang dapat menjadi sangat vital, ia
akan segera diidentifikasi dan diperbaiki. Kode yang keliru dibuang dan
digantikan dengan yang benar. Semua proses ini berlangsung dalam kecepatan yang
sangat memesonakan sehingga saat 3000 pasangan basa diproduksi dalam satu
menit, secara bersamaan semua pasangan diperiksa berulang kali oleh enzim-enzim
yang bertanggung jawab dan perbaikan yang dibutuhkan dilakukan.
Dalam molekul DNA yang baru diproduksi, lebih banyak kesalahan yang dapat
dilakukan lebih dari normal sebagai akibat faktor luar. Dalam hal ini, ribosom di
dalam sel mulai memproduksi enzim-enzim pereparasi DNA sesuai perintah yang
diberikan oleh DNA. Dengan demikian, saat DNA melindungi dirinya sendiri, ia
juga menjamin kelangsungan generasi.
Sel-sel dilahirkan, mereka bereproduksi dan mati seperti halnya manusia.
Namun masa hidup sel jauh lebih pendek daripada kehidupan manusia. Misalnya,
kebanyakan sel yang digunakan untuk membentuk tubuh Anda enam bulan yang lalu
tidak ada lagi saat ini. Namun, Anda tetap hidup karena mereka telah membelah
pada waktunya untuk memberikan tempatnya bagi yang baru. Karena ini, operasi
yang sangat kompleks seperti penggandaan sel dan replikasi DNA merupakan proses
vital yang tidak dapat menoleransi bahkan sebuah kesalahan kecil sehubungan
dengan kehidupan manusia. Namun, proses penggandaan berjalan begitu mulusnya
sehingga tingkat kesalahan hanyalah satu dalam tiga miliar pasangan basa. Dan
satu kesalahan ini dihapuskan oleh mekanisme kontrol yang lebih tinggi di dalam
tubuh tanpa menyebabkan masalah apa pun.
Sepanjang hari, tanpa Anda sadari, begitu banyak operasi dan kontrol
dilakukan, banyak pengukuran dilakukan di dalam tubuh Anda dengan cara yang
luar biasa kritis dan bertanggung jawab agar Anda dapat menjalani hidup tanpa
masalah apa-apa. Allah telah menganugerahkan untuk Anda tak terhitung jumlahnya
atom dan molekul, dari yang terbesar hingga yang terkecil, dari yang paling
sederhana hingga yang paling kompleks, sehingga Anda dapat hidup dengan baik
dan sehat. Tidakkah karunia dan rahmat ini sendiri cukup bagi Anda untuk
bersyukur? Atau haruskah seseorang menunggu terjadi masalah dalam sistemnya
yang sempurna baru ia akan menyadarinya?
Poin paling penting adalah bahwa enzim-enzim yang membantu produksi DNA dan
mengontrol komposisinya ini sebenarnya adalah protein yang diproduksi sesuai
dengan informasi yang dikodekan di dalam DNA dan di bawah perintah dan kontrol
DNA itu sendiri. Sebagaimana DNA harus ada agar enzim tersebut ada, begitu pula
halnya enzim tersebut harus ada agar DNA ada, dan di lain pihak, agar keduanya
ada sel harus ada secara lengkap, sampai ke membran dan semua organel kompleks
yang dikandungnya.
Teori evolusi yang menyatakan bahwa makhluk hidup berevolusi ‘tahap demi
tahap’ sebagai akibat dari ‘peristiwa-peristiwa kebetulan yang menguntungkan’
secara eksplisit disangkal oleh paradoks DNA-enzim yang disebutkan di atas. Ini
karena baik DNA maupun enzim harus ada pada saat yang bersamaan. Dan ini
menunjukkan keberadaan Pencipta yang sadar, yaitu Allah.
Evolusionis Tak Dapat Menjelaskan Bagaimana Informasi di
dalam DNA Berasal Mula dan Bagaimana Ia Berbeda dalam Setiap Spesies.
Sementara para evolusionis tidak dapat sama sekali menjelaskan bagaimana
DNA berasal mula, masih ada poin lain di mana mereka menghadapi jalan buntu.
Bagaimana ikan, reptil, burung, manusia dan sebagainya dapat memiliki DNA yang
berbeda dan jenis informasi yang berbeda?
Para evolusionis menjawab pertanyaan itu dengan mengatakan bahwa kandungan
informasi dalam DNA berkembang dan mengalami diversifikasi perlahan-lahan
melalui peristiwa-peristiwa kebetulan. Peristiwa kebetulan yang mereka rujuk
adalah “mutasi”. Mutasi adalah perubahan yang berlangsung di dalam DNA sebagai
akibat dari radiasi atau reaksi kimia. Kadangkala radiasi radioaktif terjadi
pada rantai DNA dan merusak atau memindahkan beberapa pasangan basa di
dalamnya. Menurut para evolusionis, makhluk hidup telah mencapai bentuk mereka
yang sempurna sekarang sebagai hasil diversifikasi dari sebuah DNA tunggal
karena mutasi-mutasi ini (yakni, kecelakaan).
Untuk menunjukkan bahwa klaim ini tidak masuk akal, mari kita bandingkan
sekali lagi DNA dengan sebuah buku. Telah disebutkan sebelumnya bahwa DNA
dibuat dari huruf-huruf yang berbaris menyamping seperti dalam sebuah buku.
Mutasi adalah seperti kesalahan huruf yang terjadi selama penyusunan buku ini.
Jika Anda mau, kita dapat melakukan percobaan mengenai subjek ini. Mari kita
mencari sebuah buku tebal tentang sejarah dunia untuk disusun (di-type-setting). Selama penyusunan, mari
kita campur tangan beberapa kali dan menyuruh tukang set untuk menekan satu
tombol dengan mata tertutup dan secara acak. Kemudian mari kita berikan teks
berisi huruf-huruf ini kepada orang lain dan menyuruhnya melakukan hal serupa
sekali lagi. Dengan menggunakan metode ini, mari kita minta buku ini disusun
dari awal hingga akhir beberapa kali, dengan demikian beberapa kesalahan huruf
telah ditambahkan kepada buku ini secara acak beberapa kali….
Mungkinkah buku sejarah ini dikembangkan dengan metode demikian? Misalnya,
akankah muncul sebuah bab tambahan berjudul “Sejarah Cina Kuno”, yang
sebelumnya tidak ada?
Sudah pasti, kesalahan huruf yang telah kita tambahkan tidak akan membangun
buku itu, malahan menghancurkan dan merusak artinya. Semakin banyak kita
tambahkan proses penyusunan yang salah, akan semakin berantakan buku kita
jadinya.
Namun, klaim teori evolusi adalah bahwa “kesalahan huruf membantu menyusun
sebuah buku”. Menurut evolusi, mutasi (kesalahan) yang terjadi pada DNA telah
membawa akibat yang menguntungkan dengan mengakumulasi dan melengkapi makhluk
hidup dengan organ-organ yang sempurna seperti mata, telinga, sayap, tangan,
dan sifat yang berhubungan dengan kesadaran seperti berpikir, belajar dan
berakal budi.
Tak dipertanyakan lagi, klaim ini bahkan lebih tak masuk akal daripada
contoh penambahan bab “Sejarah Cina Kuno” pada buku sejarah dunia sebagai hasil
dari akumulasi kesalahan huruf yang disebutkan di atas. (Lebih jauh lagi tidak
ada mekanisme di alam yang menyebabkan mutasi secara teratur seperti contoh
tukang set yang membuat kesalahan secara teratur. Mutasi di alam berlangsung
jauh lebih jarang daripada kesalahan huruf yang terjadi selama penyusunan
sebuah buku.)
Setiap “penjelasan”
yang dikemukakan oleh teori evolusi tentang asal usul kehidupan tidak masuk
akal dan tidak ilmiah. Salah seorang pakar terkemuka yang membahas persoalan
ini adalah ahli zoologi Prancis, Pierre Grassé, mantan ketua Akademi Sains
Prancis. Meskipun ia seorang evolusionis, Grassé menyatakan terang-terangan
bahwa teori Darwinis tidak dapat menjelaskan kehidupan. Dia juga mengemukakan
pendapatnya tentang logika konsep “kebetulan” yang merupakan pilar utama
Darwinisme:
Kemunculan mutasi-mutasi secara tepat, yang memungkinkan
hewan dan tumbuh memenuhi kebutuhan, merupakan hal yang sukar dipercaya. Namun,
teori Darwin menyatakan lebih dari itu: sebatang pohon atau seekor hewan
memerlukan beribu-ribu peristiwa kebetulan pada saat yang tepat. Jadi,
keajaiban akan berperan di sini: peristiwa-peristiwa dengan peluang mendekati
nol tidak boleh gagal untuk terjadi…. Tak
ada larangan untuk berkhayal, tetapi sains tidak boleh terjerumus ke dalamnya.4
Memang, teori
evolusi, yang mengklaim bahwa materi tak hidup berhimpun dengan sendirinya dan
membentuk makhluk hidup dengan sistem yang begitu gemilang seperti DNA, adalah
skenario yang sepenuhnya bertentangan dengan sains dan akal sehat. Semua ini
membawa kita kepada kesimpulan yang nyata. Karena hidup memiliki perencanaan
(DNA) dan semua makhluk hidup dibentuk menurut perencanaan ini, jelaslah bahwa
ada Pencipta ulung yang membuat perencanaan ini. Ini dengan mudah berarti bahwa
semua makhluk hidup diciptakan oleh Allah, Yang Mahakuasa, Mahabijaksana. Allah
menyatakan fakta ini di dalam Al Quran seperti berikut:
(QS. Al Hasyr, 59:
24)
Saat ini, apa yang
telah dicapai manusia melalui teknologi dapat digambarkan paling jauh sebagai
‘sebuah pendekatan menuju pengertian atas sebuah fragmen kecil dari pengetahuan
Allah, sebagaimana ditunjukkan pada DNA manusia’.
