HARUN YAHYA
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar
Daftar Isi
Pendahuluan Keruntuhan Ilmiah Materialisme
• Materialisme: Kesalahan Abad ke-19
• Temuan-Temuan Sains Abad ke-20
Bab 1 Penciptaan Alam Semesta dari Ketiadaan
• Pengembangan Alam Semesta dan Penemuan Dentuman
Besar
• Hipotesis Keadaan Stabil
• Kemenangan Dentuman Besar
• Siapa yang Menciptakan Alam Semesta dari
Ketiadaan?
• Penolakan terhadap Penciptaan dan Mengapa Teori
itu Bercacat
• Tanda-Tanda Al Quran
Bab 2 Keseimbangan dalam Ledakan
• Kecepatan Ledakan
• Empat Gaya
• Matematika Probabilitas Meruntuhkan Teori
“Kebetulan“
• Melihat Kebenaran Nyata
Bab 3 Irama Atom
• Struktur Unsur-Unsur
• Laboratorium Alkimia di Alam Semesta: Raksasa
Merah
• Resonansi dan Resonansi Ganda
• Laboratorium Alkimia yang Lebih Kecil: Matahari
• Proton dan Elektron
Bab 4 Keteraturan di Langit
• Mengapa Begitu Banyak Ruang Kosong
• Entropi dan Keteraturan
• Tata Surya
• Tempat Kedudukan Bumi
Bab 5 Planet Biru
• Peralihan Topik Sesaat dan Peringatan tentang
“Adaptasi“
• Suhu Bumi
• Massa dan Medan Magnet Bumi
• Ketepatan Atmosfer
• Atmosfer dan Pernafasan
• Keseimbangan yang Memungkinkan Kehidupan
Bab 6 Rancangan pada Cahaya
• Panjang Gelombang yang Tepat
• Dari Ultraviolet ke Inframerah
• Fotosintesis dan Cahaya
• Cahaya pada Mata Anda
• Bintang yang Tepat, Planet yang Tepat, dan
Jarak yang Tepat
• Keserasian Cahaya dan Atmosfer
• Kesimpulan
Bab 7 Rancangan pada Air
• Kesesuaian Air
• Sifat Panas Air yang Luar Biasa
• Efek Pembekuan “Dari Atas ke Bawah“
• Keringat dan Penyejukan
• Sebuah Dunia Bersuhu Sedang
• Tekanan Permukaan yang Tinggi
• Sifat-Sifat Kimia Air
• Viskositas Ideal Air
• Kesimpulan
Bab 8 Unsur-Unsur Kehidupan yang Dirancang Khusus
• Rancangan pada Karbon
• Ikatan Kovalen
• Ikatan Lemah
• Rancangan pada Oksigen
• Rancangan pada Api
(atau
Mengapa Anda Tidak Langsung Terbakar)
• Daya Larut Ideal Oksigen
• Unsur-Unsur Lain
• Kesimpulan
Kesimpulan Sebuah
Argumen
• Asal Kehidupan
KEPADA
PEMBACA
Buku ini
berisi fakta-fakta yang meruntuhkan teori evolusi. Semua ini untuk menangkal
kekeliruan pandang akibat teori ini, yang telah begitu lama menjadi landasan
bagi semua filsafat anti-Tuhan. Darwinisme menolak fakta penciptaan, dan lebih
jauh lagi, penciptaan Allah, dan selama 140 tahun terakhir filsafat ini telah
membuat banyak orang meninggalkan kepercayaannya atau jatuh ke dalam keraguan.
Oleh karena itu, sangat penting kiranya menunjukkan bahwa teori ini merupakan
suatu kekeliruan dan penipuan, dan menyebarkannya kepada semua orang.
Seperti
dalam buku-buku lain karangan penulis, penjelasan yang disampaikan dilengkapi
dengan ayat-ayat Al Quran dan para pembaca diajak untuk mempelajari dan hidup
dengan ayat-ayat tersebut. Semua subjek yang berhubungan dengan ayat-ayat Allah
dijelaskan tanpa meninggalkan ruang apa pun bagi keraguan atau pertanyaan dalam
pikiran pembaca.
Penuturan
yang tulus, terus-terang dan lancar akan memungkinkan setiap pembaca dari
berbagai usia dan kelompok sosial memahami buku-buku ini dengan cepat dan
mudah. Bahkan mereka yang keras menentang ketuhanan akan tersentuh dengan
fakta-fakta yang diungkapkan dalam buku-buku ini dan tidak dapat membantah
kebenaran isinya.
Buku ini
dan semua karya-karya lain dari penulis dapat dibaca secara perorangan atau
dikaji bersama dalam suatu diskusi. Membaca buku-buku ini dalam kelompok
pembaca akan sangat bermanfaat, karena para pembaca dapat mengutarakan
perenungan dan pengalaman mereka kepada yang lainnya.
Akhirnya,
buku-buku yang ditulis semata untuk mencari keridhaan Allah ini dapat menjadi
sarana yang amat efektif untuk memahami maupun menyampaikan Islam kepada orang
lain.
TENTANG
PENGARANG
Pengarang,
yang menulis dengan nama pena HARUN YAHYA, lahir di Ankara pada tahun 1956.
Setelah menyelesaikan sekolah dasar dan menengahnya di Ankara, ia kemudian
mempelajari seni di Universitas Mimar Sinan, Istambul dan filsafat di
Universitas Istam-bul. Semenjak 1980-an, pengarang telah menerbitkan banyak
buku bertema politik, keimanan, dan ilmiah. Harun Yahya terkenal sebagai
penulis yang menulis karya-karya penting yang menyingkap kekeliruan para
evolusionis, ketidak-sahihan klaim-klaim mereka dan hubungan gelap antara
Darwinisme dengan ideologi berdarah seperti fasisme dan komunisme.
Nama
penanya berasal dari dua nama Nabi: “Harun” dan “Yahya” untuk memuliakan dua
orang nabi yang berjuang melawan kekufuran. Stempel Nabi pada cover buku-buku
penulis bermakna simbolis yang berhubungan dengan isi bukunya. Stempel ini
mewakili Al Quran, kitabullah terakhir, dan Nabi kita, penutup segala nabi. Di
bawah tuntunan Al Quran dan Sunah, pengarang menegaskan tujuan utamanya untuk
menggugurkan setiap ajaran fundamental dari idelogi ateis dan memberikan “kata
akhir”, sehingga membisukan sepenuhnya keberatan yang diajukan melawan agama.
Semua karya
pengarang ini berpusat pada satu tujuan: menyampaikan pesan-pesan Al Quran
kepada masyarakat, dan dengan demikian mendorong mereka untuk memikirkan
isu-isu yang berhubungan dengan keimanan, seperti keberadaan Tuhan,
keesaan-Nya, dan hari akhirat, dan untuk menunjukkan dasar-dasar lemah dan
karya-karya sesat dari sistem-sistem tak bertuhan.
Karya-karya
Harun Yahya dibaca di banyak negara, dari India hingga Amerika, dari Inggris
hingga Indonesia. Buku-bukunya tersedia dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman,
Italia, Spanyol, Portugis, Urdu, Arab, Albania, Rusia, Serbia-Kroasia (Bosnia),
Polandia, Melayu, Turki Uygur, dan Indonesia, dan dinikmati oleh pembaca di
seluruh dunia.
KATA PENGANTAR
oleh:
Moedji Raharto
Kepala
Observatorium Boscha, Lembang, Bandung
Guru Besar
pada Jurusan Astronomi ITB
Alam
semesta adalah fana. Ada penciptaan, proses dari ketia-daan menjadi ada, dan
akhirnya hancur. Di antaranya ada pen-ciptaan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Di sana berlang-sung pula ribuan, bahkan jutaan proses fisika, kimia,
biologi dan proses-proses lain yang tak diketahui.
Dalam buku
Penciptaan Alam Raya karya Harun Yahya ini penulis memperkokoh keyakinan akan
terintegrasinya pemahaman Islam dan pemahaman manusia (ilmuwan) tentang asal
muasal alam semesta. Adapun pertemuan pemahaman ayat Al Quran dan sains
astronomi adalah bahwa alam semesta ini berawal dan berakhir; dan Al Quran
lebih jauh memberi petunjuk bahwa alam semesta mempunyai Dzat Pencipta (Rabbul
alamin). Fenomena ini diharapkan menjadi pembuka jalan dan pemicu integrasi
Islam dalam kehidupan manusia.
Seperti
buku-buku Harun Yahya lainnya, penulis mengungkapkan renik-renik kehebatan,
kemegahan, keindahan, keserasian, dan kecang-gihan sebuah sistem di alam
semesta, dan mengakhiri dengan per-tanyaan: Apakah sistem yang demikian serasi
terjadi dengan sendirinya, tanpa Yang Maha Perencana dan Yang Maha Pencipta?
Eksplorasi semacam ini menggugah kecerdasan spiritual manusia, mendekatkan
seorang muslim dengan khalik-Nya.
Mari kita
berbincang sedikit mengenai alam semesta ini.
Bumi dan Planet-Planet Lainnya
Dimulai
dari planet Bumi: sebuah wahana yang ditumpangi oleh ber-miliar manusia.
Kecerdasan spiritual manusialah yang akan memberi makna perjalanan di alam
semesta ini; perjalanan antargenerasi selama bermiliar tahun tanpa tujuan akhir
yang diketahui pasti, yang gratis dan tak berujung, hingga waktu kehancurannya
tiba.
Namun Bumi
masih terlalu kecil dibandingkan Matahari, sebuah bola gas pijar raksasa, lebih
dari 1.250.000 kali ukuran Bumi dan bermassa 100.000 kali lebih besar. Bumi
yang tak berdaya, tertambat oleh gravitasi, terseret Matahari mengelilingi
pusat Galaksi lebih dari 200 juta tahun untuk sekali edar penuh. (Lalu apa
rencana secercah kehidupan kita dalam pengembaraan panjang ini? Sangat sayang
bila kita tidak sempat melihat kosmos hari ini. Sangat sayang kita tidak
berencana sujud dan berserah kepada Tuhan Yang Mahakuasa.)
Pengiring
Matahari lainnya adalah planet Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus,
Uranus, Neptunus, Pluto, asteroid, komet dan sebagai-nya. Ragam wahana dalam
tata surya itu berupa sosok bola gas, bola beku, karang tandus yang sangat
panas; semuanya tak terpilih seperti planet Bumi. (Lalu, mengapa wahana yang
tersebar di alam semesta yang sangat luas itu tak semuanya mudah atau layak
dihuni oleh kehidupan?)
Putaran
demi putaran waktu berlalu, kehancuran wahana bermiliar manusia akan
menghampiri perlahan tapi pasti. Namun, berbagai perta-nyaan manusia tentang
misteri alam semesta masih belum atau tak ber-jawab. Berbagai upaya
rasionalitas manusia telah dikerahkan dan penge-tahuan bertambah, namun misteri
alam semesta itu terus menjadi warisan bagi generasi berikutnya.
Penjelajahan
akal manusia mendapatkan fakta-fakta penyusun alam semesta, mulai dari dunia
atom, planet, tata surya, hingga galaksi dan ruang alam semesta yang berbatas
galaksi-galaksi muda. Dengan itu, pengetahuan manusia merentang dalam dimensi
panjang 10-13 hingga 1026 meter, yang merupakan batas fakta-fakta yang dapat
diperoleh dalam dunia sains. Pada abad ke-21 manusia masih berambisi untuk
menyelami dunia 10-35 meter (skala panjang Planck) atau 10-20 kali lebih kecil
dari pe-nemuan skala atom pada dekade pertama abad ke-20. Begitu pula dimen-si
lainnya seperti waktu, energi, massa, rentangnya meluas dari yang le-bih kecil
dan lebih besar.
Tentang
rentang waktu alam semesta, manusia mendefinisikan berba-gai zaman (dan zaman
transisi di antaranya): Zaman Primordial, ketika usia alam semesta antara 10-50
hingga 105 tahun, Zaman Bintang, (106 - 1014 tahun), Zaman Materi
Terdegenerasi, (1015 - 1039 tahun), Zaman Black Hole, (1040 - 10100tahun),
Zaman Gelap ketika alam semesta menghampiri kehan-curannya (10101 - 10???
tahun) dan Zaman Kehancuran Alam Semesta (10200???? tahun), ketika materi
meluruh. Tanpa fakta-fakta dan ilmu yang diketahui manusia (atas izin Allah),
akhirnya manusia hanya bisa berspekulasi dan tak bisa mendefenisikan berbagai
keadaan, misalnya sebelum kelahiran alam semesta dan setelah kehancuran.
Penjelajahan
akal manusia bisa menggapai penaksiran hal-hal berikut: jumlah partikel (di
Matahari 1060 atau di Bumi 1050), energi ikat (antara Bumi dan Matahari sebesar
1033 Joule), energi radiasi matahari sebesar 1026 watt, energi Matahari yang
diterima Bumi sebesar 1022 Joule, energi yang diperlukan manusia per tahun
sebesar 1020 Joule, energi penggabungan inti atom, fissi 1 mol Uranium sebesar
1013 Joule, energi yang dihasilkan 1 kg bensin sebesar 108 Joule. Sebuah
anugerah yang besar bagi manusia, walaupun melalui proses yang panjang.
Deskripsi dan Model Alam Semesta
Kesan umum
luas dan megahnya alam semesta diperoleh penghuni Bumi dengan memandang langit
malam yang cerah tanpa cahaya Bulan. Langit tampak penuh taburan bintang yang
seolah tak terhitung jumlah-nya. Struktur dan luas alam semesta sangat sukar
dibayangkan manusia, dan progres persepsi dan rasionalitas manusia tentang itu
memerlukan waktu berabad-abad.
Deskripsi
pemandangan alam semesta pun beragam. Dulu alam se-mesta dimodelkan sebagai
ruang berukuran jauh lebih kecil dari realitas seharusnya. Ukuran diameter Bumi
(12.500 km) baru diketahui pada abad ke- 3 (oleh Eratosthenes), jarak ke Bulan
(384.400 km) abad ke-16 ( Tycho Brahe, 1588), jarak ke Matahari (sekitar 150
juta km) abad ke-17 (Cassini, 1672), jarak bintang 61 Cygni abad ke-19 , jarak
ke pusat Galaksi abad ke-20 (Shapley, 1918), jarak ke galaksi-luar (1929),
Quasar dan Big Bang (1965). Perjalanan panjang ini terus berlanjut
antargenerasi.
Benda
langit yang terdekat dengan bumi adalah bulan. Gaya gravitasi bulan menggerakkan
pasang surut air laut di bumi, tak henti-hentinya selama bermiliar tahun.
Karena periode orbit dan rotasi Bulan sama, manusia di Bumi tak pernah bisa
melihat salah satu sisi permukaan Bulan tanpa bantuan teknologi untuk mengorbit
Bulan. Rahasia sisi Bulan lainnya, baru didapat dengan penerbangan Luna 3 pada
tahun 1959.
Pada siang
hari, pemandangan langit sebatas langit biru dan matahari atau bulan kesiangan;
sedang di saat fajar dan senja, langit merah di kaki langit timur dan barat.
Interaksi cahaya matahari dengan angkasa Bumi melukiskan suasana langit yang
berwarna warni.
Matahari
sendiri adalah satu di antara beragam bintang di Galaksi. Ada bintang yang
lebih panas dari Matahari (suhu permukaan Matahari 5.800o K), seperti bintang
panas (bisa mencapai 50.000oK) yang memancarkan lebih banyak cahaya
ultraviolet—cahaya yang berbahaya bagi kehidupan. Ada bintang yang lebih
dingin, lebih banyak memancar-kan cahaya merah dan inframerah dibandingkan
cahaya tampak yang banyak dipergunakan manusia.
Manusia
bisa mencapai batas-batas pengetahuan alam semesta yang luas, mengenal ciptaan
Allah yang tidak pernah dikenali di muka bumi seperti Black Hole, bintang
Netron, Pulsar, bintang mati, ledakan bintang Nova atau Supernova, ledakan inti
galaksi dan sebagainya. Akan tetapi, berbagai fenomena yang sangat dahsyat itu
tak mungkin didekatkan dengan mahluk hidup yang rentan terhadap kerusakan.
Walau demi-kian, ada jalan bagi yang ingin bersungguh-sungguh menekuninya.
Dengan Sains Menangkap Realitas Alam Semesta
Pemahaman
manusia tentang alam semesta mempergunakan seluruh pengetahuan di bumi,
berbagai prinsip-prinsip, kepercayaan umum da-lam sains (seperti ketidakpastian
Heisenberg tentang pengukuran simul-tan dimensi ruang dan waktu), serta
berbagai aturan untuk keperluan praktis. Melalui sebuah kerangka besar gagasan
yang menghubungkan berbagai fenomena (teori relativitas umum, teori kinetik
materi, teori relativitas khusus) coba dikemukakan satu penjelasan. Berbagai
hipotesa, gagasan awal atau tentatif dikemukakan untuk menjelaskan fenomena.
Tentu gagasan tersebut masih perlu diuji kebenarannya untuk dapat dikatakan
sebuah hukum.
Dunia
fisika membahas konsep energi, hukum konservasi, konsep gerak gelombang, dan
konsep medan. Pembahasan Mekanika pun sangat luas, dari Mekanika klasik ke
Mekanika Kuantum Relativistik. Mekanika Kuantum Relativistik mengakomodasi
pemecahan persoalan mekanika semua benda, Mekanika kuantum melayani persoalan
mekanika untuk semua massa yang kecepatannya kurang dari kecepatan cahaya.
Mekani-ka Relativistik memecahkan persoalan mekanika massa yang lebih besar
dari 10-27 kg dan bagi semua kecepatan. Mekanika Newton (disebut juga mekanika
klasik) menjelaskan fenomena benda yang relatif besar, dengan kecepatan relatif
rendah, tapi juga bisa dipergunakan sebagai pendekatan fenomena benda
mikroskopik.
Mekanika
statistik (kuantum klasik) adalah suatu teknik statistik untuk interaksi benda
dalam jumlah besar untuk menjelaskan fenomena yang besar, teori kinetik dan
termodinamik. Dalam penjelajahan akal ma-nusia di dunia elektromagnet dikenal
persamaan Maxwell untuk mendes-kripsikan kelakuan medan elektromagnet, juga
teori tentang hubungan cahaya dan elektromagnet. Dalam pembahasan interaksi
partikel, ada prinsip larangan Pauli, interaksi gravitasi, dan interaksi
elektromagnet. Medan menyebabkan gaya; medan-gravitasi menyebabkan gaya
gravita-si, medan-listrik menyebabkan gaya listrik dan sebagainya. Demikianlah,
metode sains mencoba dengan lebih cermat menerangkan realitas alam semesta yang
berisi banyak sekali benda langit (dan lebih banyak lagi yang belum ditemukan).
Pengetahuan
tentang luas alam semesta dibatasi oleh keberadaan ob-jek berdaya besar,
seperti Quasar atau inti galaksi, sebagai penuntun tepi alam semesta yang bisa
diamati; selain itu juga dibatasi oleh kecepatan cahaya dan usia alam semesta
(15 miliar tahun). Itulah sebabnya ruang alam semesta yang pernah diamati
manusia berdimensi 15-20 miliar tahun cahaya. Namun, banyak benda langit yang
tak memancarkan caha-ya dan tak bisa dideteksi keberadaannya, protoplanet
misalnya. Menurut taksiran, sekitar 90% objek di alam semesta belum atau tak
akan terdeteksi secara langsung. Keberadaannya objek gelap ini diyakini karena
secara dinamika mengganggu orbit objek-objek yang teramati, lewat gravitasi.