Di lain pihak,
teori evolusi yang mencoba untuk menjelaskan asal usul kehidupan sebagai
rangkaian peristiwa kebetulan, kehilangan semua keabsahannya di hadapan
pertanyaan: “Lalu bagaimana DNA berasal mula?”
PERTANYAAN YANG MENGHANCURKAN TEORI EVOLUSI: BAGAIMANA
DNA
BERASAL MULA?
Pertanyaan
bagaimana molekul yang dirancang secara luar biasa seperti DNA berasal mula
adalah salah satu dari ribuan jalan buntu yang dihadapi evolusionis. Karena
berusaha keras menjelaskan kehidupan melalui “peristiwa kebetulan”, teori
evolusi tidak pernah dapat menjelaskan sumber dari informasi luar biasa yang begitu
sempurna dan cermat dikodekan di dalam DNA.
Lebih jauh lagi,
pertanyaannya tidak hanya bagaimana rantai DNA bermula. Keberadaan dari rantai
DNA itu sendiri, dengan kapasitas informasi yang luar biasa yang dimilikinya,
tidak ada artinya jika sendirian. Agar dapat merujuk kepada kehidupan,
enzim-enzim yang membaca rantai DNA ini, mengopi mereka dan memproduksi
protein, juga harus ada. (Enzim adalah molekul raksasa yang mempunyai
fungsi-fungsi tertentu dalam sel yang mereka lakukan dengan kepresisian sebuah
robot.)
Gampangnya, agar
dapat berbicara tentang kehidupan, baik bank data yang kita sebut DNA, maupun
mesin untuk melakukan produksi dengan membaca data pada bank harus ada secara
bersamaan.
Yang mengejutkan,
enzim itu sendiri, yang membaca DNA dan melaksanakan produksi sesuai dengan
itu, diproduksi sesuai dengan kode di dalam DNA. Artinya, ada sebuah pabrik di
dalam sel yang membuat banyak jenis produk, dan juga merakit robot dan mesin
yang melaksanakan produksi ini. Pertanyaan bagaimana sistem ini – yang tidak
akan berguna jika ada kerusakan kecil di mekanismenya yang mana pun – bermula,
itu saja sudah cukup untuk menghancurkan teori evolusi.
Evolusionis Jerman
Douglas R. Hofstadler, menyatakan keputusasaannya di hadapan pertanyaan ini:
“Bagaimana Kode Genetik, juga mekanisme untuk
penerjemahannya (ribosom dan molekul RNA) berawal?” Untuk saat ini, kita terpaksa harus puas dengan rasa takjub dan
terpesona, dan bukan dengan sebuah jawaban. 5
Pemuka evolusionis lainnya, ahli biologi molekuler terkenal di dunia,
Leslie Orgel, lebih terbuka tentang hal ini:
Sangat tidak mungkin bahwa protein dan asam nukleat, yang masing-masingnya memiliki struktur yang kompleks, muncul secara spontan pada tempat yang sama
secara bersamaan. Tetapi tidak mungkin pula ada salah satu tanpa yang
lainnya. Karena itu, pada sekilas pandangan pertama, SESEORANG MUNGKIN HARUS MENYATAKAN BAHWA SESUNGGUHNYA KEHIDUPAN TIDAK
DAPAT BERASAL MULA SECARA KIMIAWI.6
Mengatakan bahwa “kehidupan tidak mungkin pernah berasal mula secara
kimiawi” sama dengan mengatakan bahwa “kehidupan
tidak pernah dapat berasal mula dengan sendirinya”. Pengakuan atas
kebenaran pernyataan ini menghasilkan kesadaran bahwa kehidupan diciptakan
secara sadar. Namun karena alasan-alasan ideologis, para evolusionis tidak
mengakui fakta, bukti nyata yang ada di depan mata mereka ini. Untuk menghindar
dari mengakui keberadaan Tuhan, mereka mempercayai skenario tidak masuk akal,
yaitu kemustahilan yang juga mereka yakini.
Dalam bukunya “Evolution: A Theory in Crisis”, yang membahas
ketidakabsahan teori evolusi, seorang ahli biologi molekuler terkenal, Prof.
Michael Denton, mengungkapkan kepercayaan tidak masuk akal para Darwinis:
Bagi mereka yang skeptis, gagasan bahwa program genetis
organisme tingkat tinggi hampir sama dengan ribuan juta bit informasi, yang ekivalen dengan urutan huruf dalam seribu
jilid buku yang memuat beribu-ribu algoritma rumit dalam bentuk kode yang
mengendalikan, menentukan dan mengatur pertumbuhan dan perkembangan bermiliar-miliar sel organisme kompleks, murni dihasilkan
oleh sebuah proses acak, benar-benar MELECEHKAN AKAL MANUSIA. AKAN TETAPI,
GAGASAN TERSEBUT DITERIMA DARWINIS TANPA SEDIKIT PUN KERAGUAN — PARADIGMA INI
JUSTRU DIUTAMAKAN! 7
Memang, Darwinisme tidak lain dari kepercayaan yang sepenuhnya tidak masuk
akal dan bersifat takhyul. Siapa pun yang berakal sehat akan melihat bukti dari
fakta besar itu dengan memperhatikan DNA, atau bagian lain dari alam semesta.
Manusia dan semua makhluk hidup diciptakan oleh Allah, Yang Mahakuasa, Rabb
dari semesta alam.
“Dunia RNA”
Penemuan pada tahun 1970-an bahwa gas-gas di dalam atmosfer primitif tidak
memungkinkan sintesis asam amino, adalah pukulan berat bagi teori evolusi
molekuler. Kemudian diakui bahwa “eksperimen atmosfer primitif” oleh evolusionis
seperti Miller, Fox dan Ponnamperuma, tidak absah. Untuk itu, pada tahun
1980-an berbagai upaya baru evolusionis diajukan. Hasilnya adalah sebuah
skenario yang dinamai “Dunia RNA” yang menyatakan bahwa bukanlah protein yang
pertama terbentuk, melainkan molekul RNA yang mengandung informasi tentang
protein.
Skenario ini diusulkan tahun 1986 oleh Walter Gilbert, seorang ahli kimia
dari Harvard. Menurutnya, miliaran tahun lalu sebuah molekul RNA, yang entah
bagaimana dapat melakukan replikasi, terbentuk secara kebetulan. Kemudian,
dengan diaktifkan oleh pengaruh lingkungan, RNA ini mulai memproduksi protein.
Selanjutnya, informasi tersebut perlu disimpan pada molekul kedua, maka dengan
suatu cara terbentuklah molekul DNA.
Karena tersusun dari rangkaian kemustahilan pada setiap tahapnya, skenario
yang sukar dibayangkan ini bukannya memberikan penjelasan tentang asal usul
kehidupan, malah memperbesar masalah dan menimbulkan banyak pertanyaan tak
terselesaikan:
1. Jika mustahil untuk menerangkan pembentukan secara kebetulan satu saja
dari banyak nukleotida yang membangun RNA, bagaimana mungkin nukleotida rekaan
ini membentuk RNA dengan saling bergabung dalam urutan yang tepat? John Horgan,
ahli biologi evolusionis, mengakui kemustahilan ini pembentukan RNA secara kebetulan
ini sebagai berikut :
Semakin
dekat para peneliti mengkaji konsep dunia RNA, semakin banyak masalah muncul. Bagaimana RNA
muncul pertama kali? Di laboratorium, dalam kondisi terbaik sekalipun, RNA dan
komponennya sangat sulit disintesis, apalagi dalam kondisi seadanya. 8
2. Bahkan jika kita menganggap RNA terbentuk secara kebetulan, bagaimana
mungkin RNA yang hanya terdiri dari rantai nukleotida ini “memutuskan” untuk
mereplikasi diri, dan mekanisme apa yang mungkin digunakannya untuk proses itu?
Dari mana RNA mendapatkan nukleotida untuk replikasinya? Bahkan, ahli
mikrobiologi evolusionis, Gerald Joyce dan Leslie Orgel mengungkapkan
keputusasaan atas situasi ini dalam bukunya yang berjudul “In the RNA World”.
Diskusi ini..., dalam suatu artian, telah berfokus pada
sebentuk mitos tentang molekul RNA yang bereplikasi diri dan muncul dari sup
polinukleotida acak secara mendadak. Hal ini bukan saja tidak realistis di
bawah pemahaman kita saat ini tentang kimia prebiotik, bahkan ia seharusnya
menyaring kepercayaan yang terlalu mudah dari pandangan optimis tentang potensi
katalitis RNA.9
3. Bahkan jika kita menganggap
bahwa di bumi purba ada RNA yang dapat mereplikasi diri, seluruh asam amino
siap pakai tersedia dan semua yang mustahil ini terjadi, situasi ini tidak
berakhir dengan pembentukan satu molekul protein pun. Hal ini karena RNA hanya
mengandung informasi mengenai struktur protein, sedangkan asam amino hanya
bahan mentah. Bagaimanapun, tidak ada mekanisme untuk memproduksi protein.
Anggapan bahwa kehadiran RNA sudah cukup untuk produksi protein adalah sama
tidak masuk akalnya dengan mengharapkan sebuah mobil dapat merakit diri sendiri
hanya dengan melemparkan secarik kertas yang berisi rancangannya ke atas
tumpukan ribuan onderdil mobil. Dalam kasus ini, juga tidak ada produksi karena
tidak ada pabrik atau pekerja yang terlibat dalam proses.
Protein diproduksi oleh ribosom
dengan bantuan berbagai enzim, dan merupakan hasil dari berbagai proses yang
sangat kompleks di dalam sel. Ribosom sendiri adalah organel sel yang kompleks
dan terbuat dari protein. Jadi, situasi ini juga menimbulkan asumsi tidak masuk
akal lainnya bahwa ribosom pun muncul secara kebetulan pada saat yang sama.