Berbicara
tentang daya objek, dalam kehidupan sehari-hari ada lampu penerangan berdaya 10
watt, 75 watt dan sebagainya; sedangkan Ma-tahari berdaya 1026 watt dan
berjarak satu sa* dari Bumi, menghangatinya. Jika kita lihat, lampu-lampu kota
dengan daya lebih besarlah yang tam-pak terang. Menurut hukum cahaya, terang
lampu akan melemah seban-ding dengan jarak kuadrat, jadi sebuah lampu pada
jarak 1 meter tampak 4 kali lebih terang dibandingkan pada jarak 2 meter, dan
apabila dilihat pada jarak 5 meter tampak 25 kali lebih redup.
Maka,
kemampuan mata manusia mengamati bintang lemah terbatas. Ukuran kolektor cahaya
juga akan membatasi skala terang objek yang bisa diamati. Untuk pengamatan
objek langit yang lebih lemah dipergu-nakan kolektor atau teleskop yang lebih
besar. Teleskop yang besar pun mempunyai keterbatasan dalam mengamati obyek
langit yang lemah, walaupun berhasil mendeteksi obyek langit yang berjuta atau
bermiliar kali lebih lemah dari bintang terlemah yang bisa dideteksi manusia.
Pertanyaan lain muncul: Apakah semua objek langit bisa diamati melalui
teleskop? Berapa banyak yang mungkin diamati dan dihadirkan sebagai
pengetahuan?
Makin jauh
jarak galaksi, berarti pengamatan kita juga merupakan pengamatan masa silam
galaksi tersebut. Cahaya merupakan fosil infor-masi pembentukan alam semesta
yang berguna, dan manusia berupaya menangkapnya untuk mengetahui prosesnya
hingga takdir di masa de-pan yang sangat jauh, yang akan dilalui melalui
hukum-hukum alam ciptaan-Nya. Pengetahuan kita tentang hal tersebut sangat
bergantung pada pengetahuan kita tentang hukum alam ciptaan-Nya; sudah lengkap
dan sudah sempurnakah, ataukah baru sebagian kecil, sehingga mungkin bisa
membentuk ekstrapolasi persepsi yang salah?
Sampai di
batas mana manusia bisa membayangkan dan menjangkau-nya? Bagaimana kondisi
awal, bagaimana kondisi sebelumnya, bagai-mana kondisi 5 miliar tahun ke depan,
bagaimana kondisi 50 miliar tahun ke depan dan seterusnya? Apakah pengetahuan
agama akan memberi jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut? Alam semesta yang
megah akan runtuh, akan hancur, tapi entah bagaimana prosesnya, dan ada apa
setelah kehancuran itu? Kita kembali kepada Allah untuk mencari jawaban-Nya,
karena Dia adalah zat Maha Mengetahui atas segala ciptaan-Nya, dan manusia hanya
diberi pengetahuan-Nya sedikit.
Khatimah
Begitulah,
melalui sains manusia mencoba dideskripsikan apa dan bagaimana proses fenomena
alam bisa terjadi dalam konteks eksperimen dan pengamatan, dengan parameter
yang bisa diamati dan diukur. Aga-ma memperluas spektrum makna alam semesta
bagi manusia tentang kehadiran benda-benda alam semesta, kehidupan dan manusia.
Jawaban singkat tentang pertanyaan Siapa pencipta alam semesta beserta
hukum-hukum alamnya: Allah adalah zat yang Maha Pencipta. Agama memper-luas
pengetahuan yang dicakup oleh metodologi sains dan rasionalitas manusia seperti
berkenalan dengan alam gaib, akhirat dan sebagainya. Namun begitu, rupanya
berbagai pertanyaan manusia tentang misteri alam semesta di sekitar planet Bumi
masih banyak yang belum terjawab atau mungkin tak berjawab hingga kehancuran
Bumi.
Wallahu a’lam bishawwab
PENDAHULUAN
Keruntuhan
Ilmiah Materialisme
Materialisme
tidak dapat lagi dinyatakan sebagai filsafat ilmiah.
Arthur
Koestler, Filsuf Sosial terkenal1
Bagaimanakah
alam semesta tak berbatas tempat kita tinggal ini terbentuk? Bagaimanakah
keseimbangan, keselarasan, dan ke-teraturan jagat raya ini berkembang?
Bagaimanakah bumi ini menjadi tempat tinggal yang tepat dan terlindung bagi
kita?
Aneka
pertanyaan seperti ini telah menarik perhatian sejak ras ma-nusia bermula. Para
ilmuwan dan filsuf yang mencari jawaban dengan kecerdasan dan akal sehat mereka
sampai pada kesimpulan bahwa rancangan dan keteraturan alam semesta merupakan
bukti keberadaan Pencipta Mahatinggi yang menguasai seluruh jagat raya.
Ini adalah
kebenaran tak terbantahkan yang dapat kita capai dengan menggunakan kecerdasan
kita. Allah mengungkapkan kenyataan ini dalam kitab suci-Nya, Al Quran, yang
telah diwahyukan empat belas abad yang lalu sebagai penerang jalan bagi
kemanusiaan. Allah menya-takan bahwa Dia telah menciptakan alam semesta dari
ketiadaan, untuk suatu tujuan khusus, serta dilengkapi dengan semua sistem dan
keseimbangannya yang dirancang khusus untuk kehidupan manusia.
Allah
mengajak manusia untuk mempertimbangkan kebenaran ini dalam ayat berikut:
“Apakah
kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangunnya.
Dia meninggikan bangunannya lalu me-nyempurnakannya. Dan Dia menjadikan
malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah
itu dihamparkan-Nya.” (QS. An-Naazi’aat, 79: 27-30) !
Pada ayat
lain dalam Al Quran dinyatakan pula bahwa manusia harus melihat dan
mempertimbangkan semua sistem dan keseimbangan di alam semesta yang telah
diciptakan Allah untuknya, serta memetik pelajaran dari pengamatannya:
“Dan Dia
menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang
itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya).”
(QS. An-Nahl, 16: 12) !
Dalam ayat
Al Quran lainnya , ditunjukkan:
“Dia
memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan
menundukkan matahari dan bulan, dan masing-masing berjalan menurut waktu yang
ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya-lah
kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mem-punyai
apa-apa walaupun setipis kulit ari.” (QS. Faathir, 35: 13) !
Kebenaran
nyata yang dipaparkan Al Quran juga ditegaskan oleh se-jumlah penemu penting
ilmu astronomi modern, Galileo, Kepler, dan Newton. Semua menyadari bahwa
struktur alam semesta, rancangan tata surya, hukum-hukum fisika, dan keadaan
seimbang, semuanya dicipta-kan Tuhan, dan para ilmuwan itu sampai pada
kesimpulan dari pene-litian dan pengamatan mereka sendiri.
Materialisme:
Kesalahan Abad ke-19
Realitas
penciptaan yang kita bicarakan telah diabaikan atau diing-kari sejak dahulu
oleh sebuah pandangan filosofis tertentu. Pandangan itu disebut “materialisme”.
Filsafat ini, yang semula dirumuskan di kalangan bangsa Yunani kuno, juga telah
muncul dari waktu ke waktu dalam budaya lain, dan dikembangkan pula secara perorangan.
Menurut materialisme, hanya materi yang ada, dan begitu-lah adanya sepanjang
waktu yang tak terbatas. Dari pendirian itu, diklaim bahwa alam semesta juga
“selalu” ada dan tidak diciptakan.
Sebagai
tambahan bagi klaim mereka; bahwa alam semesta ada dalam waktu yang tidak
terbatas, penganut materialisme juga menge-mukakan bahwa tidak ada tujuan atau
sasaran di dalam alam semesta. Mereka menyatakan bahwa semua keseimbangan,
keselarasan, dan keteraturan yang tampak di sekitar kita hanyalah peristiwa kebetulan.
“Peristiwa kebetulan” juga diajukan ketika muncul pertanyaan tentang bagaimana
manusia terjadi. Teori evolusi, dikenal luas sebagai Darwin-isme, adalah
aplikasi lain materialisme pada dunia alam.
Baru saja
disebutkan bahwa sebagian pendiri sains modern adalah orang yang beriman, yang
sepakat bahwa alam semesta diciptakan dan diatur oleh Tuhan. Pada abad ke-19,
terjadi perubahan penting dalam sikap dunia ilmiah mengenai masalah ini.
Materialisme dengan sengaja dimasukkan dalam agenda ilmu alam modern oleh
pelbagai kelompok. Karena keadaan politik dan sosial abad ke-19 membentuk basis
kuat bagi materialisme, filsafat tersebut diterima luas dan tersebar ke seluruh
dunia ilmiah.
Akan
tetapi, temuan sains modern secara tak terbantahkan menun-jukkan betapa
kelirunya pernyataan materialisme.
Temuan-Temuan
Sains Abad ke-20
Mari kita
tinjau lagi dua pandangan materialisme tentang alam semesta:
1. Alam semesta telah ada sejak waktu
yang tak terbatas, dan karena tidak mempunyai awal atau akhir, alam semesta tidak
diciptakan.
2. Segala sesuatu dalam alam semesta
hanyalah hasil peristiwa kebe-tulan dan bukan produk rancangan, rencana, atau
visi yang di-sengaja.
Kedua
pandangan ini dikemukakan dengan berani dan dibela mati-matian oleh materialis
abad ke-19, yang tentu saja tidak punya jalan lain kecuali bergantung kepada
pengetahuan ilmiah zaman mereka yang terbatas dan tidak canggih. Kedua pendapat
itu telah dibantah sepe-nuhnya dengan penemuan-penemuan sains abad ke-20.
Yang
terkubur pertama kali adalah pendapat bahwa alam semesta sudah ada sejak waktu
yang tak terbatas. Sejak tahun 1920-an, telah mun-cul bukti tegas bahwa
pendapat ini tidak mungkin benar. Para ilmuwan sekarang merasa pasti bahwa
jagat raya tercipta dari ketiadaan, sebagai hasil suatu ledakan besar yang tak
terbayangkan, yang dikenal sebagai “Dentuman Besar (Big Bang)”. Dengan kata
lain, alam semesta terbentuk, atau tepatnya, diciptakan oleh Allah.
Abad ke-20
juga menyaksikan kehancuran klaim materialis yang kedua: bahwa segala sesuatu
di jagat raya adalah hasil dari kebetulan dan bukan rancangan. Riset yang
diadakan sejak tahun 1960-an dengan konsisten menunjukkan bahwa semua
keseimbangan fisik alam semesta umumnya dan bumi kita khususnya dirancang
dengan rumit untuk memungkinkan kehidupan. Ketika penelitian ini diperdalam,
di-temukan bahwa setiap hukum fisika, kimia, dan biologi, setiap gaya-gaya
fundamental seperti gravitasi dan elektromagnetik, dan setiap detail struktur
atom dan unsur-unsur alam semesta sudah diatur dengan tepat sehingga manusia
dapat hidup. Ilmuwan masa kini menyebut de-sain luar biasa ini “prinsip
antropis”. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap detail alam semesta telah
dirancang dengan cermat untuk me-mungkinkan manusia hidup.
Kesimpulannya,
filsafat yang disebut materialisme telah ditolak oleh sains modern. Dari
posisinya sebagai pandangan ilmiah yang dominan pada abad ke-19, materialisme
telah jatuh menjadi cerita fiksi pada abad ke-20.
Bagaimana
tidak? Seperti yang ditunjukkan Allah:
“Dan
Kami tidak menciptakan langit dan bumi, dan apa yang ada atara keduanya tanpa
hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah
orang-orang kafir itu karena me-reka akan masuk neraka.” (QS. Shaad, 38: 27) !
Adalah
keliru untuk menganggap alam semesta diciptakan dengan sia-sia. Filsafat yang
benar-benar keliru seperti materialisme dan sistem-sistem yang berdasarkan pada
paham itu telah ditakdirkan untuk gagal sejak awal sekali.
Penciptaan
adalah sebuah fakta. Dalam buku ini kita akan mengkaji bukti kenyataan tersebut.
Kita akan melihat bagaimana materialisme telah runtuh di hadapan sains modern
dan juga menyaksikan betapa menakjubkan dan sempurna alam semesta dirancang dan
diciptakan oleh Allah.
Picture
Text
Sains
modern membuktikan kenyataan penciptaan alam semesta oleh Allah, yang
bertentangan dengan filsafat usang materialis. Newsweek memuat kisah sampul
“Science Finds God” pada edisi
27 Juli,
1989.
BAB
1
Penciptaan
Alam Semesta
dari
Ketiadaan
Dalam
bentuk standarnya, teori Dentuman Besar (Big Bang) mengasumsikan bahwa semua
bagian jagat raya mulai mengembang secara serentak. Namun bagaimana semua
bagian jagat raya yang berbeda bisa menyelaraskan awal pengembangan mereka?
Siapa yang memberikan perintah?
Andre
Linde, Profesor Kosmologi 2
Seabad yang
lalu, penciptaan alam semesta adalah sebuah konsep yang diabaikan para ahli
astronomi. Alasannya adalah peneri-maan umum atas gagasan bahwa alam semesta
telah ada sejak waktu tak terbatas. Dalam mengkaji alam semesta, ilmuwan
berang-gapan bahwa jagat raya hanyalah akumulasi materi dan tidak mem-punyai
awal. Tidak ada momen “penciptaan”, yakni momen ketika alam semesta dan segala
isinya muncul.
Gagasan
“keberadaan abadi” ini sesuai dengan pandangan orang Eropa yang berasal dari
filsafat materialisme. Filsafat ini, yang awalnya dikembangkan di dunia Yunani
kuno, menyatakan bahwa materi adalah satu-satunya yang ada di jagat raya dan
jagat raya ada sejak waktu tak terbatas dan akan ada selamanya. Filsafat ini
bertahan dalam bentuk-bentuk berbeda selama zaman Romawi, namun pada akhir
kekaisaran Romawi dan Abad Pertengahan, materialisme mulai mengalami
kemun-duran karena pengaruh filsafat gereja Katolik dan Kristen. Setelah
Renaisans, materialisme kembali mendapatkan penerimaan luas di antara pelajar
dan ilmuwan Eropa, sebagian besar karena kesetiaan mereka terhadap filsafat
Yunani kuno.
Immanuel
Kant-lah yang pada masa Pencerahan Eropa, menyatakan dan mendukung kembali
materialisme. Kant menyatakan bahwa alam semesta ada selamanya dan bahwa setiap
probabilitas, betapapun mus-tahil, harus dianggap mungkin. Pengikut Kant terus
mempertahan-kan gagasannya tentang alam semesta tanpa batas beserta
materialisme. Pada awal abad ke-19, gagasan bahwa alam semesta tidak mempunyai
awal— bahwa tidak pernah ada momen ketika jagat raya di-ciptakan—secara luas
diterima. Pandangan ini diba-wa ke abad ke-20 melalui karya-karya materialis
dia-lektik seperti Karl Marx dan Friedrich Engels.
Pandangan
tentang alam semesta tanpa batas sa-ngat sesuai dengan ateisme. Tidak sulit
melihat alas-annya. Untuk meyakini bahwa alam semesta mem-punyai permulaan,
bisa berarti bahwa ia di-ciptakan dan itu berarti, tentu saja, memerlukan
pencipta, yaitu Tuhan. Jauh lebih mudah dan aman untuk menghin-dari isu ini
dengan mengajukan gagasan bahwa “alam semesta ada selamanya”, meskipun tidak
ada dasar ilmiah sekecil apa pun untuk membuat klaim seperti itu. Georges
Politzer, yang mendukung dan memper-tahankan gagasan ini dalam buku-bukunya
yang di-terbitkan pada awal abad ke-20, adalah pendukung setia Marxisme dan
Materialisme.
Dengan
mempercayai kebenaran model “jagat raya tanpa batas”, Politzer menolak gagasan
penciptaan dalam bukunya Principes Fonda-mentaux de Philosophie ketika dia
menulis:
Alam semesta
bukanlah objek yang diciptakan, jika memang demikian, maka jagat raya harus
diciptakan secara seketika oleh Tuhan dan muncul dari ketiadaan. Untuk mengakui
penciptaan, orang harus mengakui, sejak awal, keberadaan momen ketika alam
semesta tidak ada, dan bahwa sesuatu muncul dari ketiadaan. Ini pandangan yang
tidak bisa diterima sains.3
Politzer
menganggap sains berada di pihaknya dalam pem-belaan-nya terhadap gagasan alam
semesta tanpa batas. Kenyataannya, sains merupakan bukti bahwa jagat raya
sungguh-sungguh mempunyai per-mulaan. Dan seperti yang dinyatakan Politzer
sendiri, jika ada penciptaan maka harus ada penciptanya.
Pengembangan Alam Semesta
dan Penemuan Dentuman Besar
Tahun
1920-an adalah tahun yang penting dalam perkembangan as-tronomi modern. Pada
tahun 1922, ahli fisika Rusia, Alexandra Friedman, menghasilkan perhitungan
yang menunjukkan bahwa struktur alam semesta tidaklah statis dan bahwa impuls
kecil pun mungkin cukup untuk menyebabkan struktur keseluruhan mengembang atau
mengerut menurut Teori Relativitas Einstein. George Lemaitre adalah orang
pertama yang menyadari apa arti perhitungan Friedman. Berdasarkan perhitungan
ini, astronomer Belgia, Lemaitre, menyatakan bahwa alam semesta mempunyai
permulaan dan bahwa ia mengembang sebagai akibat dari sesuatu yang telah
memicunya. Dia juga menyatakan bahwa tingkat radiasi (rate of radiation) dapat
digunakan sebagai ukuran akibat (aftermath) dari “sesuatu” itu.
Pemikiran
teoretis kedua ilmuwan ini tidak menarik banyak per-hatian dan barangkali akan
terabaikan kalau saja tidak ditemukan bukti pengamatan baru yang mengguncangkan
dunia ilmiah pada tahun 1929. Pada tahun itu, astronomer Amerika, Edwin Hubble,
yang bekerja di Observatorium Mount Wilson California, membuat penemuan paling
penting dalam sejarah astronomi. Ketika mengamati sejumlah bintang melalui
teleskop raksasanya, dia menemukan bahwa cahaya bintang-bintang itu bergeser ke
arah ujung merah spektrum, dan bahwa per-geseran itu berkaitan langsung dengan
jarak bintang-bintang dari bumi. Penemuan ini mengguncangkan landasan model
alam semesta yang dipercaya saat itu.
Menurut
aturan fisika yang diketahui, spektrum berkas cahaya yang mendekati titik
observasi cenderung ke arah ungu, sementara spektrum berkas cahaya yang
menjauhi titik observasi cenderung ke arah merah. (Seperti suara peluit kereta
yang semakin samar ketika kereta semakin jauh dari pengamat). Pengamatan Hubble
menunjukkan bahwa menurut hukum ini, benda-benda luar angkasa menjauh dari
kita. Tidak lama kemudian, Hubble membuat penemuan penting lagi;
bintang-bintang tidak hanya menjauh dari bumi; mereka juga menjauhi satu sama
lain. Satu-satunya kesimpulan yang bisa diturunkan dari alam semesta di mana
segala sesuatunya saling menjauh adalah bahwa alam semesta dengan konstan
“mengembang”.
Hubble
menemukan bukti pengamatan untuk sesuatu yang telah “diramalkan” George
Lamaitre sebelumnya, dan salah satu pemikir terbesar zaman kita telah menyadari
ini hampir lima belas tahun lebih awal. Pada tahun 1915, Albert Einstein telah
menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis dengan
perhitungan-perhitungan ber-dasarkan teori relativitas yang baru ditemukannya
(yang mengantisipasi kesimpulan Friedman dan Lemaitre). Terkejut oleh
temuannya, Einstein menambahkan “konstanta kosmologis” pada persamaannya agar
muncul “jawaban yang benar”, karena para ahli astronomi meyakinkan dia bah-wa
alam semesta itu statis dan tidak ada cara lain untuk membuat persa-maannya
sesuai dengan model seperti itu. Beberapa tahun kemudian, Einstein mengakui
bahwa konstanta kosmologis ini adalah kesalahan terbesar dalam karirnya.
Penemuan
Hubble bahwa alam semesta mengembang memuncul-kan model lain yang tidak
membutuhkan tipuan untuk menghasilkan persamaan sesuai dengan keinginan. Jika
alam semesta semakin besar sejalan dengan waktu, mundur ke masa lalu berarti
alam semesta semakin kecil; dan jika seseorang bisa mundur cukup jauh, segala
sesuatunya akan mengerut dan bertemu pada satu titik. Kesimpulan yang harus
diturun-kan dari model ini adalah bahwa pada suatu saat, semua materi di alam
semesta ini terpadatkan dalam massa satu titik yang mempunyai “volume nol”
karena gaya gravitasinya yang sangat besar. Alam semesta kita muncul dari hasil
ledakan massa yang mempunyai volume nol ini. Ledakan ini mendapat sebutan “Dentuman
Besar” dan keberadaannya telah berulang-ulang ditegaskan dengan bukti
pengamatan.
Ada
kebenaran lain yang ditunjukkan Dentuman Besar ini. Untuk mengatakan bahwa
sesuatu mempunyai volume nol adalah sama saja dengan mengatakan sesuatu itu
“tidak ada”. Seluruh alam semesta dicip-takan dari “ketidakadaan” ini. Dan
lebih jauh, alam semesta mempunyai permulaan, berlawanan dengan pendapat
materialisme, yang mengata-kan bahwa “alam semesta sudah ada selamanya”.
Hipotesis “Keadaan-Stabil”
Teori
Dentuman Besar dengan cepat diterima luas oleh dunia ilmiah karena bukti-bukti
yang jelas. Namun, para ahli astronomi yang memihak materialisme dan setia pada
gagasan alam semesta tanpa batas yang dituntut paham ini menentang Dentuman
Besar dalam usaha mereka mempertahankan doktrin fundamental ideologi mereka.
Alasan mereka dijelaskan oleh ahli astronomi Inggris, Arthur Eddington, yang
berkata, “Secara filosofis, pendapat tentang permulaan yang tiba-tiba dari
keter-aturan alam sekarang ini bertentangan denganku.”4
Ahli astronomi
lain yang menentang teori Dentuman Besar adalah Fred Hoyle. Sekitar pertengahan
abad ke-20 dia mengemukakan sebuah model baru yang disebutnya “keadaan-stabil”,
yang tak lebih suatu per-panjangan gagasan abad ke-19 tentang alam semesta
tanpa batas. Dengan menerima bukti-bukti yang tidak bisa disangkal bahwa jagat
raya mengembang, dia berpendapat bahwa alam semesta tak terbatas, baik dalam
dimensi maupun waktu. Menurut model ini, ketika jagat raya mengembang, materi
baru terus-menerus muncul dengan sendirinya dalam jumlah yang tepat sehingga
alam semesta tetap berada dalam “keadaan-stabil”. Dengan satu tujuan jelas
mendukung dogma “materi sudah ada sejak waktu tak terbatas”, yang merupakan
basis filsafat mate-rialis, teori ini mutlak bertentangan dengan “teori
Dentuman Besar”, yang menyatakan bahwa alam semesta mempunyai permulaan.
Pendukung teori keadaan-stabil Hoyle tetap berkeras menentang Dentuman Besar
selama bertahun-tahun. Namun, sains menyangkal mereka.
Kemenangan Dentuman Besar
Pada tahun
1948, George Gamov mengembangkan perhitungan George Lemaitre lebih jauh dan
menghasilkan gagasan baru mengenai Dentuman Besar. Jika alam semesta terbentuk
dalam sebuah ledakan be-sar yang tiba-tiba, maka harus ada sejumlah tertentu
radiasi yang ditinggalkan dari ledakan tersebut. Radiasi ini harus bisa
dideteksi, dan lebih jauh, harus sama di selu-ruh alam semesta.
Dalam dua
dekade, bukti pengamatan dugaan Gamov diperoleh. Pada tahun 1965, dua peneliti
ber-nama Arno Penzias dan Robert Wilson menemukan sebentuk radiasi yang selama
ini tidak teramati. Dise-but “radiasi latar belakang kosmik”, radiasi ini tidak
seperti apa pun yang berasal dari seluruh alam semesta karena luar biasa
seragam. Radiasi ini tidak dibatasi, juga tidak mempunyai sumber tertentu; alih-alih,
radiasi ini tersebar merata di seluruh jagat raya. Segera disadari bahwa
radiasi ini adalah gema Dentuman Besar, yang masih menggema balik sejak momen
pertama ledakan besar tersebut. Gamov telah mengamati bahwa frekuen-si radiasi
hampir mempu-nyai nilai yang sama dengan yang telah di-perkirakan oleh para
ilmu-wan sebelumnya. Penzias dan Wilson dianugerahi hadi-ah Nobel untuk
penemuan mereka.
Pada tahun
1989, George Smoot dan tim NASA-nya meluncurkan sebuah satelit ke luar angkasa.
Sebuah in-strumen sensitif yang disebut “Cosmic Background Emission Explorer”
(COBE) di dalam satelit itu hanya memerlukan delapan menit untuk mendeteksi dan
menegaskan tingkat radiasi yang dilaporkan Penzias dan Wilson. Hasil ini secara
pasti menun-jukkan keberadaan bentuk rapat dan panas sisa dari ledakan yang
menghasilkan alam semesta. Kebanyakan ilmuwan mengakui bahwa COBE telah
berhasil menangkap sisa-sisa Dentuman Besar.
Ada lagi
bukti-bukti yang muncul untuk Dentuman Besar. Salah satunya berhubungan dengan
jumlah relatif hidrogen dan helium di alam semesta. Pengamatan menunjukkan
bahwa campuran kedua unsur ini di alam semesta sesuai dengan perhitungan
teoretis dari apa yang seharus-nya tersisa setelah Dentuman Besar. Bukti itu
memberikan tusukan lagi ke jantung teori keadaan-stabil karena jika jagat raya
sudah ada selamanya dan tidak mempunyai permulaan, semua hidrogennya telah
terbakar menjadi helium.
Dihadapkan
pada bukti seperti itu, Dentuman Besar memperoleh persetujuan dunia ilmiah
nyaris sepenuhnya. Dalam sebuah artikel edisi Oktober 1994, Scientific American
menyatakan bahwa model Dentuman Besar adalah satu-satunya yang dapat
menjelaskan pengembangan terus menerus alam semesta dan hasil-hasil pengamatan
lainnya.
Setelah
mempertahankan teori Keadaan-Stabil bersama Fred Hoyle, Dennis Sciama
menggambarkan dilema mereka di hadapan bukti Den-tuman Besar. Dia berkata bahwa
semula dia mendukung Hoyle, namun setelah bukti mulai menumpuk, dia harus
mengakui bahwa pertempuran telah usai dan bahwa teori keadaan-stabil harus
ditinggalkan.5
Siapa yang
Menciptakan Alam Semesta dari Ketiadaan?
Dengan
kemenangan Dentuman Besar, tesis “alam semesta tanpa batas”, yang membentuk
basis bagi dogma materialis, dibuang ke tum-pukan sampah sejarah. Namun bagi
materialis, muncul pula dua perta-nyaan yang tidak mengenakkan: Apa yang sudah
ada sebelum Dentuman Besar? Dan kekuatan apa yang telah menyebabkan Dentuman
Besar sehingga memunculkan alam semesta yang tidak ada sebelumnya?
Materialis
seperti Arthur Eddington menyadari bahwa jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan
ini dapat mengarah pada keberadaan pencipta agung dan itu tidak mereka sukai.
Filsuf ateis, Anthony Flew, mengomentari masalah ini:
Jelas
sekali, pengakuan itu baik bagi jiwa. Oleh karena itu, saya akan mulai dengan
mengakui bahwa penganut ateis Stratonis harus merasa malu dengan konsensus
kosmologis dewasa ini. Karena tampaknya para ahli kos-mologi menyediakan bukti
ilmiah untuk apa yang dianggap St. Thomas tidak terbukti secara filosofis;
yaitu, bahwa alam semesta mempunyai permulaan. Selama alam semesta dapat dengan
mudah dianggap tidak hanya tanpa akhir, namun juga tanpa permulaan, akan tetap
mudah untuk mendesak bahwa keberadaannya yang tiba-tiba, dan apa pun yang
ditemukan menjadi ciri-cirinya yang paling mendasar, harus diterima sebagai
penjelasan akhir. Meskipun saya mempercayai bahwa teori itu (alam semesta tanpa
batas) masih benar, tentu saja tidak mudah atau nyaman untuk mempertahankan
posisi ini di hadapan kisah Dentuman Besar.6
Banyak
ilmuwan yang tidak mau memaksakan diri menjadi ateis menerima dan mendukung
keberadaan pencipta yang mempunyai kekuatan tak terbatas. Misalnya, ahli
astrofisika Amerika, Hugh Ross, menyatakan Pencipta jagat raya, yang berada di
atas segala dimensi fisik, sebagai:
Secara
definisi, waktu adalah dimensi di mana fenomena sebab-dan-akibat terjadi. Tidak
ada waktu, tidak ada sebab dan akibat. Jika permulaan waktu sama dengan
permulaan alam semesta, seperti yang dikatakan teorema ru-ang-waktu, maka sebab
alam semesta haruslah entitas yang bekerja dalam dimensi waktu yang sepenuhnya
mandiri dan hadir lebih dulu daripada di-mensi waktu kosmos... ini berarti
bahwa Pencipta itu transenden, bekerja di luar batasan-batasan dimensi alam
semesta. Ini berarti bahwa Tuhan bukan alam semesta itu sendiri, dan Tuhan juga
tidak berada di dalam alam semesta.7
Penolakan terhadap Penciptaan dan
Mengapa Teori-Teori Itu Bercacat
Sangat
jelas bahwa Dentuman Besar berarti penciptaan alam semesta dari ketiadaan dan
ini pasti bukti keberadaan pencipta yang berke-hendak. Mengenai fakta ini,
beberapa ahli astronomi dan fisika materialis telah mencoba mengemukakan
penjelasan alternatif untuk membantah kenyataan ini. Rujukan sudah dibuat dari
teori keadaan-stabil dan ditunjukkan ke mana kaitannya, oleh mereka yang tidak
merasa nyaman dengan pendapat “penciptaan dari ketiadaan” meskipun bukti
berbicara lain, sebagai usaha mempertahankan filsafat mereka.
Ada pula
sejumlah model yang telah dikemukakan oleh materialis yang menerima teori
Dentuman Besar namun mencoba melepaskannya dari gagasan penciptaan. Salah
satunya adalah model alam semesta “ber-osilasi”; dan yang lainnya adalah “model
alam semesta kuantum”. Mari kita kaji teori-teori ini dan melihat mengapa
keduanya tidak berdasar.
Model alam
semesta berosilasi dikemukakan oleh para ahli astro-nomi yang tidak menyukai
gagasan bahwa Dentuman Besar adalah per-mulaan alam semesta. Dalam model ini,
dinyatakan bahwa pengem-bangan alam semesta sekarang ini pada akhirnya akan
membalik pada suatu waktu dan mulai mengerut. Pengerutan ini akan menyebab-kan
segala sesuatu runtuh ke dalam satu titik tunggal yang kemudian akan meledak
lagi, memulai pengembangan babak baru. Proses ini, kata mereka, berulang dalam
waktu tak terbatas. Model ini juga menyatakan bahwa alam semesta sudah
mengalami transformasi ini tak terhingga kali dan akan terus demikian
selamanya. Dengan kata lain, alam semesta ada selamanya namun mengembang dan
runtuh pada interval berbeda dengan ledakan besar menandai setiap siklusnya.
Alam semesta tempat kita tinggal merupakan salah satu alam semesta tanpa batas
itu yang sedang melalui siklus yang sama.
Ini tak
lebih dari usaha lemah untuk menyelaraskan fakta Dentuman Besar terhadap
pandangan tentang alam semesta tanpa batas. Skenario tersebut tidak didukung
oleh hasil-hasil riset ilmiah selama 15-20 tahun terakhir, yang menunjukkan
bahwa alam semesta yang berosilasi seperti itu tidak mungkin terjadi. Lebih
jauh, hukum-hukum fisika tidak bisa me-nerangkan mengapa alam semesta yang
mengerut harus meledak lagi setelah runtuh ke dalam satu titik tunggal: ia
harus tetap seperti apa ada-nya. Hukum-hukum fisika juga tidak bisa menerangkan
mengapa alam semesta yang mengembang harus mulai mengerut lagi.8
Bahkan
kalaupun kita menerima bahwa mekanisme yang mem-buat siklus mengerut-meledak-mengembang
ini benar-benar ada, satu hal penting adalah bahwa siklus ini tidak bisa
berlanjut selamanya, seperti anggapan mereka. Perhitungan untuk model ini
menunjukkan bahwa setiap alam semesta akan mentransfer sejumlah entropi kepada
alam semesta berikutnya. Dengan kata lain, jumlah energi berguna yang ter-sedia
menjadi berkurang setiap kali, dan setiap alam semesta akan ter-buka lebih
lambat dan mempunyai diameter lebih besar. Ini akan me-nyebabkan alam semesta
yang terbentuk pada babak berikutnya menjadi lebih kecil dan begitulah
seterusnya, sampai pada akhirnya menghilang menjadi ketiadaan. Bahkan jika alam
semesta “buka dan tutup” ini dapat terjadi, mereka tidak bertahan selamanya.
Pada satu titik, akan diperlu-kan “sesuatu” untuk diciptakan dari “ketiadaan”.9
Singkatnya,
model alam semesta “berosilasi” merupakan fantasi tanpa harapan yang realitas
fisiknya tidak mungkin.
“Model alam
semesta kuantum” adalah usaha lain untuk member-sihkan teori Dentuman Besar
dari implikasi penciptaannya. Pendukung model ini mendasarkannya pada observasi
fisika kuantum (subatomik). Dalam fisika kuantum, diamati bahwa
partikel-partikel subatomik mun-cul dan menghilang secara spontan dalam ruang
hampa. Menginterpre-tasikan pengamatan ini sebagai “materi dapat muncul pada
tingkat kuantum, ini merupakan sebuah sifat yang berkenaan dengan materi”,
beberapa ahli fisika mencoba menjelaskan asal materi dari ketiadaan selama
penciptaan alam semesta sebagai “sifat yang berkenaan dengan materi” dan
menyatakannya sebagai bagian dari hukum-hukum alam. Dalam model ini, alam
semesta kita diinterpretasikan sebagai partikel subatomik di dalam partikel
yang lebih besar.
Akan
tetapi, silogisme ini sama sekali tidak mungkin dan bagai-manapun tidak bisa
menjelaskan bagaimana alam semesta terjadi. William Lane Craig, penulis The Big
Bang: Theism and Atheism, menjelas-kan alasannya:
Ruang hampa
mekanis kuantum yang menghasilkan partikel materi adalah jauh dari gagasan umum
tentang “ruang hampa” (yang berarti tidak ada apa-apa). Melainkan, ruang hampa
kuantum adalah lautan partikel yang terus-menerus terbentuk dan menghilang,
yang meminjam energi dari ruang hampa untuk keberadaan mereka yang singkat. Ini
bukan “ketiadaan”, sehingga partikel materi tidak muncul dari “ketiadaan”.10
Jadi, dalam
fisika kuantum, materi “tidak ada kalau sebelumnya tidak ada.” Yang terjadi
adalah bahwa energi lingkungan tiba-tiba men-jadi materi dan tiba-tiba pula
menghilang menjadi energi lagi. Singkatnya, tidak ada kondisi “keberadaan dari
ketiadaan” seperti klaim mereka.
Dalam
fisika, tidak lebih sedikit daripada yang terdapat dalam ca-bang-cabang ilmu
alam lain, terdapat ilmuwan-ilmuwan ateis yang tidak ragu menyamarkan kebenaran
dengan mengabaikan titik-titik kritis dan detail-detail dalam usaha mereka
mendukung pandangan materialis dan mencapai tujuan mereka. Bagi mereka, jauh
lebih penting mempertahan-kan materialisme dan ateisme daripada mengungkapkan
fakta-fakta dan kenyataan ilmiah.
Dihadapkan
pada realitas yang disebutkan di atas, kebanyakan ilmu-wan membuang model alam
semesta kuantum. C.J Isham menjelas-kan bahwa “model ini tidak diterima secara
luas karena kesulitan-kesulitan yang dibawanya.” 11 Bahkan sebagian pencetus
gagasan ini, seperti Brout dan Spindel, telah meninggalkannya.12
Sebuah
versi terbaru yang dipublikasikan lebih luas dari model alam semesta kuantum
diajukan oleh ahli fisika, Stephen Hawking. Dalam bukunya, A Brief History of
Time, Hawking menyatakan bahwa Dentuman Besar tidak harus berarti keberadaan
dari ketiadaan. Alih-alih “tiada waktu” sebelum Dentuman Besar, Hawking
mengajukan konsep “waktu imajiner”. Menurut Haw-king, hanya ada selang waktu
imajiner 1043 detik sebelum Dentuman Besar terjadi dan waktu “nyata” terbentuk
setelah itu. Harapan Hawking ha- nyalah untuk mengabai-kan kenyataan
“ketiada-an waktu” (timelessness) sebelum Dentuman Besar dengan gagasan waktu
“imajiner” ini.
Sebagai
sebuah konsep, “waktu imajiner” sama saja dengan nol atau se-perti “tidak
ada”nya jumlah imajiner orang dalam ruangan atau jumlah imajiner mobil di
jalan. Di sini Hawking hanya bermain dengan kata-kata. Dia menyatakan bahwa
persamaan itu benar kalau mereka dihubungkan dengan waktu imajiner, namun
kenyataannya ini tidak ada artinya. Ahli matematika, Sir Herbert Dingle,
menyebut kemungkinan memalsukan hal-hal imajiner sebagai hal nyata dalam
matematika sebagai:
Dalam
bahasa matematika, kita bisa mengatakan kebohongan di samping kebenaran, dan
dalam cakupan matematika sendiri, tidak ada cara yang mungkin untuk membedakan
satu dengan lainnya. Kita dapat membedakan keduanya hanya dengan pengalaman
atau dengan penalaran di luar matematika, yang diterapkan pada hubungan yang
mungkin antara solusi matematika dan korelasi fisiknya.13
Singkatnya,
solusi imajiner atau teoretis matematika tidak perlu mengandung konsekuensi
benar atau nyata. Menggunakan sifat yang hanya dimiliki matematika, Hawking
menghasilkan hipotesis yang tidak berkaitan dengan kenyataan. Namun apa alasan
yang mendorongnya melakukan ini? Hawking mengakui bahwa dia lebih menyukai
model alam semesta selain dari Dentuman Besar karena yang terakhir ini
“mengisyaratkan penciptaan ilahiah”, dan model-model seperti itu dirancang
untuk ditentang.14
Semua ini
menunjukkan bahwa model alternatif dari Dentuman Besar, seperti keadaan-stabil,
model alam semesta berosilasi, dan model alam semesta kuantum, kenyataannya
timbul dari prasangka filosofis materialis. Penemuan-penemuan ilmiah telah
menunjukkan realitas Dentuman Besar dan bahkan dapat menjelaskan “keberadaan
dari ketia-daan”. Dan ini merupakan bukti sangat kuat bahwa alam semesta
diciptakan oleh Allah, satu hal yang mentah-mentah ditolak materialis.