Bahkan pemenang Hadiah Nobel, Jacques Monod, seorang pembela teori evolusi yang
fanatik, menjelaskan bahwa sintesis protein tidak bisa dianggap proses remeh
yang hanya bergantung pada informasi dalam asam nukleat:
Kode DNA tidak berarti jika tidak diterjemahkan.
Perangkat penerjemah modern sel-sel ini terdiri dari paling sedikit lima puluh
komponen makromolekuler yang juga dikode dalam DNA: kode-kode ini tidak dapat diterjemahkan kecuali oleh hasil
penerjemahannya sendiri. Ini sesuai dengan ungkapan omne vivum ex ovo (ayam atau telur yang lebih dulu). Kapan dan
bagaimana lingkaran ini berujung? Ini
sangat sulit untuk dibayangkan.30
Bagaimana sebuah rantai RNA di
bumi purba dapat mengambil keputusan seperti itu? Dan bagaimana ia
merealisasikan produksi protein dengan melakukan sendiri pekerjaan 50 partikel
terspesialisasi? Evolusionis tidak bisa menjawab pertanyaan ini.
Dr. Leslie Orgel, seorang rekanan Stanley Miller dan Francis Crick dari
Universitas San Diego California, menggunakan istilah “skenario” untuk
kemungkinan “asal usul kehidupan melalui dunia RNA”. Orgel menggambarkan
sifat-sifat yang harus dimiliki RNA berikut kemustahilannya dalam artikelnya “The
Origin of Life” yang dimuat dalam American Scientist pada bulan
Oktober 1994 :
Jika kita amati, skenario
ini mungkin saja terjadi jika RNA prebiotik memiliki dua sifat yang tidak dimilikinya sekarang:
kemampuan untuk bereplikasi tanpa
bantuan protein dan kemampuan untuk mengkatalisasi
setiap tahap sintesis protein. 11
Cukup jelas kiranya, mengharapkan
dua kemampuan yang kompleks dan luar biasa mendasar ini pada molekul seperti
RNA hanya mungkin oleh daya imajinasi dan pandangan seorang evolusionis. Di
lain pihak, fakta-fakta ilmiah konkret menunjukkan secara eksplisit bahwa tesis
“Dunia RNA”, yang diajukan sebagai model baru pembentukan kehidupan, juga
merupakan dongeng yang tidak masuk akal.
Pengakuan
Para Evolusionis
Perhitungan probabilitas menunjukkan dengan jelas bahwa molekul kompleks
seperti protein dan asam nukleat (RNA dan DNA) tidak pernah dapat terbentuk
secara kebetulan, secara independen satu terhadap yang lain. Walaupun demikian,
evolusionis harus menghadapi masalah yang lebih besar bahwa semua molekul
kompleks tersebut harus muncul secara bersamaan agar kehidupan dapat muncul.
Teori evolusi benar-benar dipusingkan oleh syarat tersebut. Ini adalah titik di
mana sebagian evolusionis terkemuka terpaksa mengaku. Sebagai contoh, seorang
kerabat dekat Stanley Miller dan Francis Crick dari University of San Diego
California, evolusionis terkenal Dr. Leslie Orgel menyatakan:
Protein dan asam nukleat, masing-masing memiliki struktur yang kompleks,
tidak mungkin muncul secara spontan pada tempat yang sama secara bersamaan.
Tetapi tidak mungkin pula ada salah satu tanpa yang lainnya. Karena itu, pada
sekilas pandangan pertama, seseorang mungkin harus menyatakan bahwa sesungguhnya
kehidupan tidak dapat berasal dari senyawa kimiawi.1
Fakta yang sama diakui pula oleh ilmuwan yang lain:
DNA tidak dapat melakukan pekerjaannya, termasuk menghasilkan lebih banyak
DNA, tanpa bantuan protein katalitis atau enzim. Singkatnya, protein tidak
dapat terbentuk tanpa DNA, sebagaimana pula DNA tidak dapat terbentuk tanpa
protein.2
Bagaimana Kode Genetis, termasuk mekanisme translasinya (ribosom dan
molekul RNA), berawal? Untuk saat ini, kita terpaksa harus puas dengan
keterpesonaan dan ketakjuban, dan bukan dengan sebuah jawaban. 3
1)
Leslie E. Orgel,
“The Origin of Life on Earth”, ScientificAmerican, vol.271, Oktober 1994, hlm.
78
2)
John Horgan, “In
the Beginning”, Scientific American, vol. 264, Februari 1991, hlm. 119
3)
Douglas R.
Hofstadter, Godel, Escher, Bach: An eternal Golden Braid, New York, Vintage
Books, 1980, hlm. 548
Kehidupan,
Konsep yang Lebih
dari Sekadar
Tumpukan Molekul
Marilah sejenak kita lupakan
seluruh kemustahilan dan menganggap bahwa molekul protein terbentuk dalam
lingkungan yang paling tidak tepat, tidak beraturan, seperti kondisi bumi
purba. Pembentukan satu protein saja tidak akan cukup. Protein ini harus sabar
menunggu selama ribuan bahkan jutaan tahun dalam lingkungan yang tidak
beraturan tanpa mengalami kerusakan, sampai protein lain terbentuk secara
kebetulan di dekatnya dalam kondisi yang sama. Protein tersebut harus menunggu
hingga jutaan protein yang tepat terbentuk di sekitarnya dalam kondisi
lingkungan yang sama, seluruhnya "secara kebetulan". Protein-protein
yang terbentuk lebih dulu harus cukup sabar menunggu tanpa dirusak sinar
ultraviolet dan efek-efek mekanis yang keras sampai protein lain muncul di
dekat mereka. Kemudian protein-protein ini dalam jumlah memadai, yang semuanya
muncul pada tempat yang sama, akan bergabung menghasilkan kombinasi fungsional
dan membentuk organel-organel sel. Tidak ada senyawa berlebih, molekul
berbahaya atau rantai protein tak berguna yang mengganggu mereka. Kemudian,
bahkan bila organel-organel tersebut bergabung secara harmonis dan sesuai
dengan rancangan dan urutannya, mereka harus dilengkapi enzim-enzim penting dan
menutup diri dengan sebuah membran. Ruangan dalam membran harus diisi dengan
cairan istimewa untuk menyediakan lingkungan ideal bagi organel-organel
tersebut. Sekarang, sekalipun semua kejadian “yang sangat tidak mungkin” ini
secara kebetulan benar-benar terjadi, apakah tumpukan molekul ini akan hidup?
Jawabannya adalah “tidak”, karena penelitian telah mengungkapkan bahwa kombinasi seluruh bahan penting bagi kehidupan
saja tidak cukup untuk memulai suatu kehidupan. Bahkan bila seluruh protein
pen-ting bagi kehidupan dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
usaha ini tidak akan menghasilkan satu pun sel hidup. Seluruh eksperimen
mengenai hal ini telah terbukti tidak berhasil. Seluruh observasi dan
eksperimen menunjukkan bahwa kehidupan hanya muncul dari kehidupan. Pernyataan
bahwa kehidupan berevolusi dari benda mati atau “abiogenesis” adalah kisah yang
hanya ada dalam mimpi evolusionis, dan sama sekali berbeda dengan setiap hasil
eksperimen dan observasi.
Dalam hal ini, kehidupan pertama di bumi ini harus berasal dari kehidupan
lain. Ini merupakan refleksi asma Allah yaitu “Al Hayyun” (Pemilik Kehidupan).
Kehidupan dapat dimulai, berlanjut dan berakhir hanya dengan kehendak-Nya.
Sedangkan evolusi, selain tidak mampu menjelaskan bagaimana kehidupan dimulai,
juga bagaimana bahan-bahan penting bagi kehidupan dapat terbentuk dan bersatu.
Chandra Wickramasinghe menggambarkan realitas yang dihadapinya sebagai
ilmuwan yang seumur hidup diajari bahwa kehidupan muncul dari
peristiwa-peristiwa kebetulan:
Sejak masa pendidikan untuk menjadi seorang ilmuwan, otak
saya benar-benar dicuci agar percaya bahwa ilmu pengetahuan tidak sesuai dengan
pen-ciptaan yang 'disengaja'. Pemikiran tentang penciptaan ini harus
disingkirkan dengan cara yang menyakitkan. Pada saat ini, saya tidak dapat
menemukan argumentasi rasional untuk mengalahkan ajakan mempercayai Tuhan. Kami
biasanya memiliki pikiran terbuka; dan sekarang,
kami sadar bahwa satu-satunya jawaban logis atas kehidupan ini adalah penciptaan—bukan proses acak dan
kebetulan. 12
Hukum II
Termodinamika
Menggugurkan
Teori Evolusi
Hukum II Termodinamika, yang dianggap sebagai salah satu hukum dasar ilmu
fisika, menyatakan bahwa pada kondisi normal semua sistem yang dibiarkan tanpa
gangguan cenderung menjadi tak teratur, terurai, dan rusak sejalan dengan
waktu. Seluruh benda, hidup atau mati, akan aus, rusak, lapuk, terurai, dan
hancur. Akhir seperti ini mutlak akan dihadapi semua makhluk dengan caranya
masing-masing dan menurut hukum ini, proses yang tak terelakkan ini tidak dapat
dibalikkan.
Kita semua mengamati hal ini. Sebagai contoh, jika Anda meninggalkan sebuah
mobil di padang pasir, Anda tidak akan menemukannya dalam keadaan lebih baik
ketika Anda menengoknya beberapa tahun kemudian. Sebaliknya, Anda akan melihat
bannya kempes, kaca jendelanya pecah, sasisnya berkarat, dan mesinnya rusak.
Proses yang sama tak terhindarkan berlaku pula pada makhluk hidup, bahkan lebih
cepat.
Hukum II Termodinamika adalah cara mendefinisikan proses alam ini dengan
persamaan dan perhitungan fisika.