Sebuah
contoh penolakan Dentuman Besar bisa ditemukan dalam esai oleh John Maddox,
editor majalah Nature (majalah materialis), yang muncul pada tahun 1989. Dalam
“Down with the Big Bang”, Maddox menyatakan Dentuman Besar tidak dapat diterima
secara filosofis karena teori ini membantu teologis dengan menyediakan dukungan
kuat untuk gagasan-gagasan mereka. Penulis itu juga meramalkan bahwa Dentuman
Besar akan runtuh dan bahwa dukungan untuknya akan menghilang dalam satu
dekade.15 Maddox hanya bisa merasa semakin resah karena penemuan-penemuan
selama sepuluh tahun berikutnya memberikan bukti semakin kuat akan keberadaan
Dentuman Besar.
Sebagian
materialis bertindak dengan lebih menggunakan akal sehat mengenai hal ini.
Materialis Inggris, H.P. Lipson menerima kebenaran penciptaan, meskipun “tidak
dengan senang hati”, ketika dia berkata:
Jika materi
hidup bukan disebabkan oleh interaksi atom-atom, kekuatan alam, dan radiasi,
bagaimana dia muncul?.... Namun saya pikir, kita ha-rus... mengakui bahwa
satu-satunya penjelasan yang bisa diterima adalah penciptaan. Saya tahu bahwa
ini sangat dibenci para ahli fisika, demikian pula saya, namun kita tidak boleh
menolak apa yang tidak kita sukai jika bukti eksperimental mendukungnya.16
Sebagai
kesimpulan, kebenaran yang terungkap oleh ilmu alam adalah: Materi dan waktu
telah dimunculkan menjadi ada oleh pemilik kekuatan besar yang mandiri, oleh
Pencipta. Allah, Pemilik kekuatan, pengetahuan, dan kecerdasan mutlak, telah
menciptakan alam semesta tempat tinggal kita.
Tanda-Tanda Al Quran
Selain
menjelaskan alam semesta, model Dentuman Besar mempu-nyai implikasi penting lain.
Seperti yang ditunjukkan dalam kutipan dari Anthony Flew di atas, ilmu alam
telah membuktikan pandangan yang selama ini hanya didukung oleh sumber-sumber
agama.
Kebenaran
yang dipertahankan oleh sumber-sumber agama adalah realitas penciptaan dari ketiadaan.
Ini telah dinyatakan dalam kitab-kitab suci yang telah berfungsi sebagai
penunjuk jalan bagi manusia selama ribuan tahun. Dalam semua kitab suci seperti
Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan Al Quran, dinyatakan bahwa alam semesta
dan segala isinya diciptakan dari ketiadaan oleh Allah.
Dalam
satu-satunya kitab yang diturunkan Allah yang telah bertahan sepenuhnya utuh,
Al Quran, ada pernyataan tentang penciptaan alam semesta dari ketiadaan, di
samping bagaimana kemunculannya sesuai dengan ilmu pengetahuan abad ke-20,
meskipun diungkapkan 14 abad yang lalu.
Pertama,
penciptaan alam semesta dari ketiadaan diungkapkan dalam Al Quran sebagai
berikut:
“Dia
pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak
mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala
sesuatu.” (QS. Al An’aam, 6: 101) !
Aspek
penting lain yang diungkapkan dalam Al Quran empat belas abad sebelum penemuan
modern Dentuman Besar dan temuan-temuan yang berkaitan dengannya adalah bahwa
ketika diciptakan, alam semes-ta menempati volume yang sangat kecil:
“Dan
apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman?” (QS. Al Anbiyaa’, 21: 30) !
Terjemahan
ayat di atas mengandung pemilihan kata yang sangat penting dalam bahasa
aslinya, bahasa Arab. Kata ratk diterjemahkan sebagai “suatu yang padu” yang
berarti “bercampur, bersatu” dalam kamus bahasa Arab. Kata itu digunakan untuk
merujuk dua zat berbeda yang menjadi satu. Frasa “Kami pisahkan” diterjemahkan
dari kata kerja bahasa Arab, fatk yang mengandung makna bahwa sesuatu terjadi
de-ngan memisahkan atau menghancurkan struktur ratk. Tumbuhnya biji dari tanah
adalah salah satu tindakan yang meng-gunakan kata kerja ini.
Mari kita
tinjau lagi ayat tersebut dengan pengetahuan ini di benak kita. Dalam ayat itu,
langit dan bumi pada mulanya berstatus ratk. Me-reka dipisahkan (fatk) dengan
satu muncul dari yang lainnya. Mena-riknya, para ahli kosmologi berbicara
tentang “telur kosmik” yang me-ngandung semua materi di alam semesta sebelum
Dentuman Besar. De-ngan kata lain, semua langit dan bumi terkandung dalam telur
ini dalam kondisi ratk. Telur kosmik ini meledak dengan dahsyat menyebabkan
materinya menjadi fatk dan dalam proses itu terciptalah struktur keseluruhan
alam semesta.
Kebenaran
lain yang terungkap dalam Al Quran adalah pengem-bangan jagat raya yang
ditemukan pada akhir tahun 1920-an. Penemuan Hubble tentang pergeseran merah
dalam spektrum cahaya bintang diungkapkan dalam Al Quran sebagai berikut:
“Dan
langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesung-guhnya Kami
benar-benar meluaskannya.” (QS. Adz-Dzaariyat, 51: 47) !
Singkatnya,
temuan-temuan ilmu alam modern mendukung kebe-naran yang dinyatakan dalam Al
Quran dan bukan dogma materialis. Materialis boleh saja menyatakan bahwa semua
itu “kebetulan”, namun fakta yang jelas adalah bahwa alam semesta terjadi
sebagai hasil penciptaan dari pihak Allah dan satu-satunya pengetahuan yang
benar tentang asal mula alam semesta ditemukan dalam firman Allah yang
diturunkan kepada kita.
Picture
Text
Filsuf
Jerman, Immanuel Kant adalah orang pertama yang mengajukan pernyataan “alam
semesta tanpa batas” pada Zaman Baru. Tetapi penemuan ilmiah menggugurkan
pernyataan Kant.
Edwin
Hubble menemukan bahwa alam semesta mengembang. Pada akhirnya dia menemukan
bukti “Ledakan Besar”, peristiwa besar yang penemuannya memaksa ilmuwan
meninggalkan anggapan alam semesta tanpa batas dan abadi.
Pernyataan
Sir Arthur Eddington bahwa “pendapat tentang permulaan yang tiba-tiba dari
keteraturan alam sekarang ini bertentangan denganku,” adalah pengakuan bahwa
Ledakan Besar telah menimbulkan keresahan di kalangan materialis.
Radiasi
Latar Belakang Kosmik yang ditemukan oleh Penzias dan Wilson dianggap sebagai
bukti Ledakan Besar yang tak terbantahkan oleh dunia ilmiah.
Stephen
Hawking juga mencoba mengajukan penjelasan berbeda untuk Ledakan Besar selain
Penciptaan seperti yang dilakukan ilmuwan materialis lainnya dengan
mengandalkan kontradiksi dan konsep keliru.
BAB
2
Keseimbangan
dalam Ledakan
Energi
ledakan alam semesta mengimbangi gaya gravitasinya dengan ketepatan yang nyaris
tak dapat dipercaya. Dentuman Besar jelas bukanlah sembarang ledakan di masa
lalu, namun ledakan dengan kekuatan yang dirancang begitu indah.
Paul
Davies, Profesor Fisika Teoretis.17
Dalam bab
pertama, kita mempelajari penciptaan alam semesta dari ketiadaan sebagai hasil
ledakan dahsyat. Mari kita kaji implikasi dari kenyataan ini. Para ilmuwan
memperkirakan di seluruh alam semesta terdapat 300 miliar galaksi.
Galaksi-galaksi ini me-miliki beberapa bentuk berbeda (spiral, elips, dan
lain-lain) dan masing-masing memiliki bintang kira-kira sebanyak jumlah galaksi
di alam se-mesta. Salah satu bintang ini, Matahari, memiliki sembilan planet
utama yang mengitarinya dalam keserasian yang luar biasa. Seluruh manusia hidup
di planet ketiga dihitung dari matahari.
Perhatikan
sekitar Anda: Apakah yang Anda lihat tampak seperti sebaran materi yang
berserakan tidak karuan? Tentu saja tidak. Namun, bagaimana materi membentuk
galaksi-galaksi yang teratur seandainya materi itu tersebar secara acak?
Mengapa materi berkumpul di satu titik dan membentuk bintang? Bagaimana
keseimbangan yang begitu indah pada tata surya dapat muncul dari ledakan yang
dahsyat? Ini adalah per-tanyaan-pertanyaan penting dan menuntun kita pada
pertanyaan yang sesungguhnya yaitu bagaimana alam semesta tersusun setelah
Dentuman Besar.
Jika
Dentuman Besar benar-benar ledakan yang maha menghancur-kan, maka masuk akal
untuk memperkirakan bahwa materi akan tersebar ke segala penjuru secara acak.
Namun ternyata tidak demikian. Materi hasil Dentuman Besar tersusun menjadi
planet, bintang, galaksi, kluster, dan superkluster. Seolah-olah sebuah bom
meledak dalam lumbung dan menjadikan seluruh gandum terisikan ke dalam karung,
dan tersusun rapi di atas truk, siap untuk dikirimkan, bukannya tersebar
acak-acakan ke seluruh penjuru. Fred Hoyle, penentang setia teori Den-tuman
Besar, mengemukakan keterkejutannya sendiri akan keteraturan ini:
Teori
Dentuman Besar menyatakan alam semesta dimulai dengan ledakan tunggal. Namun
seperti terlihat pada bagian berikut, sebuah ledakan hanya akan membuat materi
terlontar secara acak, namun Dentuman Besar secara misterius memberikan hasil
berlawanan dengan materi terkumpul dalam bentuk galaksi-galaksi.18
Bahwa materi
yang dihasilkan Dentuman Besar membentuk susun-an yang begitu rapi dan teratur
memang suatu hal yang luar biasa. Terbe-ntuknya keserasian yang luar biasa
tersebut menuntun kita kepada kenyataan bahwa alam semesta merupakan ciptaan
sempurna Allah.
Pada bab
ini kita akan mengkaji dan merenungkan kesempurnaan luar biasa ini.
Kecepatan Ledakan
Orang yang
mendengar teori Dentuman Besar namun tidak memi-kirkan masalah ini dengan
saksama, tidak akan menyadari rencana yang luar biasa di balik ledakan tersebut.
Karena bagi kebanyakan orang, ledakan tidak mengimplikasikan keserasian,
rencana, atau keteraturan. Kenyataannya terdapat sejumlah aspek yang sangat
membingungkan pada keteraturan yang rumit dalam Dentuman Besar.
Salah satu
teka-teki berhubungan dengan percepatan yang ditimbul-kan oleh ledakan. Ketika
ledakan terjadi, materi pasti mulai bergerak dengan kecepatan luar biasa tinggi
ke segala arah. Namun ada hal lain yang harus diperhatikan dalam hal ini. Pasti
ada gaya tarik yang begitu besar di awal ledakan: gaya tarik yang cukup kuat
untuk mengumpulkan seluruh alam semesta pada satu titik.
Dua
kekuatan berbeda dan saling berlawanan bekerja di sini. Keku-atan dari ledakan,
melontar-kan materi ke luar dan men-jauh, serta kekuatan dari gaya tarik,
mencoba menahan kekuatan dari ledakan dan menarik semua materi untuk kembali
menyatu. Alam se-mesta terbentuk karena dua kekuatan ini dalam keseim-bangan.
Jika kekuatan gaya tarik lebih besar daripada kekuatan ledakan, alam se-mesta
hancur bertubrukan. Jika terjadi sebaliknya, materi akan berpencar ke segala
penjuru dan tidak mungkin menyatu kembali.
Lantas,
seberapa peka keseimbangan ini? Berapa banyak “selisih” yang mungkin ada di
antara dua kekuatan ini?
Ahli fisika
matematis, Paul Davies, Profesor dari Universitas Adelai-de di Australia,
melakukan perhitungan panjang terhadap keadaan yang harus ada pada saat
Dentuman Besar terjadi dan meng-hasilkan angka yang hanya dapat digambarkan
sebagai mencengang-kan. Menurut Davies, jika laju pengembangan hanya berbeda lebih
dari 10-18 detik saja (satu detik dibagi satu miliar kemudian dibagi satu
miliar lagi), alam semesta tidak akan terbentuk. Davies menjelaskan
kesimpulannya:
Pengukuran
yang teliti menempatkan laju pengembangan sangat dekat pada nilai kritis
sehingga alam semesta dapat bebas dari gaya gravitasi dirinya dan mengembang
selamanya. Sedikit lebih lambat maka alam semesta akan hancur bertubrukan,
sedikit lebih cepat maka materi kosmik sudah menyebar secara acak sejak dulu.
Sangat menarik untuk menanya-kan dengan pasti seberapa rumit laju pengembangan
ini telah disesuaikan dengan tepat untuk berada pada batas tipis dua kehancuran
dahsyat. Jika pada waktu I S (pada saat pola waktu pengembangan telah
terbentuk) laju pengembangan berbeda lebih dari 10-18 detik dari semestinya,
maka sudah cukup untuk memorak-porandakan keseimbangan yang rumit tersebut.
Energi ledakan alam semesta mengimbangi gaya gravitasinya dengan ketepatan yang
nyaris tak dapat dipercaya. Dentuman Besar jelas bukanlah sembarang ledakan di
masa lalu, namun ledakan dengan kekuatan yang dirancang begitu indah.19
Bilim ve
Teknik (majalah ilmiah Turki) mengutip sebuah artikel yang muncul dalam majalah
Science. Dalam artikel tersebut, keseimbangan fenomenal yang dicapai dalam fase
awal alam semesta dinyatakan:
Jika
kekerapan alam semesta hanya sedikit lebih tinggi, dalam hal ini, menurut teori
relativitas Einstein, alam semesta tidak akan mengembang akibat gaya-gaya tarik
partikel-partikel atom, namun mengerut, dan pada akhirnya lenyap pada satu
titik. Jika kekerapan awal sedikit lebih kecil, maka alam semesta akan dengan
cepat mengembang, namun dalam hal ini, partikel-partikel atom tidak akan
tertarik satu sama lain dan tidak ada bintang dan tidak ada galaksi akan pernah
terbentuk. Akibatnya, manusia tidak akan pernah muncul! Menurut perhitungan,
perbedaan antara kera-patan awal alam semesta yang sesungguhnya dan kerapatan
kritisnya, yang tidak mungkin terjadi, adalah kurang dari 10-17. Ini sama saja
dengan memberdirikan pensil pada ujung tajamnya bahkan selama miliaran tahun…
lebih jauh, ketika alam semesta mengembang, keseimbangan ini menjadi lebih
rumit.20
Bahkan
Stephen Hawking, yang berusaha keras menjelaskan pencip-taan alam semesta
sebagai rangkaian kebetulan dalam A Brief History of Time, mengakui
keseimbangan luar biasa dalam laju pengembangan:
Jika laju
pengembangan satu detik setelah Dentuman Besar lebih kecil bahkan dari satu
bagian per seratus ribu juta juta, alam semesta akan hancur sebelum pernah
mencapai ukurannya sekarang.21
Lalu, apa
yang diindikasikan keseimbangan yang begitu luar biasa ini? Satu-satunya
jawaban rasional untuk pertanyaan itu adalah bahwa keseimbangan itu merupakan
bukti rancangan sadar dan tidak mungkin ketidaksengajaan. Dr. Davies mengakui
sendiri hal ini, meskipun kecen-derungannya tetap mengarah pada materialisme:
Sulit untuk
menolak bahwa struktur alam semesta sekarang ini, yang tam-pak begitu sensitif
terhadap perubahan kecil dalam angka, telah dipikirkan dengan saksama....
nilai-nilai numerik ajaib yang disuguhkan alam untuk konstanta-konstanta
dasarnya tetap merupakan bukti yang paling kuat bagi unsur rancangan kosmik.22
Empat Gaya
Kecepatan
Dentuman Besar merupakan salah satu keadaan keseim-bangan yang luar biasa pada
momen awal penciptaan. Segera setelah Dentuman Besar, gaya-gaya yang menopang
dan mengatur alam seme-sta tempat kita tinggal harus “tepat benar” secara
numerik, karena kalau tidak, alam semesta tidak akan terbentuk.
Ada “empat
gaya dasar” yang dikenali fisika modern. Semua struk-tur dan gerakan dalam alam
semesta diatur dengan keempat gaya ini, yang dikenal sebagai gaya gravitasi,
gaya elektromagnetik, gaya nuklir kuat, dan gaya nuklir lemah. Gaya nuklir kuat
dan lemah bekerja hanya pada skala atom. Kedua gaya lainnya—gaya gravitasi dan
gaya elektro-magnetik—mengatur kumpulan atom, dengan kata lain “materi”.
Keem-pat gaya dasar ini langsung bekerja setelah Dentuman Besar terjadi dan
menghasilkan pembentukan atom-atom dan materi.
Perbandingan
keempat gaya yang menunjukkan nilai-nilai mereka saling berbeda. Di bawah ini
keempat gaya tersebut dinyatakan dalam satuan standar internasional:
Gaya nuklir
kuat : 15
Gaya nuklir
lemah : 7,03 x 10-3
Gaya
elektromagnetik : 3,05 x 10-12
Gaya
gravitasi : 5.90 x 10-39
Perhatikan
betapa besar perbedaan kekuatan keempat gaya dasar ini. Selisih antara yang
terkuat (gaya nuklir kuat) dan yang terlemah (gaya gravitasi) adalah sekitar 25
diikuti dengan 38 nol! Mengapa bisa demi-kian?
Ahli
biologi molekuler, Michael Denton menanggapi pertanyaan ini dalam bukunya,
Nature's Density:
Jika,
misalnya, gaya gravitasi satu triliun kali lebih kuat, maka alam semesta akan
jauh lebih kecil dan sejarah hidupnya jauh lebih pendek. Sebuah bintang
rata-rata akan mempunyai massa satu triliun lebih kecil dari matahari dan masa
hidup sekitar satu tahun. Di lain pihak, jika gravitasi kurang kuat, tidak ada
bintang atau galaksi yang akan pernah terbentuk. Hubungan dan nilai-nilai lain
tidak kurang kritisnya. Jika gaya nuklir kuat sedikit lebih lemah saja,
satu-satunya unsur yang akan stabil hanya hidrogen. Tidak ada atom lain yang
bisa terbentuk. Jika gaya nuklir kuat tersebut sedikit lebih kuat dalam
kaitannya dengan elektromagnetisme, maka inti atom yang terdiri dari dua proton
menjadi yang paling stabil di alam semesta, yang berarti tidak akan ada
hidrogen, dan jika ada bintang atau galaksi yang terbentuk, mereka akan sangat
berbeda dari bentuknya sekarang. Jelas sekali, jika semua gaya dan konstanta
ini tidak mempunyai nilai tepat demikian, tidak akan ada bintang, supernova,
planet-planet, atom, dan kehidupan.23
Paul Davies
berkomentar tentang bagaimana hukum-hukum fisika menyediakan kondisi ideal
untuk kehidupan manusia:
Kalau saja
alam memilih serangkaian angka yang sedikit berbeda, dunia akan menjadi tempat
yang sangat berbeda. Barangkali kita tidak akan ada untuk melihatnya…. Penemuan
baru tentang kosmos primitif mewajibkan kita me-nerima bahwa alam semesta yang
mengembang telah diatur dalam geraknya dengan suatu ketelitian yang menakjubkan.
24
Arno
Penzias, yang pertama mendeteksi radiasi latar belakang kosmik bersama Robert
Wilson, (keduanya menerima hadiah Nobel tahun 1965 untuk penemuan ini),
mengomentari rancangan indah alam semesta:
Astronomi
mengarahkan kita pada sebuah peristiwa unik, alam semesta yang diciptakan dari
ketiadaan, alam semesta dengan keseimbangan sangat rumit yang diperlukan untuk
menyediakan kondisi tepat bagi kehidupan, dan alam semesta yang mempunyai
rencana dasar (bisa dikatakan “super-nasional”).25
Ilmuwan-ilmuwan
yang baru saja dikutip telah menarik kesimpulan penting dari pengamatan mereka.
Mengkaji dan memikirkan keseimbangan luar biasa dan keteraturan yang indah
dalam ran-cangan alam semesta tak pelak lagi mengarahkan seseorang pada
kebenaran: Di alam semesta, ada rancangan unggul dan keselarasan sempurna.
Tidak diragukan lagi, Pembuat rancangan dan keselarasan ini adalah Allah, yang
telah mencipta-kan segalanya tanpa cacat. Dalam salah satu ayat-Nya, Allah
menarik perhatian kita pada keteraturan penciptaan alam semesta, yang
direnca-nakan, dan diperhi-tungkan dalam setiap detail:
“Yang
kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi dan Dia tidak mempunyai anak dan
tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya) dan Dia telah menciptakan
segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS.
Al Furqan, 25: 2) !
Matematika Probabilitas
Meruntuhkan Teori “Kebetulan”
Penjelasan
sejauh ini menunjukkan keseimbangan luar biasa antara gaya-gaya yang
memungkinkan manusia hidup di alam semesta ini. Ke-cepatan ledakan Dentuman
Besar, nilai gaya-gaya dasar, dan semua variabel lain yang akan kita bahas
dalam bab-bab selanjutnya, yang kesemuanya vital untuk keberadaan alam semesta,
telah diatur dengan ketepatan luar biasa.
Mari kita
menyimpang sebentar dari pokok bahasan dan mem-pertimbangkan teori kebetulan
materialisme. Kebetulan adalah sebuah istilah matematika dan peluang terjadinya
sebuah peristiwa dapat dihitung menggunakan matematika probabilitas. Mari kita
lakukan.
Dengan
mempertimbangkan variabel-variabel fisik, bagaimana peluang alam semesta yang
memberi kita kehidupan terbentuk secara kebetulan? Satu dalam miliar miliar?
Atau triliun triliun triliun? Atau lebih?
Roger
Penrose, seorang ahli matematika Inggris terkenal dan teman dekat Stephen
Hawking, memikirkan pertanyaan ini dan mencoba mem-perhitungkan kemungkinannya.
Dengan memasukkan semua variabel yang dianggapnya perlu bagi manusia untuk
muncul dan hidup di planet bumi, dia menghitung probabilitas untuk lingkungan
ini muncul di antara semua hasil yang mungkin dari Dentuman Besar.
Menurut
Penrose, peluang untuk kejadian seperti itu adalah 1 banding 1010123 .
Membayangkan
arti angka itu saja sudah sulit. Dalam matematika, nilai 10123 berarti 1
diikuti dengan 123 nol (angka ini jauh lebih besar dari jumlah total atom yang
diyakini ada di seluruh alam semesta, 1078). Namun jawaban Penrose jauh lebih
besar lagi: yaitu 1 diikuti 10123 angka nol.
Atau
pikirkan ini: 103 berarti 1.000, seribu. 10103 adalah angka 1 yang diikuti
1.000 nol. Jika ada enam nol, disebut satu juta; jika sembilan, satu miliar;
jika dua belas, satu triliun dan seterusnya. Bahkan tidak ada nama untuk angka
1 diikuti 10123 nol.
Untuk
praktisnya, dalam matematika, probabilitas 1 dalam 1050 berarti “probabilitas
nol”. Angka Penrose lebih besar daripada triliun triliun triliun kali angka
tersebut. Dengan kata lain, angka Penrose menyatakan bahwa pembentukan alam
semesta kita merupakan “kebe-tulan” atau “ketidaksengajaan” adalah tidak
mungkin.
Mengenai
angka yang membingungkan ini, Roger Penrose berko-mentar:
Angka ini
menunjukkan betapa tepatnya maksud Pencipta, yaitu ketelitian satu dalam
1010123. Angka ini sangat luar biasa. Orang bahkan tidak mungkin menuliskan
angka itu dalam bentuk penuhnya: yang berarti satu diikuti 10123 nol. Bahkan
jika kita menuliskan sebuah nol pada setiap proton dan setiap neutron di
seluruh jagat raya—dan kita bisa menggunakan partikel-partikel lain
selebihnya—kita tetap saja kekurangan tempat untuk menuliskan semua nol yang
diperlukan. 26
Angka-angka
yang menentukan rancangan dan rencana keseim-bangan alam semesta memainkan
peranan penting dan melampaui pemahaman manusia. Mereka membuktikan bahwa alam
semesta bukan hasil peristiwa kebetulan, dan menunjukkan “betapa tepatnya
maksud Pencipta” seperti yang dinyatakan Penrose.
Bahkan,
untuk menyadari bahwa alam semesta bukan “hasil peristiwa kebetulan”, seseorang
tidak benar-benar membutuhkan per-hitungan ini sama sekali. Hanya dengan
melihat sekelilingnya, manusia dapat dengan mudah menang-kap fakta penciptaan
bahkan dalam suatu detail terkecil. Bagaimana mungkin alam semesta seperti ini,
sempurna dalam sistemnya, matahari, bumi, manusia, ru-mah, mobil, pohon, bunga,
se-rangga, dan segala hal lain di dalamnya, dapat terbentuk ka-rena atom-atom secara
kebetul-an bertemu setelah sebuah ledakan? Setiap detail yang kita lihat
menunjukkan bukti keber-adaan Allah dan kekuatan Ma-habesar-Nya. Hanya orang
yang merenungkannya yang dapat melihat tanda-tanda tersebut.
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, bahtera
yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat)
tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al
Baqarah, 2:164) !
Melihat Kebenaran Nyata
Sains abad
ke-20 telah menunjukkan bukti mutlak bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah.
Prinsip antropi yang telah disebutkan sebelumnya mengungkapkan bahwa setiap
detail alam semesta telah dirancang bagi manusia untuk hidup di dalamnya dan
bahwa tidak mungkin itu terjadi secara kebetulan.
Yang
menarik adalah bahwa orang-orang yang menemukan semua ini dan sampai pada
kesimpulan bahwa alam semesta tidak mungkin terbentuk tanpa sengaja adalah
orang-orang yang sama dengan yang mempertahankan filsafat materialisme. Ilmuwan
seperti Paul Davies, Arno Penzias, Fred Hoyle, dan Roger Penrose bukanlah
orang-orang yang taat beragama dan mereka tentu saja tidak bertujuan
membuktikan keberadaan Allah ketika mereka melakukan pekerjaan mereka. Orang
dapat membayangkan bahwa mereka mencapai kesimpulan tentang rancangan alam
semesta karena kehendak Mahakuasa yang tidak mereka sadari.
Ahli
astronomi Amerika, George Greenstein, mengakui ini dalam bukunya The Symbiotic
Universe:
Bagaimana
ini bisa terjadi (bahwa hukum-hukum fisika menyesuaikan diri dengan
kehidupan)?... Setelah kami meninjau semua bukti, suatu pemikiran berkeras
muncul bahwa suatu kekuatan supranatural—atau tepatnya, Keku-atan—pasti
terlibat. Mungkinkah bahwa tiba-tiba, tanpa diniatkan, kami mendapatkan bukti
ilmiah akan kehadiran Zat Mahaagung? Apakah itu Tuhan yang turun tangan dan
berkenan menciptakan kosmos untuk keun-tungan kita?27
Sebagai
seorang ateis, Greenstein mengabaikan kebenaran nyata; wa-laupun dia tidak bisa
mencegah dirinya bertanya-tanya. Di lain pihak, ilmuwan lain yang tidak begitu
berprasangka, langsung mengakui bahwa alam semesta pasti telah dirancang khusus
untuk umat manusia agar hidup di dalamnya. Ahli astrofisika Amerika, Hugh Ross
mengakhiri artikelnya “Design and the Anthropic Principle” dengan kata-kata ini:
Pencipta
yang transenden dan cerdas pasti telah menciptakan alam semesta. Pencipta yang
transenden dan cerdas pasti telah merancang alam semesta. Pencipta yang
transenden dan cerdas pasti telah merancang planet bumi. Pencipta yang
transenden dan cerdas pasti telah merancang kehidupan.28
Jadi, ilmu
pengetahuan membuktikan penciptaan. Tentu saja ada Allah dan Dia menciptakan
segalanya di sekeliling kita, terlihat maupun tidak. Dia adalah Pencipta
tunggal keseimbangan yang luar biasa men-cengangkan dan rancangan langit dan
bumi.
Telah
sampai pada satu waktu bahwa sekarang materialisme tak lebih dari sistem
kepercayaan takhyul, tidak ilmiah. Ahli genetik Amerika Robert Griffiths dengan
bercanda menyatakan “Jika kita me-merlukan seorang ateis untuk berdebat, saya
akan pergi ke jurusan filsafat. Jurusan fisika tidak berguna sedikit pun.” 29
Sebagai
ringkasan: Setiap hukum fisika dan setiap konstanta fisik dalam alam semesta
telah secara spesifik dirancang untuk memungkin-kan manusia ada dan hidup.
Dalam bukunya The Cosmic Blueprint, Davies menyatakan kebenaran ini di paragraf
terakhir, “Kesan adanya Rancang-an sangat mendalam.”30
Tak
diragukan lagi, rancangan alam semesta adalah bukti perwujud-an kekuatan Allah.
Keseimbangan tepat dan semua manusia dan makhluk lainnya adalah bukti kekuatan
agung Allah dan penciptaan. Hasil yang ditemukan oleh ilmu modern hanyalah
pengerjaan ulang dari kebenaran yang telah diungkapkan empat belas abad lalu
dalam Al Quran:
“Sesungguhnya
Tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
lalu Dia bersemayam di atas 'Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya
dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha-suci Allah Tuhan semesta alam.” (QS. Al
A’raaf, 7:54) !
Picture
Text
Paul
Davies: "Bukti ini cukup kuat untuk mengakui keberadaan suatu desain
kosmik yang sadar"
“Dan
langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar meluaskannya.” (QS. Adz-Dzaariyaat, 51: 47)
Ahli
biologi molekuler, Michael Denton, membahas topik penting dalam bukunya,
Nature's Destiny: How the Laws of Biology Reveal Purpose in the Universe.
Menurut Denton alam semesta diciptakan dan dirancang khusus untuk memungkinkan
kehidupan manusia.
PROBABILITAS
TERJADINYA ALAM SEMESTA YANG
MEMUNGKINKAN
KEHIDUPAN TERBENTUK
Perhitungan
ahli matematika Inggris, Roger Penrose, menunjukkan bahwa probabilitas bagi
terbentuknya alam semesta yang kondusif untuk kehidupan secara kebetulan adalah
1 dalam 1010123. Frase “sangat mustahil” tidak cukup untuk menggambarkan
peluang ini.
101000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
Roger
Penrose: Angka ini menunjukkan betapa tepatnya maksud Pencipta.
BAB
3
Irama
Atom
Jika
pemikiran paling cemerlang di dunia hanya dapat dengan susah payah menguraikan
kerja alam yang misterius, bagaimana mungkin kerja alam itu hanya merupakan
suatu kebetulan tanpa pemikiran, atau sebuah produk peristiwa acak?
Paul
Davies, profesor Fisika Teoretis 31
Ilmuwan
sepenuhnya sepakat bahwa, berdasarkan perhitungan, Dentuman Besar terjadi
sekitar 17 ribu miliar yang lalu. Semua mate-ri yang membentuk alam semesta
diciptakan dari ketiadaan, namun dengan rancangan luar biasa, seperti yang kita
bicarakan pada dua bab pertama. Akan tetapi, alam semesta yang muncul dari
Dentuman Besar bisa saja berbeda dengan alam semesta yang sudah terbentuk alam
semesta kita.
Misalnya,
andaikan nilai keempat gaya dasar berbeda, alam semesta akan hanya terdiri dari
radiasi dan menjadi jaringan cahaya tanpa bin-tang, galaksi, manusia, atau
lain-lainnya. Berkat keseimbangan sempurna ke-empat gaya tersebut, “atom-atom” bahan
pembangun untuk apa yang disebut “materi” terbentuk.
Para
ilmuwan juga bersepakat bahwa dua unsur pertama yang paling sederhana—hidrogen
dan helium—mulai terbentuk dalam empat belas detik pertama setelah Dentuman
Besar. Kedua unsur itu terbentuk seba-gai hasil reduksi/pengurangan dalam
entropi alam semesta yang menye-babkan materi tersebar ke mana-mana. Dengan
kata lain, pada awalnya alam semesta hanya sebuah kumpulan atom hidrogen dan
helium. Jika tetap seperti itu, lagi-lagi tidak akan ada bintang, planet, batu,
tanah, pohon, atau manusia. Alam semesta akan menjadi jagat raya tanpa
kehidupan, yang terdiri hanya dari kedua unsur itu.
Karbon,
unsur dasar kehidupan, adalah unsur yang jauh lebih berat daripada hidrogen dan
helium. Bagaimana unsur tersebut terbentuk?
Ketika
mencari jawaban untuk pertanyaan itu, para ilmuwan ter-sandung pada sebuah
penemuan paling mengejutkan di abad ini.
Struktur Unsur-Unsur
Kimia
adalah ilmu alam yang mempelajari senyawa, struktur, dan sifat-sifat zat dan
perubahan yang mereka alami. Dasar kimia modern adalah tabel periodik unsur.
Pertama kali diperkenalkan oleh ahli kimia Rusia, Dmitry Ivanovich Mendeleyev,
unsur-unsur dalam tabel periodik disusun menurut struktur atom mereka. Hidrogen
menempati posisi pertama dalam tabel karena hidrogen adalah unsur paling
sederhana, yang terdiri dari hanya satu proton dalam nukleus/intinya dan satu
elek-tron yang mengitarinya.
Proton
adalah partikel subatomik yang membawa muatan listrik po-sitif dalam nukleus
atom. Helium, dengan dua proton, menempati posisi kedua dalam tabel periodik.
Karbon mempunyai enam proton dan oksi-gen mempunyai delapan proton. Semua unsur
mengandung jumlah pro-ton berbeda-beda.
Partikel
lain yang terdapat di dalam inti atom adalah neutron. Tidak seperti proton,
neutron tidak membawa muatan listrik: dengan kata lain mereka bermuatan netral,
sehingga diberi nama neutron.
Partikel
dasar ketiga yang membangun atom adalah elektron, yang bermuatan negatif. Dalam
setiap atom, jumlah proton sama dengan jumlah elektron. Namun, tidak seperti
proton dan neutron, elektron tidak berlokasi dalam nukleus. Alih-alih, mereka
bergerak mengelilingi nukle-us dengan kecepatan tinggi sehingga muatan positif
dan negatif atom tetap terpisah.
Perbedaan
dalam struktur atom (jumlah proton/elektron) adalah yang membuat unsur-unsur
berbeda satu sama lain.
Aturan
penting dalam kimia (klasik) adalah bahwa unsur-unsur tidak bisa berubah
menjadi unsur lain. Mengubah besi (dengan 26 proton) menjadi perak (18 proton)
akan mengharuskan penyingkiran delapan proton dari nukleus. Namun proton
terikat jadi satu oleh gaya inti/nuklir yang kuat dan jumlah proton dalam
nukleus hanya bisa diubah dengan reaksi nuklir. Tetapi reaksi yang terjadi pada
kondisi bumi adalah reaksi kimia yang hanya bergantung pada pertukaran elektron
dan tidak mempengaruhi nukleus.
Pada Abad
Pertengahan muncul “sains” yang disebut alkimia (alche-my)—cikal bakal kimia
modern. Ahli alkimia, yang tidak mengetahui tabel periodik atau struktur atom
unsur-unsur, mengira bahwa mengu-bah satu unsur menjadi unsur lain bisa saja
dilakukan. (Tujuan yang pa-ling disukai, untuk alasan yang jelas, adalah
mencoba mengubah besi menjadi emas.) Kita tahu sekarang bahwa yang dilakukan
para ahli alki-mia tidak mungkin tercapai di bawah kondisi normal seperti
kondisi di bumi: Suhu dan tekanan yang diperlukan agar perubahan seperti itu
terja-di terlalu besar untuk dicapai di laboratorium bumi. Namun perubahan itu
mungkin jika Anda punya tempat yang tepat untuk melakukannya.
Dan tempat
yang tepat, ternyata, di jantung bintang-bintang.
Laboratorium Alkimia di Alam Semesta:
Raksasa Merah
Suhu yang
diperlukan untuk melawan keengganan inti atom ber-ubah adalah mendekati 10 juta
derajat Celsius. Inilah yang menyebabkan alkimia hanya mungkin terjadi di
bintang. Dalam bintang berukuran sedang seperti Matahari, energi luar biasa
banyaknya yang dipancarkan berasal dari hidrogen yang bergabung menjadi helium.
Dengan
mengingat ulasan singkat ilmu kimia unsur ini, mari kita kaji kembali efek yang
terjadi sesaat setelah Dentuman Besar. Telah disebut-kan bahwa hanya atom
hidrogen dan helium yang ada di alam semesta setelah Dentuman Besar. Para ahli
astronomi percaya bahwa bintang seje-nis matahari terbentuk dari nebula (awan
kosmis) yang terdiri dari hidro-gen dan helium yang dimampatkan sampai reaksi
termonuklir hidrogen-menjadi-helium terjadi. Jadi, sekarang kita memiliki
bintang-bintang. Namun alam semesta masih tanpa kehidupan. Untuk kehidupan,
unsur yang lebih berat—khususnya, oksigen dan karbon—diperlukan. Diper-lukan
proses lain untuk mengubah hidrogen dan helium menjadi unsur lain lagi.
“Pabrik
pengolahan” unsur-unsur berat ini ternyata adalah raksasa-raksasa merah jenis
bintang yang lima puluh kali lebih besar daripada matahari.
Raksasa
merah jauh lebih panas daripada bintang jenis matahari dan sifat ini menjadikan
mereka berkemampuan melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan bintang lain:
mengubah helium menjadi karbon. Bahkan, ini juga tidak mudah bagi raksasa
merah. Seperti diungkapkan oleh ahli astronomi Greenstein: “Bahkan sekarang,
setelah jawaban (se-perti untuk pertanyaan bagaimana mereka melakukannya) diketahui,
metode yang diperlukan begitu mencengangkan.”32
Nomor atom
helium adalah 2: yaitu memiliki dua proton dalam inti-nya. Nomor atom karbon
adalah 6. Dalam suhu yang begitu tinggi pada raksasa merah, tiga atom helium
bergabung menjadi atom karbon. Inilah “alkimia” yang menyediakan unsur lebih
berat bagi alam semesta setelah Dentuman Besar.
Namun
seperti kami sebutkan, ini tidaklah mudah. Hampir tidak mungkin untuk menggabungkan
dua atom helium, dan sangat tidak mungkin menggabungkan tiga atom. Lantas,
bagaimana enam proton yang diperlukan karbon dapat bergabung?