Hukum fisika yang terkenal ini disebut juga “Hukum Entropi”. Entropi adalah
selang ketidakteraturan yang terjadi dalam suatu sistem. Entropi sistem
meningkat ketika sistem itu bergerak dari keadaan teratur, terorganisir, dan
terencana menuju keadaan yang lebih tidak teratur, tersebar dan tidak
terencana. Semakin tidak teratur suatu sistem, semakin tinggi pula entropinya.
Hukum Entropi menyatakan bahwa seluruh alam semesta bergerak menuju keadaan
yang semakin tidak teratur, tidak terencana, dan tidak terorganisir.
Keabsahan Hukum II Termodinamika atau Hukum Entropi ini telah terbukti,
baik secara eksperimen maupun teoretis. Para ilmuwan terpenting di masa kita
menyetujui fakta bahwa Hukum Entropi akan menjadi paradigma yang mendominir
hingga periode sejarah mendatang. Albert Einstein, ilmuwan terbesar di masa
kita ini mengakuinya sebagai “hukum
utama dari semua sains”. Sir Arthur Eddington juga menyebutnya sebagai “hukum metafisika tertinggi di seluruh
jagat”.1
Teori evolusi adalah klaim yang diajukan dengan sepenuhnya mengabaikan
hukum fisika yang mendasar dan memiliki kebenaran universal ini. Mekanisme yang
diajukan evolusi benar-benar bertentangan dengan hukum ini. Teori evolusi
menyatakan bahwa atom-atom dan molekul-molekul yang tidak hidup, tidak teratur
dan tersebar, sejalan dengan waktu menyatu secara spontan dalam urutan dan
perencanaan tertentu membentuk molekul-molekul yang luar biasa kompleks seperti
protein, DNA dan RNA. Kemudian mereka lambat laun menghasilkan jutaan spesies
makhluk hidup yang berbeda, bahkan dengan struktur yang lebih kompleks lagi.
Menurut teori evolusi, proses yang diperkirakan ini – yang menghasilkan
struktur yang lebih terencana, lebih teratur, lebih kompleks dan lebih
terorganisir – terbentuk dengan sendirinya pada tiap tahapan dalam kondisi
alamiah. Hukum Entropi menegaskan bahwa apa yang disebut proses alamiah ini
jelas bertentangan dengan hukum-hukum fisika.
Ilmuwan evolusionis juga menyadari fakta ini. J. H. Rush menyatakan:
Dalam perjalanan evolusinya yang kompleks, kehidupan
menunjukkan perbedaan yang sangat besar dibandingkan kecenderungan yang
dinyatakan Hukum II Termodinamika. Sementara Hukum II menyatakan pergerakan irreversibel ke arah entropi yang
lebih tinggi dan tak teratur, kehidupan terus berevolusi ke tingkat keteraturan
yang lebih tinggi.2
Dalam sebuah artikel di majalah Science,
ilmuwan evolusionis, Roger Lewin, menyatakan kebuntuan evolusi secara termodinamika:
Satu masalah yang dihadapi para
ahli biologi adalah pertentangan nyata
oleh evolusi terhadap Hukum II Termodinamika. Semua sistem seharusnya rusak
sejalan dengan waktu, semakin tidak
teratur, bukan sebaliknya.3
Ilmuwan evolusionis lainnya, George Stravropoulos, menyatakan kemustahilan termodinamis
dari pembentukan kehidupan secara spontan dan ketidaklayakan penjelasan adanya
mekanisme-mekanisme makhluk hidup yang kompleks melalui hukum-hukum alam. Ini
dinyatakannya dalam majalah evolusionis terkenal, American Scientist:
Namun sesuai dengan Hukum Termodinamika II, dalam kondisi biasa tidak ada molekul organik kompleks dapat
terbentuk secara spontan, tetapi sebaliknya akan hancur. Memang, semakin
kompleks sebuah molekul, semakin tidak stabil keadaannya dan semakin pasti
kehancurannya, cepat atau lambat. Kendatipun melalui pembahasaan yang
membingungkan atau sengaja dibuat membingungkan, fotosintesis dan semua proses
kehidupan, serta kehidupan itu sendiri, tidak dapat dipahami berdasarkan ilmu termodinamika ataupun ilmu
pasti lainnya.4
Mitos
"Sistem Terbuka"
Dihadapkan pada semua kebenaran ini, evolusionis terpaksa berlindung dengan
menyimpangkan Hukum II Termodinamika, dengan mengatakan bahwa hukum ini berlaku
hanya untuk “sistem tertutup”, dan tidak dapat menjangkau “sistem terbuka”.
Suatu “sistem terbuka” merupakan sistem termodinamis di mana materi dan
energi dapat keluar-masuk. Sedangkan dalam “sistem tertutup”, materi dan energi
tetap konstan. Evolusionis menyatakan bahwa bumi merupakan sebuah sistem
terbuka. Bumi terus menerima energi dari matahari, sehingga hukum entropi tidak
berlaku pada bumi secara keseluruhan; dan makhluk hidup yang kompleks dan
teratur dapat terbentuk dari struktur-struktur mati yang sederhana dan tidak
teratur.
Namun ada penyimpangan nyata dalam pernyataan ini. Fakta bahwa sistem
memperoleh aliran energi tidaklah cukup untuk menjadikan sistem ini teratur.
Diperlukan mekanisme khusus untuk membuat energi berfungsi. Sebagai contoh,
mobil memerlukan mesin, sistem transmisi, dan mekanisme kendali untuk mengubah
bahan bakar menjadi energi untuk menggerakkan mobil. Tanpa sistem konversi
energi seperti itu, mobil tidak dapat menggunakan energi dari bahan bakar.
Hal yang sama berlaku juga dalam kehidupan. Kehidupan memang mendapatkan
energi dari matahari, namun energi matahari hanya dapat diubah menjadi energi
kimia melalui sistem konversi energi yang sangat kompleks pada makhluk hidup
(seperti fotosintesis pada tumbuhan dan sistem pencernaan pada manusia dan
hewan). Tidak ada makhluk hidup yang dapat hidup tanpa sistem konversi energi
semacam itu. Tanpa sistem konversi energi, matahari hanyalah sumber energi
destruktif yang membakar, menyengat dan melelehkan.
Dapat dilihat, suatu sistem termodinamika, baik terbuka maupun tertutup, tidak
menguntungkan bagi evolusi tanpa mekanisme konversi energi. Tidak ada seorang
pun menyatakan bahwa mekanisme sadar dan kompleks semacam itu muncul di alam
dalam kondisi bumi purba. Memang, masalah nyata yang dihadapi evolusionis
adalah bagaimana mekanisme konversi energi yang kompleks ini — seperti
fotosintesis tumbuhan yang tidak dapat ditiru, bahkan dengan teknologi modern —
dapat muncul dengan sendirinya.
Aliran energi matahari ke bumi tidak dapat menciptakan keteraturan dengan
sendirinya. Setinggi apa pun suhunya, asam-asam amino tidak akan membentuk
ikatan dengan urutan teratur. Energi saja tidak cukup untuk pembentukan
struktur lebih kompleks dan teratur, seperti asam amino membentuk protein atau
protein membentuk struktur terorganisir yang lebih kompleks pada
organel-organel sel. Sumber nyata dan penting dari keteraturan pada semua
tingkat adalah rancangan sadar, dengan kata lain, penciptaan.
PENGELAKAN “TEORI KHAOS”
Menyadari
bahwa Hukum II Termodinamika membuat evolusi mustahil terjadi, sejumlah ilmuwan
evolusionis telah melakukan upaya spekulatif untuk menutup jurang pemisah
antara keduanya sehingga memungkinkan terjadinya evolusi. Seperti biasa,
ikhtiar itu malah menunjukkan bahwa teori evolusi menghadapi jalan buntu yang
tak terelakkan.
Seorang
yang menonjol dengan upayanya untuk mengawinkan termodinamika dengan evolusi
adalah ilmuwan Belgia, Ilya Prigogine.
Dengan
mengawali dari Teori Khaos, Prigogine mengajukan sebuah hipotesa di mana
keteraturan terbentuk dari khaos (kekacauan). Meskipun telah mengerahkan upaya
terbaiknya, Prigogine tidak mampu melakukan perkawinan itu. Ini jelas terlihat
pada komentarnya:
Ada pertanyaan lain, yang telah mengganggu kita
selama lebih dari satu abad: Apa signifikansi yang dimiliki evolusi makhluk
hidup dalam dunia yang diuraikan oleh termodinamika, dunia dengan
ketidakteraturan yang terus meningkat?6
Prigogine,
yang sangat paham bahwa teori-teori pada tingkat molekuler tidak dapat dipakai
pada sistem kehidupan, seperti sel hidup, menekankan masalah ini:
Masalah keteraturan biologis melibatkan peralihan
dari aktivitas molekuler hingga keteraturan supermolekuler dari sel.
Masalah ini jauh dari terselesaikan.7
Inilah
poin paling akhir yang dicapai Teori Khaos dan spekulasi yang terkait. Tidak
ada hasil konkret yang telah dicapai yang akan mendukung atau membenarkan
evolusi atau menghilangkan kontradiksi antara evolusi, entropi, dan hukum-hukum
fisika lainnya.
Meskipun
semua fakta yang teramat jelas ini, para evolusionis mencoba untuk berlindung
dengan dalih-dalih sederhana. Kebenaran ilmiah yang nyata menunjukkan bahwa
makhluk-makhluk hidup dan struktur makhluk hidup yang teratur, terencana, dan
kompleks tidak mungkin muncul dengan peristiwa kebetulan di bawah keadaan
normal. Situasi ini memperjelas bahwa keberadaan makhluk hidup hanya dapat
dijelaskan dengan campur tangan suatu kekuatan supernatural. Kekuatan
supernatural itu adalah Allah, yang menciptakan seluruh alam semesta dari
ketiadaan. Sains telah membuktikan bahwa evolusi masih tetap mustahil sejauh
berkaitan dengan termodinamika dan keberadaan dari kehidupan tidak memiliki
penjelasan lain kecuali Penciptaan.