Ini adalah
proses dua langkah. Pertama, dua atom helium berfusi menjadi unsur antara yang
memiliki empat proton dan empat neutron. Selanjutnya, helium ketiga berfusi
dengan unsur antara ini untuk mem-bentuk karbon dengan enam proton dan enam
neutron.
Unsur
antara tersebut adalah berilium. Berilium biasa ditemukan di bumi, namun
berilium yang ada di raksasa merah berbeda dalam hal yang sangat penting:
terdiri dari empat proton dan empat neutron, sementara berilium di bumi
memiliki lima neutron. “Berilium raksasa-merah” merupakan jenis yang berbeda.
Inilah yang disebut “isotop” dalam ilmu kimia.
Sekarang
muncullah kejutan sesungguhnya. Isotop tersebut rupa-nya sama sekali tidak
stabil. Para ilmuwan telah meneliti isotop ini bertahun-tahun dan mendapati
bahwa setelah terbentuk, isotop ini akan meluruh dalam waktu 0,000000000000001
(satu per-juta-miliar) detik.
Bagaimana
isotop berilium yang begitu tidak stabil, yang terbentuk dan meluruh dalam
waktu sangat singkat, mampu bergabung dengan helium menjadi atom karbon? Ini
seperti meletakkan batu bata ketiga di atas dua lainnya yang akan berpencar
dalam waktu satu per-juta-miliar detik jika mereka sempat saling bertumpuk
dalam susunan tertentu. Bagaimana proses ini berlangsung di raksasa merah? Para
ahli fisika telah berusaha memecahkan teka-teki ini selama beberapa dekade
tanpa jawab-an. Ahli astrofisika Amerika, Edwin Salpeter, akhirnya menemu-kan
petunjuk untuk misteri ini dalam konsep “resonansi atomik”.
Resonansi dan Resonansi Ganda
Resonansi
didefinisikan sebagai frekuensi (getaran) selaras dari dua materi yang berbeda.
Contoh
sederhana dari pengalaman sehari-hari akan menjelaskan apa yang disebut para
ahli fisika sebagai “resonansi atomik”. Bayangkan, Anda bermain ayunan bersama
anak Anda di taman bermain. Si kecil duduk di atas ayunan dan Anda mendorongnya
untuk memulai ayunan. Untuk menjaga ayunan terus mengayun, Anda harus
mendorongnya dari belakang. Namun, waktu memberikan dorongan ini sangat
penting. Se-tiap kali ayunan mendekat, Anda harus memberikan dorongan tepat
pada waktunya: ketika ayunan berada pada titik tertinggi dari gerakan-nya
menuju Anda. Jika Anda mendorong terlalu awal, hasilnya adalah tabrakan yang
mengganggu irama ayunan; jika Anda terlambat mendo-rong, usaha tersebut akan
sia-sia karena ayunan telah bergerak menjauh. Dengan kata lain, frekuensi
dorongan harus selaras dengan frekuensi ayunan menuju Anda.
Para ahli
fisika menyebut “keselarasan frekuensi” seperti itu sebagai “resonansi”. Ayunan
memiliki frekuensi: misalnya mendekati Anda setiap 1,7 detik. Anda mendorong
ayunan setiap 1,7 detik juga. Tentu saja jika Anda menghendaki, Anda dapat
mengubah frekuensi gerakan ayunan, namun jika demikian, Anda harus mengubah frekuensi
dorongan juga, jika tidak, ayunan tidak akan berayun dengan nyaman.33
Seperti
halnya dua benda atau lebih yang bergerak dapat beresonan-si, resonansi juga
dapat terjadi ketika satu benda bergerak menyebabkan gerakan pada benda lain.
Resonansi jenis ini sering terlihat pada alat musik dan disebut “resonansi
akustik”. Ini dapat terjadi, misalnya, di antara dua biola yang telah disetel
selaras. Jika salah satu dari biola ini dimainkan di dalam satu ruangan dengan
biola yang lain, senar biola kedua akan bergetar walaupun tidak ada seorang pun
yang menyen-tuhnya. Karena kedua alat musik telah disesuaikan dengan teliti
sampai pada frekuensi yang sama, getaran pada satu biola menyebabkan getaran
pada biola yang lain. 34
Resonansi
dalam kedua contoh di atas adalah bentuk resonansi yang sederhana dan mudah
untuk dipahami. Ada bentuk resonansi lain dalam ilmu fisika yang tidak
sederhana, dan dalam kasus inti atom, resonansi dapat begitu rumit dan peka.
Setiap inti
atom memiliki tingkat energi alamiah yang telah berhasil diketahui setelah
penelitian panjang para ahli fisika. Tingkat energi ini sangat berbeda antara
satu atom dan atom yang lain, namun dalam beberapa kejadian yang sangat jarang
dapat di-amati adanya resonansi di antara bebe-rapa inti atom. Ketika resonansi
tersebut terjadi, gerakan inti atom saling selaras seperti halnya pada contoh
ayunan dan biola. Hal yang penting dari kejadian ini adalah resonansi mendorong
reaksi nuklir yang mempengaruhi inti atom. 35
Ketika
menyelidiki bagaimana kar-bon dibuat oleh raksasa merah, Edwin Salpeter
menyarankan adanya resonansi antara inti atom helium dan berilium yang
mendorong reaksi tersebut. Reso-nansi ini, menurutnya, membuat atom-atom helium
lebih mudah berfusi menja-di berilium, dan ini menyebabkan reaksi di raksasa
merah. Namun, penelitian se-lanjutnya gagal untuk mendukung gagasan ini.
Fred Hoyle
adalah ahli astronomi kedua yang menjawab pertanyaan ini. Hoyle mengembangkan
gagasan Salpeter lebih lanjut, dengan memper-kenalkan gagasan “resonansi
ganda”. Hoyle menyebutkan harus terdapat dua resonansi: satu yang menyebabkan
dua helium berfusi menjadi berilium, dan satu lagi menyebabkan helium ketiga
bergabung dengan formasi yang tidak stabil ini. Tak seorang pun percaya kepada
Hoyle. Gagasan resonansi selaras yang terjadi sekali saja sudah sulit untuk
diterima; apalagi resonansi tersebut terjadi dua kali, sama sekali tidak
terpikirkan. Hoyle menekuni penelitiannya selama ber-tahun-tahun, dan pada
akhirnya dia membuktikan bahwa gagasannya benar: Sungguh-sungguh terjadi
resonansi ganda pada raksasa merah. Tepat pada saat dua atom helium beresonansi
untuk bergabung, atom berilium muncul dalam satu per-juta-miliar detik yang
diperlukan untuk menghasilkan karbon. George Greenstein menjelaskan mengapa
resonansi ganda meru-pakan mekanisme yang luar biasa:
Terdapat
tiga struktur yang sama sekali terpisah dalam cerita ini—helium, berilium dan
karbon—dan dua resonansi yang sama sekali terpisah. Sulit untuk melihat mengapa
inti-inti atom ini harus bekerja sama dengan mu-lus... Reaktor nuklir lain
tidak berlangsung dengan serangkaian kebetulan yang luar biasa... Ini seperti
menemukan resonansi yang dalam dan rumit antara mobil, sepeda, dan truk.
Mengapa struktur yang sama sekali berbeda dapat bersatu dengan begitu sempurna?
Keberadaan kita, dan seluruh ben-tuk kehidupan di alam semesta, bergantung pada
proses ini. 36
Pada
tahun-tahun berikutnya, ditemukan bahwa unsur lain seperti oksigen juga
terbentuk dari resonansi yang begitu mengagumkan. Temu-an penganut materialis
tulen Fred Hoyle atas “transaksi luar biasa” ini memaksanya untuk mengakui
dalam bukunya Galaxies, Nuclei and Quasar, bahwa resonansi ganda seperti itu
pastilah hasil rancangan dan bukan kebetulan.37 Dalam makalah lain, dia
menulis:
Jika Anda
ingin menghasilkan karbon dan oksigen dalam jumlah yang hampir sama dengan cara
sintesis-inti bintang, ini adalah dua tingkat yang harus Anda tetapkan, dan
penetapan Anda harus tepat pada tingkat di mana tingkat ini ditemukan....
Penafsiran yang masuk akal atas fakta ini menyarankan bahwa kecerdasan super
telah mempermalukan para ahli fisi-ka, juga ahli kimia dan biologi, dan bahwa
tidak ada kekuatan buta yang layak disebutkan di alam. Angka yang dihitung dari
fakta itu begitu menyesakkan saya sehingga hampir tidak mungkin mengeluarkan
kesimpulan ini. 38
Hoyle
menyatakan bahwa kesimpulan yang tak terpungkiri dari kebenaran nyata ini
jangan sampai diabaikan oleh ilmuwan lain.
Saya tidak
percaya ilmuwan yang mempelajari kenyataan ini akan gagal menarik kesimpulan
bahwa hukum fisika nuklir telah dirancang dengan sengaja dengan memperhatikan
konsekuensi-konsekuensi yang mereka hasilkan di dalam bintang.39
Kebenaran
nyata ini telah disebutkan dalam Al Quran 1400 tahun yang lalu. Allah
menunjukkan keserasian dalam penciptaan langit dalam ayat:
“Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan langit bertingkat-tingkat?” (QS.
Nuh, 71: 15) !
Laboratorium Alkimia yang Lebih Kecil: Matahari
Perubahan
helium menjadi karbon yang telah dijelaskan merupakan alkimia raksasa merah. Di
dalam bintang yang lebih kecil seperti matahari kita, bentuk alkimia yang lebih
sederhana terjadi. Matahari mengubah hidrogen menjadi helium dan reaksi ini
merupakan sumber energinya.
Reaksi ini
tidak kurang penting bagi keberadaan kita dibandingkan dengan reaksi di raksasa
merah. Lebih lanjut, reaksi nuklir di matahari juga merupakan proses yang
dirancang, seperti halnya di raksasa merah.
Hidrogen,
unsur masukan reaksi ini, adalah unsur paling sederhana di alam semesta dengan
hanya memiliki proton tunggal dalam intinya. Inti helium memiliki dua proton
dan dua neutron. Proses yang terjadi di matahari adalah penggabungan empat atom
hidrogen menjadi satu atom helium.
Sejumlah
besar energi dilepaskan dari proses ini. Hampir semua energi panas dan cahaya
yang mencapai bumi merupakan hasil dari reaksi nuklir matahari ini.
Seperti
reaksi yang terjadi di raksasa merah, reaksi nuklir matahari ternyata
melibatkan sejumlah aspek yang mengejutkan yang tanpanya re-aksi tersebut tidak
akan berjalan. Anda tidak dapat begitu saja mencam-pur empat atom hidrogen
menjadi sebuah atom helium. Agar hal ini terjadi, diperlukan proses dua tahap,
seperti yang terjadi di raksasa me-rah. Pada langkah pertama, dua atom hidrogen
bergabung membentuk inti antara yang disebut deuteron terdiri dari sebuah
proton dan sebuah neutron.
Gaya apa
yang cukup besar untuk menghasilkan deuteron dengan mencampurkan dua inti
bersama? Gaya ini disebut “gaya nuklir kuat”, salah satu dari empat gaya dasar
alam semesta yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Ini adalah gaya fisik
yang paling kuat di seluruh alam semesta dan besarnya
bermiliar-miliar-miliar-miliar kali lebih besar daripada gaya gravitasi. Hanya
gaya ini, bukan lainnya, yang mampu menyatukan dua inti seperti ini.
Sekarang,
hal paling aneh dari peristiwa ini adalah penelitian telah menunjukkan bahwa,
sebegitu kuatnya gaya nuklir kuat ini, namun ha-nya cukup kuat untuk melakukan
tepat apa yang selama ini telah dila-kukannya. Jika hanya sedikit lebih lemah,
maka gaya ini tidak mampu menyatukan dua inti. Sebaliknya, dua proton yang
saling berdekatan akan segera saling menjauh, dan reaksi di matahari akan
berhenti sebe-lum dimulai. Dengan kata lain, matahari tidak akan ada sebagai
bintang yang memancarkan energi. Tentang hal ini, Greenstein menyatakan “An-dai
saja gaya nuklir kuat sedikit lebih lemah, cahaya bagi dunia tidak akan pernah
menyala.” 40
Bagaimana
jika sebaliknya, gaya nuklir kuat sedikit lebih kuat? Un-tuk menjawabnya,
mula-mula kita harus mempelajari proses perubahan dua inti hidrogen menjadi
inti deuteron dengan lebih terperinci. Pertama, salah satu proton membuang
muatannya untuk menjadi neutron. Neu-tron ini bergabung dengan proton menjadi
deuteron. Gaya yang menye-babkan penyatuan ini disebut “gaya nuklir kuat”; gaya
yang mengubah proton menjadi neutron adalah gaya yang berbeda yang disebut
“gaya nuklir lemah”. Tetapi lemah hanya dalam perbandingan, dan memer-lukan
sepuluh menit untuk melakukan pengubahan. Pada tingkat atom, ini adalah waktu
yang begitu lama dan berakibat memperlambat laju reaksi di matahari.
Mari kita
kembali ke pertanyaan kita: Apa yang akan terjadi jika gaya nuklir kuat sedikit
lebih kuat? Jawabannya adalah reaksi di matahari akan jauh berubah sebab gaya
nuklir lemah akan lenyap dari reaksi.
Jika gaya
nuklir kuat lebih kuat dari yang ada, ini akan mampu meng-gabungkan dua proton
seketika tanpa menunggu sepuluh menit yang diperlukan bagi proton untuk berubah
menjadi neutron. Hasilnya akan terbentuk sebuah inti dengan dua proton bukannya
deuteron. Ilmuwan menyebut inti seperti itu sebagai diproton. Sejauh ini,
diproton adalah unsur teoretis sebab belum pernah teramati terjadi secara
alamiah. Namun jika gaya nuklir kuat lebih kuat daripada sesungguhnya, maka
akan terbentuk diproton nyata di matahari. Lantas apa? Dengan meng-hilangkan
perubahan proton menjadi neutron, kita akan menghilangkan “penyumbatan” yang
menjaga “mesin” matahari bekerja selambat seka-rang. George Greenstein
menjelaskan apa yang akan terjadi:
Matahari
akan berubah, sebab tahap pertama dalam pembentukan helium bukan lagi
pembentukan deuteron. Ini akan menjadi pembentukan di-proton. Dan reaksi ini
sama sekali tidak memerlukan pengubahan proton menjadi neutron. Peran gaya
nuklir lemah akan berakhir, dan hanya gaya nuklir kuat yang terlibat... dan
sebagai hasilnya, bahan bakar matahari tiba-tiba akan menjadi sangat ampuh.
Matahari dalam keadaan ini akan begitu kuat, begitu reaktif sehingga matahari
dan setiap bintang yang lain akan meledak seketika. 41
Ledakan
matahari akan menyebabkan dunia dan isinya terbakar, membuat planet biru kita
beserta isinya hangus dalam beberapa detik. Disebabkan gaya nuklir kuat yang
telah disesuaikan dengan tepat untuk tidak lebih kuat atau lebih lemah, laju
reaksi nuklir matahari melambat dan matahari mampu memancarkan energi untuk
bermiliar-miliar tahun. Penyesuaian yang teliti ini memungkinkan manusia untuk
hidup. Jika terdapat sedikit saja penyimpangan dalam pengaturan ini,
bintang-bintang (termasuk matahari) tidak akan terbentuk, kalaupun terbentuk akan
segera meledak.
Dengan kata
lain, struktur matahari bukanlah kebetulan atau ketidaksengajaan. Sungguh
kebalikannya: Matahari telah diciptakan bagi kehidupan manusia, sebagaimana
dinyatakan dalam ayat:
“Matahari
dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (QS. Ar-Rahmaan, 55: 5) !
Proton dan Elektron
Sejauh ini
kita telah mengkaji hal-hal yang terkait dengan gaya yang mempengaruhi inti
atom. Terdapat keseimbangan lain dalam atom yang harus diperhatikan:
keseimbangan antara inti dan elektron.
Dalam bahasa
paling sederhana, elektron mengitari inti. Penyebab-nya adalah muatan listrik.
Elektron memiliki muatan negatif dan proton memiliki muatan positif. Muatan
yang berlawanan saling tarik, sehingga elektron sebuah atom akan tertarik ke
inti. Namun elektron juga berputar dengan kecepatan sangat tinggi yang dalam
keadaan normal akan melontarkannya dari inti atom. Dua gaya ini (saling tarik
dan daya lontar) seimbang sehingga elektron bergerak pada orbit mengitari inti.
Atom juga
seimbang dalam hal muatan listrik: Jumlah elektron yang mengorbit sama dengan
jumlah proton dalam inti (misalnya, oksigen memiliki delapan proton dan delapan
elektron.). Dengan cara ini gaya listrik dalam atom seimbang, dan dari sisi
listrik, atom bermuatan netral.
Sejauh ini,
begitu banyak perihal kimia dasar. Namun terdapat satu hal dalam struktur yang
kelihatan sederhana ini yang diabaikan banyak orang. Proton jauh lebih besar
daripada elektron dari sisi ukuran dan berat. Seandainya elektron adalah biji
kacang, maka proton akan sebesar manusia. Secara fisik mereka jauh berbeda.
Namun
muatan listrik mereka besarnya sama!
Meskipun
muatan mereka (elektron negatif, proton positif) berla-wanan, besarnya sama.
Tidak ada alasan jelas kenapa hal ini terjadi. Lebih meyakinkan (dan “masuk
akal”) jika sebuah elektron memiliki muatan yang jauh lebih kecil.
Jika hal
ini benar, apa yang akan terjadi selanjutnya?
Apa yang
akan terjadi adalah setiap atom dalam alam semesta akan bermuatan positif
bukannya netral. Dan karena muatan yang sama saling tolak, setiap atom di alam
semesta akan mencoba dan menolak setiap atom yang lain. Alam seperti yang kita
ketahui tidak akan ada.
Apa yang
akan terjadi jika hal itu tiba-tiba terjadi sekarang? Apa yang akan terjadi
jika setiap atom mulai saling tolak?
Hal yang sangat
luar biasa akan terjadi. Mari kita mulai dari per-ubahan tubuh kita sendiri.
Begitu hal ini terjadi, tangan dan lengan yang memegang buku ini akan seketika
berantakan. Dan tidak hanya tangan, melainkan juga kaki, mata, gigi, dan setiap
bagian tubuh akan meledak dalam kurang dari satu detik.
Ruangan
tempat Anda duduk dan dunia sekitar akan meledak dalam sesaat. Seluruh lautan,
gunung, planet dalam tata surya, bintang serta galaksi di alam semesta akan
berantakan menjadi debu atom. Dan tidak akan ada sesuatu pun di alam semesta
yang dapat diamati. Alam semesta akan menjadi sekumpulan atom tak beraturan
yang saling tolak.
Seberapa
besar perbedaan muatan listrik antara proton dan elektron untuk menjadikan hal
mengerikan tersebut terjadi? Satu persen? Seper-sepuluh persen? George
Greenstein menjawab pertanyaan ini dalam buku The Symbiotic Universe:
Benda kecil
seperti batu, manusia, dan sebagainya akan terbang berantakan jika kedua muatan
berbeda sekecil satu bagian dalam 100 miliar. Struktur lebih besar seperti bumi
dan matahari memerlukan keseimbangan yang lebih sempurna untuk keberadaan
mereka sampai satu bagian dari semiliar-miliar. 42
Ini adalah
keseimbangan lain yang dengan tepat disesuaikan, yang membuktikan bahwa alam
semesta dengan sengaja dirancang dan dicip-takan untuk tujuan tertentu. Seperti
diungkapkan John D. Barrow dan Frank J. Tipler dalam buku “The Anthropic
Cosmological Principle”, “terda-pat rancangan besar dalam alam semesta yang
memungkinkan per-kembangan makhluk hidup berkecerdasan”. 43
Tentu saja
setiap rancangan membuktikan keberadaan “perancang” dengan kesadaran. Dialah
Allah, “Penguasa seluruh alam”, dijelaskan dalam Al Quran sebagai satu-satunya
Kekuatan yang menciptakan alam semesta dari kehampaan, merancang, dan
membentuknya atas kehen-dak-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam Al Quran:
“Apakah
kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membinanya. Dia
meninggikan bangunannya lalu me-nyempurnakannya.” (QS. An-Naazi’aat, 79: 27-28)
!
Berkat
keseimbangan luar biasa yang kita pelajari dalam bab ini, materi mampu bertahan
dengan stabil, dan kestabilan ini merupakan bukti kesempurnaan ciptaan Allah
sebagaimana disebutkan dalam Al Quran:
“Dan kepunyaan-Nyalah
siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk.”
(QS. Ar-Rum, 30: 26) !
Picture
Text
Raksasa
merah adalah bintang-bintangyang sangat besar, sekitar lima puluh kali lebih
besar daripada matahari. Jauh di tengah raksasa-raksasa ini berlangsung proses
yang luar biasa.
Fred Hoyle
adalah orang pertama yang menemukan keseimbangan luar biasa pada reaksi nuklir
yang terjadi di raksasa merah. Meskipun ateis, Hoyle mengakui bahwa
keseimbangan ini tidak dapat dijelaskan sebagai kebetulan dan merupakan sebuah
pengaturan yang disengaja.
Matahari
adalah reaktor nuklir raksasa yang terus-menerus mengubah atom hidrogen menjadi
atom helium dan menghasilkan panas dari proses tersebut. Namun yang penting
untuk proses ini adalah ketepatan luar biasa yang membuat reaksi-reaksi ini
seimbang di dalam matahari. Perubahan sedikit saja pada salah satu gaya yang
mengatur reaksi ini akan menyebabkan kegagalan reaksi atau ledakan
berkelanjutan yang menghancurkan.
REAKSI KRITIS DI MATAHARI
1. Atas: Empat atom hidrogen di
matahari bergabung menjadi sebuah atom helium.
2.
Bawah: Ini adalah proses dengan dua langkah. Mula-mula dua
atom hidrogen berfusi mem-bentuk sebuah deuteron. Perubahan ini sangat pelan
dan yang membuat matahari terbakar terus-menerus.
Jika gaya
nuklir sedikit lebih kuat, sebuah di-proton akan terbentuk bukannya sebuah
deuteron. Tetapi, reaksi seperti itu tidak dapat dipertahankan untuk waktu
lama: Ledakan berkelanjutan yang menghancurkan akan terjadi hanya dalam
beberapa detik.
Baik massa
maupun volume sebuah proton jauh lebih besar daripada elektron, namun anehnya,
kedua partikel ini memiliki muatan listrik yang besarnya sama (meskipun
berlawanan). Karena kenyataan ini, atom bermuatan listrik netral.
BAB
4
Keteraturan
di Langit
....Sesuatu
yang lain pasti berada di belakang segalanya, mengarahkan. Dan itu, bisa
disebut, semacam bukti matematika atas ketuhanan.
Guy
Murchie, Penulis Sains dari Amerika44
Pada malam
tanggal 4 Juli 1054, para ahli astronomi Cina menyak-sikan kejadian luar biasa:
Sebuah bintang yang sangat terang muncul secara tiba-tiba di sekitar gugusan
Taurus. Begitu terang sehingga dapat disaksikan bahkan pada siang hari. Pada
malam hari, bintang tersebut lebih terang daripada bulan.
Apa yang
diamati para ahli astronomi Cina adalah salah satu fenome-na astronomis yang
paling menarik dan bencana paling besar di alam se-mesta. Itulah supernova.
Supernova
adalah sebuah bintang yang hancur oleh ledakan. Sebuah bintang raksasa
menghancurkan diri dalam ledakan dahsyat, dan materi intinya bertebaran ke
seluruh penjuru. Cahaya yang dihasilkan dalam peristiwa ini ribuan kali lebih
terang daripada keadaan normal.
Para
ilmuwan masa kini menganggap bahwa supernova memainkan peran penting dalam
penciptaan alam semesta. Ledakan ini menyebab-kan unsur-unsur berbeda berpindah
ke bagian lain alam semesta. Diasumsikan bahwa materi yang dilontarkan ledakan
ini kemudian ber-gabung untuk membentuk galaksi atau bintang baru di bagian
lain alam semesta. Menurut hipotesis ini, tata surya kita, matahari dan
planetnya termasuk bumi, merupakan produk supernova yang terjadi dahulu kala.
Meskipun
supernova tampak seperti ledakan biasa, pada kenyataan-nya sangat terstruktur
dalam setiap detailnya. Dalam Nature's Destiny, Michael Denton menulis:
Jarak
antarsupernova dan bahkan antar semua bintang sangat penting untuk alasan yang
lain. Jarak antarbintang dalam galaksi kita adalah sekitar 30 juta tahun
cahaya. Jika jarak ini lebih dekat, orbit planet-planet akan tidak stabil. Jika
lebih jauh, maka debu hasil supernova akan tersebar begitu acak sehingga sistem
planet seperti tata surya kita tidak mungkin pernah terben-tuk. Jika alam
semesta menjadi rumah bagi kehidupan, maka kedipan super-nova harus terjadi
pada laju yang sangat tepat dan jarak rata-rata di antara-nya, dan bahkan
antarseluruh bintang, harus sangat dekat dengan jarak yang teramati sekarang.
45
Perbandingan
antara supernova dan jarak antarbintang hanyalah dua detail lain yang sangat
selaras pada alam semesta yang penuh keaja-iban. Mengamati lebih teliti alam
semesta, pengaturan yang kita lihat be-gitu indah, baik dalam perancangan
maupun susunan.
Mengapa Begitu Banyak Ruang Kosong?
Marilah
kita rangkum apa yang telah kita kaji. Alam semesta setelah Dentuman Besar
adalah nebula yang hanya terdiri dari hidrogen dan helium. Unsur yang lebih
berat terbentuk kemudian melalui reaksi nuklir yang dirancang dengan sengaja.
Namun, keberadaan unsur yang lebih berat tidaklah cukup bagi alam untuk menjadi
tempat yang layak bagi kehidupan. Masalah yang lebih penting adalah bagaimana
alam semesta dibentuk dan diatur.
Kita akan
mulai dengan pertanyaan seberapa besar alam semesta.
Bumi adalah
bagian dari tata surya. Dalam sistem ini, terdapat sem-bilan planet utama dan
lima puluh empat satelit, serta tak terhitung aste-roid, yang semuanya
mengitari bintang yang disebut “Matahari”— sebu-ah bintang berukuran sedang
dibandingkan bintang lainnya di alam semesta. Bumi adalah planet ketiga dari
matahari.
Marilah kita
coba memahami seberapa besar sistem tata surya. Dia-meter matahari adalah 103
kali diameter bumi. Untuk menggambarkan-nya, diameter bumi adalah 12.200 km.
Jika kita memperkecil bumi men-jadi sebesar kelereng, maka matahari sebesar
bola sepak. Namun yang menarik adalah jarak antar keduanya. Dengan perbandingan
yang masih tetap, maka jarak antara bola sepak dan kelereng adalah 280 meter.
Benda yang mewakili planet terluar harus diletakkan beberapa kilometer dari
bola sepak.
Meskipun
tampak begitu besar, tata surya sungguh kecil dibanding-kan dengan galaksi Bima
Sakti, tempat tata surya berada. Terdapat lebih dari 250 miliar bintang di
dalam Bima Sakti—beberapa mirip dengan matahari, yang lain lebih besar atau
lebih kecil. Bintang terdekat dengan matahari adalah Alpha Centauri. Jika kita
akan meletakkan Alpha Centauri ke dalam model tata surya kita (bola dan
kelereng), maka model bintang ini harus diletakkan 78.000 km dari bola.
Ini terlalu
besar bagi siapa pun untuk memahaminya, jadi mari kita perkecil skalanya. Kita
anggap bumi sebesar debu. Ini akan menjadikan matahari sebesar biji kacang dan
berjarak tiga meter dari bumi. Dengan skala ini, Alpha Centauri harus
diletakkan 640 km dari matahari.
Bima Sakti
memiliki lebih dari 250 miliar bintang dengan jarak antar-bintang yang sama
mencengangkannya. Matahari terletak lebih ke tepi pada galaksi dengan bentuk
spiral ini, bukan cenderung ke tengah.
Bahkan Bima
Sakti itu kerdil dibandingkan dengan alam semesta yang luas. Bima Sakti
hanyalah satu dari sekian banyak galaksi—300 miliar menurut perhitungan
terakhir. Dan jarak antargalaksi adalah jutaan kali jarak matahari dan Alpha
Centauri.
George
Greenstein, dalam buku The Symbiotic Universe, memberikan komentar terhadap
luas yang tak terbayangkan ini:
Seandainya
bintang-bintang lebih dekat, ilmu astrofisika tidak akan jauh berbeda. Proses
fisik dasar yang terjadi pada bintang, nebula, dan sebagainya, tetap berjalan
tanpa perubahan. Penampakan galaksi kita dilihat dari jarak yang jauh, akan
sama. Sedikit perbedaan yang tampak hanyalah pemandangan langit pada malam hari
dari rerumputan tempat saya berbaring akan lebih kaya dengan bintang. Dan, oh
ya, satu lagi perubahan kecil: Tidak akan ada saya yang melakukan pengamatan
itu.... Begitu sia-sia angkasa tersebut! Di sisi lain, pada kesia-siaan itulah
kesela-matan kita bergantung. 46
Greenstein
juga menerangkan alasan untuk hal ini. Dalam pandang-annya, ruang yang luar
biasa besarnya di angkasa memungkinkan unsur-unsur fisik tertentu untuk diatur
sedemikian tepat agar cocok untuk ke-hidupan manusia. Dia juga menekankan
pentingnya ruang yang begitu besar ini bagi keberadaan bumi sambil memperkecil
kemungkinan tabrakan dengan bintang lain.
Ringkasnya,
penyebaran benda-benda langit di alam semesta adalah pengaturan yang tepat bagi
manusia untuk dapat hidup di planet ini. Ruang yang begitu besar ini adalah
hasil dari rancangan yang disengaja dengan maksud tertentu dan bukan hasil
peristiwa kebetulan.
Entropi dan Keteraturan
Untuk
mengetahui konsep keteraturan di alam semesta, mula-mula kita perlu membahas
Hukum Kedua Termodinamika, salah satu hukum fisika dasar.
Hukum ini
menyatakan bahwa, jika dibiarkan, sistem yang teratur akan menjadi tidak stabil
dan berkurang keteraturannya sejalan dengan waktu. Hukum ini disebut Hukum Entropi.
Dalam ilmu fisika, entropi adalah derajat ketidakteraturan dalam sistem.
Perubahan sistem dari ke-adaan stabil menjadi tidak stabil adalah peningkatan
entropi. Ketidak-stabilan secara langsung terkait dengan entropi sistem
tersebut.
Ini adalah
pengetahuan umum, yang banyak di antaranya dapat kita amati dalam hidup
keseharian. Jika Anda meninggalkan mobil di tempat terbuka bertahun-tahun atau
bahkan cuma beberapa bulan, ketika kebali, Anda pasti tidak bisa mengharapkan
mobil Anda dalam kondisi seperti pada waktu Anda meninggalkannya. Anda mungkin
mendapati ban kempes, jendela rusak, karat pada bagian mesin dan rangka, dan
seba-gainya. Hal yang sama terjadi jika Anda mengabaikan pemeliharaan rumah
beberapa hari, dan Anda akan mendapati rumah lebih berdebu dan lebih berantakan
setiap harinya. Ini adalah bentuk entropi; namun Anda dapat mengembalikannya
dengan membersihkan, merapikan, serta membuang sampah.
Hukum Kedua
Termodinamika secara luas diterima dan mengikat. Einstein, ilmuwan paling
penting abad ini, menyatakan bahwa hukum ini adalah “hukum pertama seluruh ilmu
pengetahuan”. Ilmuwan Amerika, Jeremy Rifkin, menyatakan dalam Entropy: A New
World View:
Hukum
Entropi akan memimpin sebagai hukum yang berkuasa sampai pada periode sejarah
berikutnya. Albert Einstein me-nyatakan bahwa ini adalah hu-kum utama seluruh
ilmu pengetahuan: Sir Arthur Eddington menyebutnya hu-kum metafisikal agung di
seluruh alam semesta. 47
Penting
untuk ditegaskan bah-wa Hukum Entropi dengan sendirinya menggugurkan banyak
klaim penganut materialisme sejak awal. Jika terdapat rancangan nyata dan
ke-teraturan pada alam semesta, hukum ini menyatakan bahwa, sejalan dengan
waktu, keadaan ini akan dianulir oleh alam itu sendiri. Ada dua kesimpulan dari
pengamatan ini:
1. Dibiarkan begitu saja, alam semesta
tidak akan bertahan untuk selama-nya. Hukum kedua menyatakan bahwa tanpa campur
tangan dari luar dalam bentuk apa pun, entropi pada akhirnya menuju maksimal di
seluruh penjuru alam semesta, menjadikannya dalam keadaan benar-benar homogen.
2. Klaim bahwa keteraturan yang kita
amati bukan hasil campur tangan dari luar juga tidak benar. Segera setelah
Dentuman Besar, alam se-mesta benar-benar dalam keadaan sama sekali tak
beraturan seperti terjadi jika entropi telah mencapai derajat paling tinggi.
Namun hal tersebut berubah seperti yang terlihat dengan mudah di sekitar kita.
Perubahan ini berlangsung dengan melanggar salah satu hukum alam paling
dasar—Hukum Entropi. Jelas, tidak mungkin menerangkan perubahan ini kecuali
dengan mengakui adanya penciptaan supra-natural.
Sebuah
contoh mungkin akan memperjelas poin kedua. Bayangkan alam semesta merupakan
gua yang dipenuhi dengan segala jenis air, batu, dan debu. Kita tinggalkan gua
tersebut untuk beberapa miliar tahun dan kembali menengoknya. Pada saat kita
kembali, akan mendapati beberapa batu yang mengecil, beberapa menghilang,
ketebalan debu meningkat, lumpur yang lebih banyak, dan seterusnya. Benda-benda
semakin beran-takan, suatu hal yang lumrah persis seperti perkiraan kita. Jika
beberapa miliar tahun kemudian, Anda mendapati batuan dengan rumit diukir
menjadi patung, Anda tentu akan menyimpulkan bahwa keteraturan ini tidak dapat
dijelaskan dengan hukum-hukum alam. Satu-satunya penjelasan yang masuk akal
adalah bahwa sebuah “pemikiran berkesadaran penuh” me-nyebabkan hal ini
terjadi.
Jadi,
keteraturan alam semesta me-rupakan bukti yang dahsyat atas keber-adaan
kesadaran yang agung. Ahli fisika pemenang Nobel dari Jerman, Max Planck,
menjelaskan keteraturan alam semesta sebagai berikut:
Sebagai
kesimpulan kita harus menga-takan, pada setiap kejadian, menurut se-mua yang
diajarkan ilmu penge-tahuan tentang alam semesta yang begitu besar, di mana
planet kecil kita memain-kan peran tak penting, terdapat keteraturan yang tidak
tergantung kepada pemikiran manusia. Namun, sejauh kita dapat merumuskan dengan
pikiran jernih kita, keteraturan ini dapat dirumuskan sebagai kejadian yang
memiliki tujuan. Terdapat bukti adanya keteraturan cerdas pada alam semesta. 48
Paul Davies
menjelaskan kemenangan keselarasan dan keseimbang-an yang luar biasa ini dari
materialisme sebagai:
Ke manapun
kita melihat di alam semesta, dari galaksi nun jauh di sana ke detail atom
terdalam, kita menjumpai keteraturan.... Pusat dari gagasan alam semesta yang
begitu teratur adalah konsep informasi. Sistem yang sangat rapi,
mempertontonkan kegiatan yang sedemikian rapi, memerlukan begitu banyak
informasi untuk menggambarkannya. Dengan kata lain, alam semesta mengandung
begitu banyak informasi.
Kita lantas
dihadapkan pada pertanyaan yang membuat penasaran. Jika informasi dan
keteraturan selalu punya kecenderungan alamiah untuk lenyap, lantas dari mana
asal mula informasi yang menjadikan bumi sebagai tempat yang begitu istimewa?
Alam semesta tampak seperti jam yang bergerak teratur. Bagaimana pertama kali
alam ini mendapatkan tenaganya?49
Einstein
merujuk keteraturan ini sebagai kejadian yang tidak diper-kirakan, dan juga
mengatakan bahwa ini dapat disebut sebagai keajaiban:
Nah,
seorang yang a priori [menalar dari sebab ke akibat] pasti memper-kirakan bahwa
dunia akan terbentuk sesuai dengan hukum [mengikuti hukum dan aturan] hanya
selama kita [manusia] turut campur dengan kecerdasan kita yang mengatur...
[Namun, alih-alih, kita menemukan] dalam dunia nyata suatu derajat keteraturan
yang tinggi, sehingga kita yang a priori tidak diizinkan sedikit pun untuk
memperkirakan. Ini adalah 'keajaiban' yang semakin diperkuat lagi dan lagi
dengan perkembangan pengetahuan kita.50
Ringkasnya,
untuk memahami keteraturan alam semesta diperlukan pemahaman dan pengetahuan
yang dalam dan luas. Alam semesta diran-cang, diatur, dan dijaga oleh Allah.
Allah
mengungkapkan dalam Al Quran, bagaimana bumi dan langit dijaga dengan kuasa-Nya
yang agung:
“Sesungguhnya
Allah menahan langit dan bumi supaya jangan le-nyap; dan sungguh jika keduanya
akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Faathir, 35:
41) !
Keteraturan
ilahiah di alam semesta mengungkapkan kele-mahan kepercayaan materialisme bahwa
alam semesta adalah sekumpulan materi tak beraturan. Ini diungkapkan dalam ayat
lain:
Andaikan
kebenaran itu menuruti hawa nafsu me-reka, pasti binasalah langit dan bumi ini,
dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mere-ka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (QS. Al
Mu’minuun, 23: 71) !
Tata Surya
Tata surya
adalah salah satu contoh keselarasan indah yang paling mengagumkan yang dapat
disaksikan. Terdapat sembilan planet dengan lima puluh empat satelit yang
diketahui dan benda-benda kecil yang jumlahnya tidak diketahui. planet-planet
utama dihitung menjauh dari matahari adalah Merkurius, Venus, Bumi, Mars,
Yupiter, Saturnus, Ura-nus, Neptunus, dan Pluto. Bumi adalah satu-satunya
planet yang di-ketahui mengandung kehidupan.
Tentunya, bumi adalah satu-satunya tempat di
mana manusia dapat hidup dan bertahan tanpa alat bantu, berkat tanah dan air
yang melim-pah serta atmosfer yang dapat dihirup untuk bernafas.
Pada
struktur tata surya, kita menemukan contoh lain dari kein-dahan keseimbangan:
Keseimbangan antara gaya sentrifugal planet yang dilawan oleh gaya gravitasi
dari benda primer planet tersebut. (Dalam astronomi, benda primer adalah benda
yang dikitari oleh benda lainnya. Benda primer bumi adalah matahari, benda
primer bulan adalah bumi). Tanpa keseimbangan ini, segala sesuatu yang ada di
tata surya akan terlontar jauh ke luar angkasa. Keseimbangan di antara kedua
gaya ini menghasilkan jalur (orbit) tempat planet dan benda angkasa lain
mengi-tari benda primernya.