1 Jeremy Rifkin, Entropy: A
New World View, New York, Viking Press, 1980, hlm.6
2 J. H.Rush, The Dawn of
Life, New York, Signet, 1962, hlm 35
3 Roger Lewin, "A Downward
Slope to Greater Diversity", Science, vol. 217, 24.9.1982, hlm. 1239
4 George P. Stravropoulos,
"The Frontiers and Limits of Science", American Scientist,
vol. 65, November-Desember 1977, hlm.674
5 Jeremy Rifkin, Entropy: A
New World View, hlm.55
6 Ilya Prigogine, Isabelle
Stengers, Order Out of Chaos, New York, Bantam Books, 1984, hlm. 129
7 Ilya Prigogine, Isabelle
Stengers, Order Out of Chaos, hlm. 175
TEORI INFORMASI DAN
AKHIR DARI MATERIALISME
Filsafat materialis merupakan dasar dari teori evolusi. Materialisme bersandar pada anggapan
bahwa segala sesuatu yang ada adalah materi. Menurut filsafat ini, materi telah
ada semenjak keabadian, akan terus ada selamanya, dan tidak ada apa pun selain
materi. Untuk mendukung klaim mereka, para materialis menggunakan sebuah logika
yang disebut “reduksionisme”. Reduksionisme adalah gagasan bahwa benda yang
tidak teramati seperti materi juga dapat dijelaskan dengan penyebab yang
bersifat materi.
Untuk menjelaskan
ini, mari kita ambil contoh tentang pikiran manusia. Jelas, pikiran manusia
bukanlah sesuatu yang “tersentuh oleh tangan, dan terlihat oleh mata”. Lebih
jauh lagi, tidak ada “pusat pikiran” di dalam otak manusia. Situasi ini, tak
terhindarkan membawa kita kepada kesimpulan bahwa pikiran adalah suatu konsep
di luar materi. Oleh karena itu, makhluk yang kita panggil “aku”, yang
berpikir, mencintai, merasa gugup, khawatir, merasa senang atau sakit bukanlah
bentuk materi seperti sofa, meja, atau batu.
Walaupun begitu, para materialis mengklaim bahwa pikiran adalah “reduksi
dari materi”. Menurut klaim materialis, pikiran, rasa cinta, kekhawatiran dan
semua aktivitas mental kita tidak lain dari reaksi kimia yang berlangsung di
antara atom di dalam otak kita. Rasa cinta kita kepada seseorang adalah reaksi
kimia pada sejumlah sel di dalam otak kita, dan perasaan takut karena suatu
peristiwa tertentu adalah reaksi kimia lainnya. Filsuf materialis terkenal, Karl Vogt menekankan logika ini dengan
kata-katanya yang terkenal, “Sebagaimana
hati mengeluarkan empedu, begitu pula otak kita mengeluarkan pikiran”. Namun,
empedu adalah materi, sedangkan tidak ada bukti bahwa pikiran adalah materi.
Reduksionisme adalah sebuah deduksi logika. Namun, deduksi logika dapat
didasarkan pada landasan yang lembut sebagaimana pada landasan yang bergoncang.
Karena itu, pertanyaan yang menghadang kita sementara ini adalah: Apa hasilnya jika reduksionisme, logika
dasar dari materialisme, dibandingkan
dengan data ilmiah?
Ilmuwan dan pemikir materialis abad ke-19 mengira bahwa pertanyaan ini
dapat dijawab dengan mudah berupa “sains membenarkan reduksionisme”. Namun,
sains abad ke-20 mengungkapkan sebuah fakta yang sangat berbeda.
Fakta ini adalah “informasi”, yang terdapat di alam dan tidak akan pernah
dapat direduksi menjadi materi.
Perbedaan
Antara Materi dan Informasi
Sebelumnya telah
disebutkan bahwa terdapat informasi yang luar biasa komprehensif di dalam DNA
makhluk hidup. Di suatu tempat yang kecilnya seperseratus ribu millimeter,
terdapat semacam “bank data” yang menspesifikasi semua detail fisik dari tubuh
suatu makhluk hidup. Lebih dari itu, terdapat sebuah sistem di dalam tubuh
makhluk hidup yang membaca informasi ini, menerjemahkannya dan “berproduksi”
sesuai dengannya. Dalam semua sel hidup, informasi di dalam DNA “dibaca” oleh
berbagai enzim dan protein diproduksi menurut informasi ini. Sistem ini
memungkinkan produksi jutaan protein setiap detik dengan jenis yang dibutuhkan,
untuk tempat yang dibutuhkan di dalam tubuh kita. Berkat sistem ini, sel-sel
mata kita yang hampir mati digantikan lagi oleh sel-sel mata, dan sel-sel darah
digantikan lagi oleh sel-sel darah.
Pada titik ini,
mari kita pikirkan klaim materialisme: Mungkinkah informasi di dalam DNA
direduksi menjadi materi seperti dikatakan para materialis? Atau, dengan kata
lain, dapatkah diterima bahwa DNA hanyalah setumpuk materi dan informasi yang
dikandungnya muncul sebagai interaksi materi yang acak?
Semua riset ilmiah,
percobaan dan pengamatan yang dilakukan pada abad ke-20 menunjukkan bahwa
pertanyaan ini pastilah harus dijawab dengan “tidak”. Direktur dari Institut
Fisika dan Teknologi Federal Jerman, Prof. Dr. Werner Gitt berkomentar tentang
masalah tersebut sebagai berikut:
Sistem pengkodean
selalu mengekor pada proses intelektual nonmateri. Materi fisik tidak dapat
menghasilkan sebuah kode informasi. Semua percobaan menunjukkan bahwa setiap
potongan informasi kreatif mewakili sebentuk upaya mental dan dapat ditelusuri
sampai ke individu pemberi gagasan yang menggunakan keinginan bebasnya, dan
yang diberkahi dengan pikiran yang cerdas…. Tidak ada hukum alam yang diketahui, tidak ada proses yang diketahui,
tidak ada rangkaian peristiwa yang diketahui yang dapat membuat informasi
bermula dengan sendirinya di dalam materi….13
Komentar Werner
Gitt merupakan kesimpulan dari “Teori Informasi”, yang berkembang pada 20-30
tahun terakhir dan diterima sebagai bagian dari termodinamika. Teori Informasi
menyelidiki asal usul dan sifat informasi di alam semesta. Kesimpulan yang
dicapai oleh para ahli teori informasi dari riset mereka yang panjang adalah
bahwa “Informasi adalah sesuatu yang berbeda dari materi. Ia tidak pernah dapat
direduksi menjadi materi. Asal usul informasi dan materi fisik harus diselidiki
secara terpisah.”
Misalnya, mari kita
pikirkan sumber dari sebuah buku. Sebuah buku terbuat dari kertas, tinta, dan
informasi yang dikandungnya. Kertas dan tinta adalah unsur materi. Sumber
mereka adalah juga materi. Kertas terbuat dari selulose, dan tinta terbuat dari
bahan kimia tertentu. Namun, informasi di dalam buku adalah nonmateri dan tidak
dapat memiliki sumber materi. Sumber informasi di dalam setiap buku, adalah
pikiran dari penulis yang menulis buku itu.
Lebih dari itu,
pikiran ini menentukan bagaimana kertas dan tinta akan digunakan. Sebuah buku
awalnya terbentuk di dalam pikiran penulis yang menulis buku itu. Penulis
membangun rangkaian logika di dalam pikirannya, dan mengurutkan
kalimat-kalimat. Sebagai langkah kedua, dia mewujudkannya ke dalam bentuk
materi, yang berarti menuangkan informasi di dalam pikirannya ke dalam
huruf-huruf dengan menggunakan sebuah mesin tik atau komputer. Kemudian,
huruf-huruf ini dicetak di percetakan dan menjadi sebentuk buku yang terbuat
dari kertas dan tinta.
Oleh sebab itu,
kita dapat mengakhiri dengan kesimpulan umum berikut: “Jika sebuah materi fisik
mengandung informasi, maka materi itu tentu telah dirancang oleh sebuah pikiran
yang memiliki informasi terkait. Pertama terdapat pikiran tersebut. Pikiran
tersebut menuangkan informasi di dalamnya menjadi materi dan kemudian muncullah
rancangan itu.”
Asal Usul
Informasi di Alam
Ketika kita
mengambil kesimpulan yang dicapai oleh sains ini ke alam, kita menemukan sebuah
hasil yang sangat penting. Ini karena alam, sebagaimana dalam contoh DNA,
melimpah dengan bentuk informasi yang bukan main banyaknya dan karena informasi
ini tidak dapat direduksi menjadi materi, karenanya ia datang dari sumber di
luar materi.
Salah satu pembela
teori evolusi terkemuka, George C. Williams mengakui realitas ini, yang
kebanyakan materialis dan evolusionis enggan memahaminya. Williams telah
mempertahankan materialisme mati-matian selama bertahun-tahun, tetapi pada
sebuah artikel yang ditulisnya pada tahun 1995, dia menyatakan ketidaktepatan
pendekatan materialis (reduksionis) yang berpegang bahwa segala sesuatu adalah
materi:
Ahli biologi
evolusioner telah gagal untuk menyadari bahwa mereka berkerja dengan dua domain
yang agak tidak dapat dibandingkan: domain informasi dan domain materi. Kedua
domain ini tidak pernah bisa dihimpun bersama dalam pengertian apa pun yang
biasanya diimplikasikan oleh istilah “reduksionisme”. Gen adalah suatu paket
informasi, bukan suatu objek…. Di dalam biologi, jika Anda berbicara tentang
hal-hal seperti gen dan genotipe dan kelompok gen, Anda berbicara tentang informasi,
bukan realitas objektif fisik…. Kekurangan
deskriptor-bersama ini menjadikan materi dan informasi dua domain keberadaan
yang terpisah, yang harus dibicarakan secara terpisah, dalam istilah mereka
sendiri-sendiri. 14
Oleh karena itu,
berlawanan dengan anggapan para materialis, sumber informasi di alam tidaklah
mungkin materi itu sendiri. Sumber informasi tersebut bukanlah materi tetapi
suatu Kebijaksanaan luhur di luar materi. Kebijaksanaan ini ada sebelum materi.
Materi mewujud dengan Dia. Materi mengambil bentuk dan menjadi terorganisir
dengan-Nya. Pemilik Kebijaksanaan ini adalah Allah, Rabb sekalian alam.
KESAMAAN KERA-MANUSIA ADALAH REKAYASA
Perampungan peta gen manusia saat ini tidak memberikan
hasil bahwa manusia berkerabat dengan kera. Orang tidak perlu tertipu oleh
upaya para evolusionis untuk mengeksploitasi perkembangan ilmiah baru ini
sebagaimana telah mereka lakukan dengan yang lain-lainnya.
Seperti diketahui,
perampungan terakhir peta gen manusia sebagai bagian dari Projek Genom Manusia
merupakan perkembangan ilmiah yang sangat penting. Namun, sebagian hasil dari
projek ini diselewengkan oleh beberapa terbitan evolusionis. Dinyatakan bahwa
gen simpanse memiliki 98% kesamaan dengan gen manusia. Ini dikemukakan sebagai
bukti bagi klaim bahwa kera berhubungan dengan manusia, dan seterusnya, sebagai
bukti bagi teori evolusi. Kenyataannya, ini adalah bukti “palsu” yang diajukan
para evolusionis yang mengambil keuntungan dari kurangnya pengetahuan publik
tentang subjek ini.
Klaim 98%
Kesamaan Adalah
Propaganda
yang Menyesatkan
Pertama, harus
ditegaskan bahwa konsep 98% kesamaan
antara DNA manusia dan simpanse yang sering dikemukakan para evolusionis
bersifat memperdaya.
Agar dapat
mengklaim bahwa bentuk genetis manusia dan simpanse memiliki 98% kesamaan,
genom simpanse juga harus dipetakan, seperti halnya manusia. Keduanya harus
dibandingkan, dan hasilnya harus didapatkan. Namun hasil semacam itu tidak
tersedia, karena sejauh ini, hanya gen manusia yang telah dipetakan. Belum ada
riset seperti itu dilakukan pada simpanse.
Pada kenyataannya,
98% kesamaan antara gen manusia dan simpanse, yang adakalanya memasuki agenda,
adalah sebuah slogan bertujuan propaganda yang secara sengaja diciptakan
beberapa tahun silam. Kesamaan ini adalah sebuah generalisasi yang
dibesar-besarkan secara luar biasa dengan dilandaskan pada kesamaan dalam
rangkaian asam amino dari sekitar 30-40
protein dasar yang ada pada manusia dan simpanse. Suatu analisa rangkaian
telah dilakukan dengan metoda yang disebut “hibridisasi DNA” pada rangkaian DNA
yang berhubungan dengan protein-protein ini dan hanya sejumlah terbatas dari
protein itu yang telah dibandingkan.
Namun, sebenarnya
ada sekitar seratus ribu gen, dan karenanya ada seratus ribu protein yang
dikodekan oleh gen-gen ini pada manusia. Karena itu, tidak ada dasar ilmiah
untuk mengklaim bahwa semua gen manusia
dan kera 98% sama hanya karena kesamaan 40 dari 100.000 protein.
Di lain pihak,
perbandingan DNA yang dilakukan pada 40 protein ini juga kontroversial.
Perbandingan ini dibuat pada tahun 1987 oleh dua orang ahli biologi bernama
Sibley dan Ahlquist, dan dipublikasikan dalam terbitan rutin bernama Journal of
Molecular Evolution. 15 Namun, ilmuwan lain bernama Sarich yang menguji data
yang diperoleh oleh kedua ilmuwan ini menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan atas metoda yang mereka gunakan kontroversial dan
bahwa data tersebut telah ditafsirkan secara berlebih-lebihan.16 Dr. Don
Batten, ahli biologi lainnya, juga menganalisis masalah ini pada tahun 1996 dan
menyimpulkan bahwa tingkat kesamaan yang sebenarnya adalah 96,2% dan bukan
98%.17
DNA Manusia
Juga Mirip dengan
Milik
Cacing, Nyamuk, dan Ayam!
Lebih jauh lagi,
protein-protein dasar yang disebutkan di atas adalah molekul teramat penting
yang ada pada berbagai makhluk hidup lainnya. Struktur dari jenis protein yang
sama, tak hanya pada simpanse, tetapi juga pada makhluk hidup yang sepenuhnya
berbeda, sangat mirip dengan yang ada pada manusia.
Misalnya, analisis
genetik yang dipublikasikan dalam New Scientist telah mengungkapkan 75% kesamaan antara DNA cacing nematode dan
manusia.18 Ini jelas sekali tidak berarti bahwa hanya ada 25% perbedaan
antara manusia dan cacing-cacing ini! Menurut rantai silsilah yang dibuat oleh
para evolusionis, filum Chordata, di mana manusia tergolong, dan filum Nematoda
telah berbeda satu sama lain bahkan sejak 530 juga tahun yang lalu.
Di lain pihak,
dalam temuan lain yang juga muncul dalam media lokal, dinyatakan bahwa perbandingan yang dilakukan antara gen
lalat buah yang berasal dari spesies Drosofila dan gen manusia menghasilkan
kesamaan 60%.19
Pada kasus lain,
analisis yang dilakukan terhadap sejumlah protein menunjukkan manusia sebagai
berhubungan dekat dengan sejumlah makhluk hidup yang sangat berbeda. Dalam
survei yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Cambridge, sejumlah
protein dari hewan-hewan penghuni daratan dibandingkan. Yang menakjubkan, dalam
hampir semua sampel, manusia dan ayam dipasangkan sebagai kerabat terdekat.
Kerabat terdekat selanjutnya adalah buaya.20
Contoh lain yang
digunakan oleh para evolusionis tentang “kesamaan genetis antara manusia dan
kera” adalah terdapatnya 48 kromosom
pada simpanse dan gorila dibandingkan dengan 46 kromosom pada manusia. Para
evolusionis memandang kedekatan jumlah kromosom sebagai indikasi dari hubungan
evolusioner. Namun, jika logika yang dipakai oleh para evolusionis ini sahih,
maka manusia akan mempunyai kerabat yang lebih dekat daripada simpanse, yakni:
“kentang”! Karena jumlah kromosom pada
kentang sama dengan pada manusia: 46.
Contoh-contoh ini
menegaskan bahwa konsep kesamaan genetis tidak merupakan bukti bagi teori
evolusi. Ini karena kesamaan genetis tidak sejalan dengan skema evolusioner
rekaan, dan sebaliknya, memberikan hasil yang sepenuhnya berlawanan.
Kesamaan Genetis
Merusak “Skema Evolusi”
yang Coba
untuk Diangkat
Tidak mengejutkan,
ketika isu tersebut dievaluasi secara keseluruhan, tampaklah bahwa subjek
“kesamaan biokimia” tidak merupakan bukti bagi evolusi, tetapi lebih
meninggalkan teori tersebut dalam situasi yang sulit. Dr. Christian Schwabe,
peneliti biokimia dari Fakultas Kesehatan South Carolina University, adalah
seorang ilmuwan evolusionis yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun
mencari bukti evolusi dalam domain molekuler. Khususnya ia melakukan riset atas
insulin dan protein-protein tipe ralaxin dan mencoba untuk mengembangkan
hubungan evolusioner antara makhluk hidup. Namun, ia harus mengakui
berkali-kali bahwa ia tidak dapat menemukan bukti apa-apa bagi evolusi pada
bagian mana pun dari kajiannya. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam
sebuah jurnal ilmiah, ia menyebutkan:
Evolusi molekuler
akan diterima sebagai metoda unggul bagi paleontologi karena penemuan hubungan
evolusioner. Sebagai evolusionis molekuler saya seharusnya berbesar hati. Alih-alih tampaknya membingungkan bahwa
banyak terdapat pengecualian pada progresi spesies secara berurutan sebagaimana
yang ditentukan oleh homologi molekuler; begitu banyaknya sehingga
sebenarnya saya pikir pengecualian, kekhususan, boleh jadi membawa pesan yang
lebih penting.21
Berdasarkan
temuan-temuan terbaru di bidang biologi molekuler, ahli biokimia terkenal Prof.
Michael Denton berkomentar sebagai berikut:
Setiap kelas pada
tingkat molekuler adalah unik, terisolasi dan tidak terhubung oleh perantara.
Dengan demikian, molekul, seperti fosil, telah gagal menyediakan perantara yang
tak terjelaskan yang begitu lama dicari oleh biologi evolusioner…. Pada tingkat molekuler, tidak ada organisme
yang “leluhur” atau “primitif” atau “maju” dibandingkan dengan kerabatnya…. Ada
sedikit keraguan bahwa jika bukti molekuler ini telah tersedia seabad yang
lalu…. Ide evolusi organik mungkin tidak pernah akan diterima.22
Kesamaan
Bukanlah Bukti bagi
Evolusi
tetapi bagi Penciptaan
Sudah tentu alamiah
bagi tubuh manusia untuk memiliki sejumlah kesamaan molekuler dengan makhluk
hidup lainnya, karena mereka semua terbuat dari molekul yang sama, mereka semua
menggunakan air dan atmosfer yang sama, dan mereka semua mengkonsumsi makanan
yang mengandung molekul yang sama. Tentunya, metabolisme mereka dan oleh karena
itu, tampilan genetiknya akan saling menyerupai. Ini, bagaimanapun, bukanlah
bukti bahwa mereka berevolusi dari nenek moyang yang sama.
“Material yang sama” ini bukanlah hasil dari evolusi
tetapi dari “rancangan yang sama”, yaitu, mereka diciptakan dengan perencanaan
yang sama.
Hal ini dapat
dijelaskan dengan sebuah contoh; semua konstruksi di dunia dilakukan dengan
material yang serupa (batu bata, besi, semen, dst.). Ini, bagaimanapun, tidak
berarti bahwa bangunan-bangunan ini “berevolusi” dari sesamanya. Mereka
dikonstruksi secara terpisah dengan menggunakan material yang sama. Hal serupa
juga terjadi pada makhluk hidup.
Kehidupan tidak
berasal mula sebagai hasil dari berbagai peristiwa kebetulan yang tak disengaja
sebagaimana klaim evolusi, tetapi sebagai hasil dari penciptaan oleh Allah,
yang Mahakuasa, pemilik pengetahuan dan kearifan yang tidak terbatas.
Kesimpulan
Sebagai tambahan
bagi semua informasi yang telah dirincikan sejauh ini, akan bermanfaat untuk
menekankan fakta lain.
Di luar kesamaan
luar di antara mereka, kera tidak lebih dekat kepada manusia dibandingkan
binatang lain. Lebih dari itu, ketika kecerdasan digunakan sebagai poin
perbandingan, lebah, yang menghasilkan keajaiban geometris pada sarangnya, atau
laba-laba, yang menghasilkan keajaiban rekayasa pada jaringnya, lebih dekat
kepada manusia daripada kera. Kita bahkan dapat katakan bahwa mereka lebih
unggul dalam beberapa aspek.
Antara manusia dan
kera, betapapun, ada sebuah jurang pemisah yang lebar, yang tak akan pernah
didekatkan oleh cerita dongeng. Tetap, seekor kera adalah binatang yang tidak
berbeda dari kuda atau anjing dalam hal kesadaran. Manusia, bagaimanapun,
adalah makhluk yang memiliki kesadaran dan kehendak, yang dapat berpikir,
berbicara, mempertimbangkan, memutuskan, dan menilai. Semua kualitas ini adalah
fungsi dari “jiwa” yang dimilikinya. Perbedaan terpenting yang mengakibatkan
jurang yang begitu besar antara manusia an makhluk hidup lainnya. Satu-satunya
makhluk yang memiliki “jiwa” di alam adalah manusia.
Di dalam Al Quran,
kualitas unggul yang dimiliki manusia ini, yang membedakannya dari makhluk
hidup lainnya disebutkan sebagai berikut:
Lalu Dia
membentuknya….. (QS. As-Sajdah, 21: 9)
KESALAHAN KONSEPSI MATERIALIS-DARWINIS TENTANG PROJEK
GENOM MANUSIA
Dengan pengumuman
poin terakhir yang dicapai dalam Projek Genom Manusia, sejumlah badan
penerbitan mulai menyampaikan pesan-pesan menyesatkan dan memberi informasi
yang salah kepada publik sehingga kebuntuan teori evolusi yang ditemui tidak
terungkap lebih jauh.
Sebelumnya, telah
disebutkan pesan-pesan menyesatkan yang diberikan para evolusionis tentang
“kesamaan genetik” dan dijelaskan bahwa hal ini adalah penafsiran subjektif
yang tidak memberikan bukti apa-apa bagi teori evolusi. Subjek yang paling
banyak dipromosikan dan disoroti oleh media materialis-Darwinis adalah klaim
bahwa penemuan peta gen menunjukkan bahwa takdir yang ditetapkan Tuhan dapat
ditantang. Ini merupakan kesalahan konsepsi dan muslihat yang diajukan oleh
kalangan tertentu. Pokok berita yang muncul baru-baru ini pada media cetak dan
dalam forum diskusi di program televisi memberi kesan indoktrinasi terselubung.
Merupakan kesalahan besar untuk menampilkan informasi mengenai projek genom
manusia disertai dengan pesan-pesan seperti “Manusia tidak lagi dikalahkan oleh
takdirnya.” Padahal sebenarnya, pemetaan gen manusia tidak memiliki relevansi
apa-apa dengan perjalanan nasib seseorang.
Perjalanan
Nasib Tak Dapat Diubah
Takdir adalah
pengetahuan sempurna milik Allah tentang semua peristiwa masa lampau atau masa
depan sebagai satu momen tunggal. Kebanyakan manusia mempertanyakan bagaimana
Tuhan dapat mengetahui terlebih dahulu berbagai peristiwa yang belum terjadi
dan ini membuat mereka gagal memahami fakta dari takdir. Oleh karena itu, masa
lalu, masa depan, dan masa sekarang sama saja bagi Tuhan; karena bagi-Nya
segala sesuatu telah pada tempatnya dan selesai.
Hal ini benar bagi
setiap orang dan setiap kejadian. Misalnya, Tuhan telah menciptakan setiap orang
dengan masa hidup tertentu dan saat kematian setiap orang telah ditentukan,
sebagaimana tempatnya, waktu dan bentuknya dalam pandangan Tuhan. Jika, di
tahun-tahun mendatang, umur seseorang diperpanjang dengan intervensi tepat pada
waktunya pada gen, ini tidak akan berarti bahwa kejadian ini mengalahkan takdir
seseorang. Artinya sederhana: Allah memberinya hidup yang panjang dan Dia
menjadikan perampungan pemetaan gen sebagai jalan bagi hidupnya yang panjang.
Penemuan peta gen, bahwa seseorang hidup dalam periode tersebut dan hidupnya
diperpanjang dengan sarana ilmiah adalah nasibnya. Semua ditentukan dalam
pandangan Allah sebelum orang ini lahir ke dunia.
Begitu pula,
seseorang yang penyakit parahnya disembuhkan melalui penemuan yang dilakukan
dalam lingkup projek ini juga tidak mengubah nasibnya. Ini karena memang
nasibnya untuk sembuh dari penyakitnya dengan bantuan projek ini. Maka dari
itu, perampungan projek genom manusia dan fakta bahwa manusia akan sanggup
campur tangan pada rancang bangun genetik, tidak berarti menentang nasib yang
diciptakan Allah. Sebaliknya, dengan cara ini, kemanusiaan mengikuti
perkembangan yang diciptakan Allah baginya, dan menyelidiki serta mengambil
manfaat dari informasi yang diciptakan Allah. Jika seseorang hidup selama 120
tahun berkat perkembangan ilmiah ini, hal ini tentulah umur yang telah
ditentukan Allah baginya, karenanya ia hidup begitu lama.
Singkatnya,
ungkapan seperti “Aku menipu takdirku”, “Aku mengubah nasibku”, atau “Aku
campur tangan atas nasibku” adalah konsekuensi dari pengabaian yang disebabkan
oleh ketidaktahuan atas fakta tentang takdir. Di lain pihak, bahwa seseorang
akan menggunakan ungkapan ini juga telah ditakdirkan sebelumnya; bagaimana,
kapan, dan dalam kondisi mana dia akan membuat pernyataan ini, semua ditentukan
dalam pandangan Allah.
Mengkloning
Manusia atau Makhluk
Hidup
Lainnya Bukanlah Menciptakan
Dalam sejumlah
terbitan, diduga bahwa dengan kemajuan ilmu genetika, manusia akan dikloning
dan karenanya, manusia akan menciptakan manusia. Ini juga, merupakan logika
yang menyimpang dan terlalu berlebih-lebihan. Menciptakan artinya membawa
sesuatu kepada keberadaan dari ketiadaan, dan perbuatan ini khusus bagi Allah
semata. Pembuatan kopi identik dari makhluk hidup melalui pengkopian informasi
genetik tidak berarti bahwa makhluk hidup ini diciptakan. Ketika manusia atau
makhluk hidup apa pun dikloning, sel-sel suatu makhluk hidup diambil dan
dikopi. Namun, tidak pernah satu pun sel hidup tunggal diciptakan dari
ketiadaan oleh manusia.
Oleh karena itu,
penemuan rancang bangun genetik manusia sama sekali tidak menunjukkan tantangan
manusia atas takdirnya, dan tidak akan pernah bisa. Setiap peristiwa, setiap
pembicaraan dan perkembangan, semuanya telah ditentukan sebelumnya dalam
penglihatan Allah menurut takdir tertentu. Begitu pula perkembangan dan inovasi
ilmiah yang akan mereka temukan. Allah adalah Yang Maha Mengetahui dan Maha
Meliputi. Fakta bahwa segala sesuatu, besar atau kecil, berlangsung dalam
pengetahuan Allah dinyatakan dalam Al Quran sebagai berikut:
(QS. Yunus, 10: 61)
TAMBAHAN: KLAIM FOSIL TERAKHIR DARI TEORI EVOLUSI JUGA
TELAH TINGGAL SEJARAH
Teori evolusi
menemui kekalahan yang menghancurkan dalam paleontologi sebagaimana di dalam
topik-topik biokimia seperti gen, DNA dan sistem sel. Fosil menunjukkan bahwa
spesies mahkluk hidup tidak berevolusi satu sama lain, tetapi diciptakan secara
terpisah dengan ciri-ciri spesifik individuil mereka.
Menurut teori evolusi, semua makhluk hidup berasal dari pendahulu. Sebuah
spesies yang telah ada sebelumnya lama-kelamaan berubah menjadi spesies lain
dan semua spesies muncul dengan cara seperti ini. Menurut teori tersebut,
perubahan ini terjadi secara perlahan dalam periode perubahan yang panjang.
Jika demikian halnya, seharusnya banyak “spesies antara” bermunculan dan hidup dalam periode panjang
perubahan yang diperkirakan.
Misalnya, mestilah pernah hidup di masa silam sejumlah makhluk separo ikan/
separo reptil yang telah memperoleh beberapa sifat reptil sebagai tambahan atas
sifat ikan yang telah mereka miliki. Atau seharusnya telah terdapat sejumlah
reptil-burung, yang memperoleh beberapa sifat burung sebagai tambahan atas
sifat reptil yang telah mereka miliki. Karena bentuk-bentuk ini berada dalam
fase transisi, mereka tentunya merupakan makhluk hidup yang cacat, lumpuh, dan
tidak sempurna. Para evolusionis menyebut makhluk-makhluk khayalan ini, yang
mereka percayai pernah hidup di masa lampau, sebagai “bentuk-bentuk transisi”.
Jika binatang-binatang seperti itu benar-benar pernah ada, mereka
seharusnya ada jutaan dan jutaan lagi jumlah dan variasinya. Darwinisme hancur
tepat pada titik ini, karena tidak ada satu pun jejak dari “bentuk transisi
antara” khayalan ini.
Fakta ini telah diketahui sejak lama. Namun, para evolusionis berspekulasi
pada beberapa fosil, mencoba untuk mengajukan mereka sebagai “bentuk transisi
antara” dan menenangkan diri sendiri dengan berkata, “baru beberapa bentuk
antara ditemukan sejauh ini, tetapi di masa mendatang semuanya akan digali”. Fosil
paling penting yang diajukan sebagai bentuk antara adalah fosil burung yang
telah punah 150 juta tahun yang lalu, yang dinamakan Archaeopteryx. Para
evolusionis mengklaim bahwa burung ini memiliki sifat-sifat reptil. Meskipun
fakta bahwa klaim mereka telah dibantah satu per satu dan telah terbukti bahwa
Archaeopteryx bukanlah bentuk transisi antara namun suatu spesies burung yang
terbang, mereka dengan putus asa mempertahankan fosil terakhir yang mereka
punyai ini.
“Penemuan
Fosil Mengancam Teori Evolusi Burung”
Akhirnya, sebuah fosil yang ditemukan beberapa waktu lalu, secara lugas
mencampakkan harapan terakhir dari evolusionis ini. Sebagaimana dikutip dari
sumber-sumber evolusionis, sebuah fosil ditemukan dan mengungkapkan bahwa nenek
moyang burung kuno bukanlah dinosaurus atau makhluk hidup lain mana pun,
melainkan seekor burung.
Berita tentang penemuan ini pertama kali muncul di media dunia pada tanggal
23 Juni 2000, dalam New York Times dengan tajuk “Penemuan
Fosil Mengancam Teori Evolusi Burung”. Artikel ini tentang fosil seekor
burung yang baru saja digali di Timur Tengah. Jurnal ilmiah terkemuka seperti Science
dan Nature dan stasiun televisi BBC yang termasyhur di
seantero dunia menyiarkan perkembangan terakhir ini sebagai berikut: “Telah
ditemukan bahwa fosil yang digali di Timur Tengah dan diperkirakan telah hidup
220 juta tahun yang lalu, ditutupi oleh bulu, memiliki tulang garpu sama
seperti Archaeopteryx dan burung modern, dan terdapat tangkai berongga
di dalam bulunya. HAL INI MENGGUGURKAN KLAIM BAHWA ARCHAEOPTERYX ADALAH
NENEK MOYANG BURUNG, karena fosil
yang ditemukan 75 juta tahun lebih tua daripada Archaeopteryx. Ini
berarti SEEKOR BURUNG YANG SEBENARNYA
DENGAN SEMUA SIFAT KHASNYA TELAH ADA 75 JUTA TAHUN SEBELUM MAKHLUK YANG
DIPERKIRAKAN SEBAGAI NENEK MOYANG BURUNG”.
Tonggak
Utama dalam Sejarah Paleontologi
Pengakuan para evolusionis sendiri bahwa Archaeopteryx bukanlah “bentuk
transisi antara” yang menjadi bukti bagi evolusi adalah sebuah tonggak penting
dalam sejarah paleontologi. Ini karena selama sekitar 150 tahun, Archaeopteryx
terus-menerus menjadi yang paling menonjol di antara sangat sedikit dari yang
disebut “bentuk transisi antara” yang dapat diajukan para evolusionis. Namun,
pintu pelarian ini pun telah tertutup kini, dan dunia paleontologi harus menghadapi
kebenaran yang nyata, bahwa tidak ada
satu pun fosil yang dapat memberikan bukti bagi evolusi.
Akibatnya jelas. New York Times juga menyetujui fakta itu dan menurunkan tajuk “Penemuan Fosil
Mengancam Teori Evolusi Burung”. Ini benar. Sudah tentu, nenek moyang burung
adalah burung. Nenek moyang ikan adalah ikan, nenek moyang kuda adalah kuda,
nenek moyang kanguru adalah kanguru, dan nenek moyang manusia adalah manusia.
Dengan kata lain, semua kelas makhluk
hidup yang berbeda muncul dalam bentuk sempurna dan spesifik yang mereka miliki
saat ini. Dengan kata lain, mereka diciptakan oleh Tuhan.
Perlawanan konservatif yang ditunjukkan para evolusionis terhadap fakta
nyata ini sekarang telah kehilangan landasan terakhirnya.
TEKS GAMBAR: Hlm. 7:
DNA, yang ditemukan di dalam nukleus dari 100 triliun sel di dalam tubuh kita,
mengandung rancang bangun lengkap dari tubuh manusia. Nyatalah bahwa molekul
yang begitu kompleks tidak mungkin terbentuk oleh peristiwa kebetulan secara
spontan, sebagai hasil dari proses evolusi.
Hlm 10: Informasi yang dibutuhkan untuk menentukan rancangan dari semua
spesies organisme yang hidup di atas planet ini, yang diperkirakan satu miliar
jumlahnya, dapat disimpan di dalam sebuah sendok the dan masih terdapat cukup
ruang untuk semua informasi dalam semua buku yang pernah ditulis.
Hlm. 11: sel menyerupai sebuah pabrik besar yang terdiri atas sistem
pengantar, pusat penyimpanan informasi, ruangan untuk melakukan proses kimia,
pembangkit daya, dan pusat pengepakan. Satu-satunya perbedaan antara sel dan
sebuah pabrik adalah ukuran sel yang mikroskopis.
Hlm 14: Struktur kompleks sebuah sel hidup tidak dikenal pada masa Darwin
dan pada waktu itu, menganggap kehidupan berasal dari “peristiwa-peristiwa
kebetulan dan kondisi-kondisi alamiah” dianggap para evolusionis cukup
meyakinkan. Namun, probabilitas pembentukan sebuah sel secara kebetulan adalah
seperti kemungkinan pencetakan sebuah buku karena sebuah ledakan di percetakan.
Artinya, tidak mungkin sel muncul melalui peristiwa kebetulan dan karenanya, ia
tentunya telah “diciptakan”.
Hlm 17: Setiap orang di dunia adalah unik – secara biokimiawi dan fisik –
berkat sebuah molekul yang menakjubkan (DNA), yang mengandung tiga miliar
susunan kata perintah biokimiawi untuk membangun seorang manusia dari
ketiadaan.
Hlm 19: Probabilitas pembentukan secara kebetulan dari kode pada sebuah
protein rata-rata di dalam tubuh manusia di dalam DNA dengan sendirinya adalah
10600. Kita dapat menuliskan bilangan ini yang terbentuk dengan
meletakkan 600 angka nol setelah angka 1 sebagai berikut:
10600 =
1.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000
hlm 21: Molekul DNA yang ditunjukkan di sini tengah dalam proses replikasi,
dengan memisah di bagian tengah. Ketika untaian berpisah, masing-masing menarik
pasangan-pasangan basa dengan urutan yang sama dengan rangkaian pada setengah
lainnya.
NOTES
1 Michael Denton, Evolution:A
Theory in Crisis, London: Burnett Books, 1985, hlm. 334.
2 Frank B. Salisbury,
"Doubts about the Modern Synthetic Theory of Evolution", American
Biology Teacher, September 1971, hlm. 336.
3 Francis Crick, Life
Itself: It's Origin and Nature, New York, Simon & Schuster, 1981, hlm.
88.
4 Pierre-P Grassé, Evolution
of Living Organisms, New York: Academic Press, 1977, hlm. 103.
5 Douglas R. Hofstadter, Gödel,
Escher, Bach: An Eternal Golden Braid, New York, Vintage Books, 1980, hlm.
548
6 Leslie E. Orgel, "The
Origin of Life on the Earth", Scientific American, Oktober 1994,
vol. 271, hlm. 78.
7 Michael Denton, Evolution:
A Theory in Crisis. London: Burnett Books, 1985, hlm. 351.
8 John Horgan, "In the
Beginning", Scientific American, vol. 264, Februari 1991, hlm. 119.
9 G.F. Joyce, L. E. Orgel,
"Prospects for Understanding the Origin of the RNA World", In the
RNA World, New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press, 1993, hlm. 13.
10 Jacques Monod, Chance and
Necessity, New York: 1971, hlm.143.
11 Leslie E. Orgel, "The
Origin of Life on the Earth", Scientific American, Oktober 1994,
vol. 271, hlm. 78.
12 Chandra Wickramasinghe,
Interview in London Daily Express, 14 Agustus 1981.
13 Werner Gitt, In the
Beginning Was Information, CLV, Bielefeld, Jerman, hlm. 107, 141.
14 George C. Williams. The
Third Culture: Beyond the Scientific Revolution, New York, Simon &
Schuster, 1995, hlm. 42-43
15 Sibley and Ahlquist, Journal
of Molecular Evolution, vol. 26, hlm. 99-121
16 Sarich et al. 1989. Cladistics
5:3-32
17 C. E. N. 19(1): 21-22,
Desember 1996-Februari 1997
18 New Scientist, 15 Mai
1999, hlm. 27
19 Hürriyet daily, 24
Februari 2000
20 New Scientist, vol.
103, 16 August 1984, hlm. 19
21 Christian Schwabe, "On
the Validity of Molecular Evolution", Trends in Biochemical Sciences,
Juli 1986
22 Michael Denton,
Evolution: A Theory in Crisis. London: Burnett Books, 1985, hlm. 290-291.
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.