Jika sebuah
benda langit bergerak terlalu lambat, dia akan tertarik kepada benda primernya;
jika bergerak terlalu cepat, benda primernya tidak mampu menahannya, dan akan
terlepas jauh ke angkasa. Sebliknya, setiap benda langit bergerak pada
kecepatan yang begitu tepat untuk terus dapat berputar pada orbitnya. Lebih
jauh, keseimbangan ini tentu berbeda untuk setiap benda angkasa, sebab jarak
antara planet dan matahari berbeda-beda. Demikian juga massa benda-benda langit
ter-sebut. Jadi, planet-planet harus memiliki kecepatan yang berbeda untuk
tidak menabrak matahari atau terlempar menjauh ke angkasa.
Ahli
astronomi penganut materialisme bersikukuh bahwa asal mula dan kelangsungan
tata surya dapat dijelaskan karena kebetulan. Lebih dari tiga abad lalu, banyak
pemuja materialisme telah berspekulasi tentang bagaimana keteraturan
menakjubkan ini bisa terjadi dan mereka gagal sama sekali. Bagi penganut
materialisme, keseimbangan dan keter-aturan tata surya adalah misteri tak
terjawab.
Kepler dan
Galileo, dua ahli astronomi yang termasuk orang-orang pertama yang menemukan
keseimbangan paling sempurna, mengakuinya sebagai rancangan yang disengaja dan
tanda campur tangan ilahiah di seluruh alam semesta. Isaac Newton, yang diakui
sebagai salah satu pemikir ilmiah terbesar sepanjang masa, pernah menulis:
Sistem
paling indah yang terdiri dari matahari, planet, dan komet ini dapat muncul dari
tujuan dan kekuasaan Zat yang berkuasa dan cerdas... Dia mengen-dalikan
semuanya, tidak sebagai jiwa na-mun sebagai penguasa dari segalanya, dan
disebabkan kekuasaan-Nya, Dia biasa dise-but sebagai “Tuhan Yang Mahaagung.” 51
Tempat Kedudukan Bumi
Di samping
keseimbangan yang menakjubkan ini, posisi bumi di dalam tata surya dan di alam
semesta juga merupakan bukti lain kesem-purnaan penciptaan Allah.
Temuan
terakhir astronomi menunjukkan pentingnya keberadaan planet lain bagi bumi.
Ukuran dan posisi Yupiter, sebagai contoh, ternyata begitu penting. Perhitungan
astrofisika menunjukkan bahwa, sebagai planet terbesar dalam tata surya,
Yupiter menjamin kestabilan orbit bumi dan planet lain. Peran Yupiter
melindungi bumi dijelaskan dalam artikel “How Special Jupiter is” karya George
Wetherill:
Tanpa
planet besar yang dengan tepat ditempatkan di posisi Yupiter, bumi tentunya
telah ditabrak ribuan kali lebih sering oleh komet dan meteor serta serpihan
antarplanet. Jika saja tanpa Yupiter, kita tidak mungkin ada untuk mempelajari
asal usul tata surya.52
Intinya,
struktur tata surya telah dirancang khusus bagi umat manu-sia untuk hidup.
Mari kita
kaji juga tempat kedudukan tata surya di alam semesta. Tata surya kita berada
di salah satu cabang spiral raksasa dari galaksi Bima Sakti, lebih dekat ke
tepi daripada ke tengah. Keuntungan apa yang didapat dari posisi seperti ini?
Dalam Nature's Destiny, Michael Denton menjelaskan:
Yang
mengejutkan adalah bahwa alam semesta bukan saja luar biasa tepat bagi
keberadaan manusia dan adaptasi biologis manusia, namun juga bagi pemahaman
kita... Karena posisi tata surya kita di tepi galaksi, kita dapat pada malam
hari memandang jauh ke galaksi nun jauh di sana dan menggali pengetahuan dari
struktur keseluruhan alam semesta. Andai saja kita berada di tengah galaksi,
kita tidak akan pernah menyaksikan keindahan galaksi spiral atau memiliki
gagasan tentang struktur alam semesta.53
Dengan kata
lain, bahkan posisi bumi di galaksi merupakan bukti bahwa bumi diciptakan bagi
manusia untuk hidup, demikian pula selu-ruh hukum fisika alam semesta.
Adalah
kebenaran nyata bahwa alam semesta diciptakan dan diatur oleh Allah.
Alasan
mengapa sebagian orang tidak dapat memahami hal ini adalah prasangka mereka
sendiri. Namun pemikiran yang murni berda-sarkan kenyataan tanpa prasangka
dapat dengan mudah memahami bahwa alam semesta diciptakan dan dikendalikan oleh
Allah bagi manusia untuk hidup, seperti yang diungkapkan di dalam Al Quran:
“Dan
tidak Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir,
maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS.
Shaad, 38: 27) !
Pemahaman
mendalam ini diungkapkan di dalam ayat lain Al Quran:
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergan-tinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali ‘Imran, 3: 190-191) !
Picture
Text
Ledakan
raksasa yang dikenal sebagai supernova menyebabkan materi terlontar ke seluruh
penjuru alam semesta. Jarak yang luar biasa jauh antar bintang dan galaksi di
alam semesta memperkecil risiko yang diakibatkan ledakan tersebut terhadap
benda-benda alam semesta lainnya.
“Sesungguhnya
Kami telah menghias langit
yang
terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang.”
(QS.
Ash-Shaffat, 37: 6)
Mobil yang
ditelantarkan akan memburuk dan hancur berkeping-keping. Segala sesuatu di alam
semesta patuh terhadap entropi: hukum ini menyatakan bahwa, jika dibiarkan
begitu saja, segala sesuatu berkurang kestabilannya dan berkurang
keteraturannya sejalan dengan waktu.
Setiap
galaksi di alam semesta adalah bukti struktur teratur yang ada di mana-mana.
Sistem-sistem yang luar biasa ini, dengan rata-rata 300 miliar bintang di
setiap sistem, menunjukkan keseimbangan dan keselarasan nyata.
Max Planck,
Pemenang Nobel untuk bidang fisika:
“Sebuah
keteraturan berlaku di jagat raya kita. Keteraturan ini dapat diformulasikan
dalam bentuk aktivitas yang punya maksud tertentu.”
Albert
Einstein: “Kita menemukan di dunia nyata sebuah keteraturan tingkat tinggi.”
Isaac
Newton, salah satu perintis dan penemu fisika modern dan astronomi, menyaksikan
bukti kuat ciptaan Tuhan dalam keteraturan alam semesta.
“Tidaklah
mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului
siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS. Yaasin, 36: 40)
BAB 5
PLANET BIRU
Bumi,
beserta atmosfer dan lautannya, beserta biosfernya yang rumit, beserta kerak
yang terbentuk dari bekuan batuan metamorfik berlapis-lapis, yang relatif
teroksidasi, kaya akan silika, dan menyelimuti [lapisan dan inti yang terdiri
dari magnesium silikat] biji besi, beserta puncak salju, gurun pasir, hutan,
padang lumut, rimba belantara, padang rumput, danau air tawar, padang batubara,
kantong minyak, gunung api, lubang lahar, pabrik, mobil, tanaman, binatang,
medan magnet, ionosfer, pegunungan di tengah laut, lapisan
penyangga...merupakan sistem dengan kerumitan mencengangkan.
J. S.
Lewis, Ahli Geologi dari Amerika54
Petualang
luar angkasa khayalan, dari planet di angkasa nun jauh di sana, ketika
mendekati tata surya akan menjumpai peman-dangan yang sangat menarik. Bayangkan
bahwa kita adalah pe-ngembara seperti itu, dan kita sedang menghampiri bidang
edar planet terhadap matahari—sebuah lingkaran raksasa pada bola langit di mana
seluruh planet utama dalam tata surya kita bergerak.
Planet
pertama yang dijumpai adalah Pluto.
Planet ini
sangat dingin, dengan suhu sekitar -238oC. Atmosfernya tipis dan akan berbentuk
gas jika planet ini berada hanya sedikit lebih dekat ke matahari pada orbitnya
yang berbentuk agak elips. Lain saat, atmosfernya menjadi lapisan es. Pluto,
ringkasnya, adalah bola tanpa kehidupan yang diselimuti es.
Bergerak
mendekat matahari, Anda akan menjumpai Neptunus. Planet ini dingin juga,
sekitar -218oC. Atmosfernya terdiri dari hidrogen, helium, dan metan, beracun
bagi kehidupan. Angin yang bertiup kencang, mendekati 2.000 km per jam,
bergemuruh di seluruh permukaan planet.
Lantas
Uranus: planet gas yang pada permukaannya terdapat batuan dan es. Suhu
permukaannya adalah -214oC dan atmosfernya, lagi-lagi, terdiri dari hidrogen,
helium, dan metan—tak cocok bagi kehidupan manusia.
Setelah
Uranus, Anda mendekati Saturnus. Ini adalah planet terbesar kedua dalam tata
surya, dan terutama terkenal dengan sistem berbentuk cincin yang mengitarinya.
Cincin ini terdiri dari gas, batuan, dan es. Salah satu dari sekian banyak hal
menarik tentang Saturnus adalah planet ini seluruhnya terdiri dari gas: 75%
hidrogen dan 25% helium, dan kera-patannya kurang daripada kerapatan air. Jika
Anda ingin “mendarat-kan” pesawat di Saturnus, Anda sebaiknya merancang pesawat
Anda agar bisa seperti pelampung! Suhu rata-rata lagi-lagi sangat rendah:
-178oC.
Berikutnya
adalah Yupiter: planet terbesar dalam tata surya, 318 kali lebih besar daripada
bumi. Seperti Saturnus, Yupiter juga planet yang dibentuk oleh gas. Karena sulit
membedakan “atmosfer” dan “permu-kaan” pada planet seperti ini, sulit juga
ditentukan berapa suhu “permu-kaan”nya, namun pada lapisan atas atmosfer, suhu
mencapai -143oC. Bentukan alam yang menarik di atmosfernya adalah apa yang
disebut “Bintik Merah Raksasa”. Ini pertama kali diketahui 300 tahun yang lalu.
Ahli astronomi sekarang mengetahui bahwa ini adalah badai yang luar biasa
kuatnya yang telah berkecamuk di atmosfer Jovian selama berabad-abad. Badai ini
cukup besar untuk menelan beberapa planet seukuran bumi. Yupiter mungkin planet
yang mendebarkan, namun bukan rumah bagi manusia, yang seketika akan tewas
karena temperatur yang mem-bekukan, angin yang ganas, dan radiasi yang tinggi.
Lantas
muncul Mars. Atmosfer planet ini tidak mungkin mendukung kehidupan manusia
sebab sebagian besar terdiri dari karbondioksida. Seluruh permukaannya dipenuhi
kawah: hasil dari tubrukan meteor yang terus-menerus dan angin kencang yang
bertiup di seluruh permu-kaannya, yang dapat menimbulkan badai pasir
berhari-hari bahkan ber-minggu-minggu. Suhu agak bervariasi namun turun hingga
-53oC. Telah banyak spekulasi bahwa di Mars mungkin terdapat kehidupan, namun
seluruh bukti menunjukkan bahwa planet ini tanpa kehidupan juga.
Melesat
dari Mars menuju matahari, kita melihat planet biru yang kita putuskan untuk
sementara dilewatkan, dan menjelajah lagi. Pencari-an kita membawa kita ke
sebuah planet bernama Venus. planet ini diseli-muti kabut putih cemerlang namun
suhu permukaannya 450oC, yang cukup untuk melelehkan timah. Sebagian
atmosfernya berupa karbon-dioksida. Di permukaan planet, tekanan atmosfer
setara dengan 90 kali tekanan atmosfer bumi: di bumi, Anda harus menyelam satu
kilometer ke dalam laut untuk mendapatkan tekanan setinggi ini. Di atmosfernya
terdapat berlapis-lapis gas asam belerang sedalam beberapa kilometer. Tidak ada
seorang pun atau kehidupan lain yang mampu bertahan sedetik pun di tempat yang
keras seperti ini.
Kita
bergerak terus dan mencapai Merkurius, dunia kecil berbatu, ditempa panas dan
radiasi matahari. Rotasinya begitu terhambat oleh kedekatannya dengan matahari,
menyebabkan planet ini melakukan hanya tiga rotasi aksial penuh selama dua kali
peredaran mengelilingi matahari. Dengan kata lain, di Merkurius, dua “tahun”
sama dengan tiga “hari”. Disebabkan perputaran harian yang begitu lama, satu
sisi planet menjadi begitu panas sementara sisi lainnya begitu dingin.
Perbedaan ssuhu antara sisi siang dan sisi malam dapat mencapai 1.000o C. Tentu
saja lingkungan seperti ini tidak mungkin menopang kehidupan.
Ringkasnya,
kita telah mengamati delapan planet dan tidak satu pun darinya, termasuk lima
puluh tiga satelitnya menyediakan sesuatu yang mungkin menopang kehidupan.
Semuanya tak lebih dari bola gas, es atau batu tanpa kehidupan.
Namun,
bagaimana dengan planet biru yang kita lewatkan beberapa saat lalu? Ia berbeda
dari yang lain. Dengan atmosfer yang ramah, kondisi permukaan, suhu permukaan,
medan magnet, ketersediaan unsur-unsur, serta posisi pada jarak yang tepat dari
matahari, tampak seperti telah dirancang secara khusus untuk tempat hidup.
Dan,
seperti yang akan kita temukan, memang demikian adanya.
Peralihan Topik Sesaat dan
Peringatan tentang “Adaptasi”
Seterusnya
dalam bab ini, kita akan mempelajari sifat-sifat bumi yang memperjelas bahwa
planet kita secara khusus telah diciptakan untuk menopang kehidupan. Namun
sebelum melakukannya, kita perlu mem-bicarakan hal lain untuk menghindari
kemungkinan kesalahpahaman. Pembicaraan lain ini khususnya diperuntukkan bagi
mereka yang ter-biasa menerima teori evolusi sebagai kebenaran ilmiah dan
percaya sepenuhnya akan konsep “adaptasi”.
“Adaptasi”
adalah kata benda dari kata kerja “adapt” (menyesuai-kan). “Adapt” menyiratkan
perubahan mengikuti keadaan. Sebagaimana digunakan para evolusionis, ini
berarti “perubahan suatu makhluk atau bagiannya yang membuat keberadaannya
semakin sesuai dengan kondisi lingkungan”. Teori evolusi menyatakan bahwa
seluruh makhluk hidup di bumi berasal dari satu makhluk (nenek moyang tunggal).
Nenek moyang tunggal itu sendiri muncul secara kebetulan, dan teori ini sangat
sering menggunakan makna kata “adaptasi” untuk mendukungnya.
Pendukung
evolusi percaya bahwa makhluk hidup berubah menjadi spesies baru dengan
beradaptasi terhadap lingkungan. Kita telah memba-has kesalahan klaim ini, bahwa
mekanisme adaptasi makhluk hidup terhadap kondisi alam hanya terjadi dalam
suatu kondisi tertentu, dan adaptasi tidak pernah bisa mengubah suatu spesies
menjadi spesies la-in—dalam buku kami yang lain.55 Teori evolusi beserta konsep
“adaptasi” tak lebih merupakan bentuk lain Lamarckisme, yaitu teori evolusi
makh-luk hidup yang menyatakan bahwa perubahan lingkungan menyebabkan perubahan
struktur binatang dan tumbuhan yang dapat diteruskan kepa-da keturunannya.
Teori ini telah dibantah kuat dan tepat oleh komunitas ilmiah.
Meskipun
tidak memiliki dukungan ilmiah, gagasan adaptasi me-ngesankan sebagian besar
orang, dan inilah sebabnya kami harus me-nyinggung hal ini sebelum melanjutkan
pembahasan. Dari kepercayaan pada kemampuan makhluk hidup untuk beradaptasi,
hanya perlu selangkah lagi untuk sampai kepada gagasan bahwa kehidupan dapat
terbentuk di planet lain seperti halnya pernah terbentuk di bumi. Ke-mungkinan
ada makhluk kecil hijau hidup di Pluto, yang hanya sedikit berkeringat ketika
suhu mencapai -238oC, yang menghirup helium, alih-alih oksigen, dan yang minum
asam belerang, alih-alih air, telah meng-goda khayalan orang, terutama mereka
yang khayalannya telah dipupuk produk-produk studio film Hollywood.
Namun ini
hanyalah bahan untuk khayalan (serta film-film Holly-wood), sedang evolusionis
yang lebih mengetahui biologi dan biokimia bahkan tidak mencoba untuk
mempertahankan pernyataan seperti itu. Mereka mengetahui dengan sangat pasti
bahwa kehidupan hanya ada jika tersedia kondisi dan unsur yang diperlukan. Jika
mereka benar-benar percaya terhadap ini semua, pendukung makhluk hijau kecil
(atau bentuk kehidupan alien lainnya) adalah mereka yang setia buta terhadap
teori evolusi dan mengabaikan bahkan dasar-dasar biologi dan biokimia. Dalam
pengabaian, mereka juga melahirkan skenario yang tidak masuk akal.
Jadi, dalam
memahami kesalahan dari konsep adaptasi, hal pertama yang patut diperhatikan
adalah bahwa kehidupan hanya ada jika terda-pat kondisi dan unsur penting
tertentu. Satu-satunya model kehidupan yang berdasarkan kriteria ilmiah adalah
kehidupan berbasis karbon, dan ilmuwan sepakat bahwa tidak ada bentuk kehidupan
lainnya di manapun di alam semesta.
Karbon
adalah unsur dengan nomor atom 6 dalam tabel periodik un-sur. Atom ini adalah
dasar kehidupan di bumi sebab seluruh molekul makhluk hidup (seperti asam
nukleat, asam amino, protein, lemak dan gula) dibentuk oleh kombinasi karbon
dengan unsur lain dalam berbagai cara. Karbon membentuk berjuta-juta jenis
protein setelah bergabung de-ngan hidrogen, oksigen, nitrogen dan lain-lain.
Tidak ada unsur lain yang dapat menggantikan karbon. Seperti yang akan kita
lihat pada bagian be-rikut, tak ada unsur selain karbon yang memiliki kemampuan
untuk membentuk begitu banyak rantai kimia yang amat diperlukan oleh kehidupan.
Akibatnya,
jika kehidupan dapat terjadi di planet lain di mana pun di alam semesta, maka
kehidupan ini pasti berbasis karbon.56
Terdapat
sejumlah kondisi yang mutlak penting bagi berlangsung-nya kehidupan berbasis
karbon. Misalnya, senyawa berbasis karbon (se-perti protein) hanya dapat
bertahan pada rentang temperatur tertentu. Senyawa ini akan mulai terurai pada
temperatur lebih dari 120oC dan ru-sak tak terpulihkan jika didinginkan di
bawah -20oC. Namun, tidak hanya suhu yang berperan penting dalam penentuan
batasan kondisi yang cocok untuk keberadaan kehidupan berbasis karbon: juga
jenis dan kekuatan cahaya, kekuatan gaya gravitasi, komposisi atmosfer, dan
kekuatan medan magnet. Bumi menyediakan dengan tepat kondisi-kondisi yang
memungkinkan kehidupan tersebut. Jika bahkan satu saja keadaan diubah, misalnya
suhu rata-rata melebihi 120oC, tidak akan ada kehidupan di bumi.
Maka
makhluk kecil hijau kita, yang mungkin hanya sedikit ber-keringat ketika suhu
mencapai -238oC, yang menghirup helium, alih-alih oksigen, dan yang minum asam
belerang, alih-alih air, tidak mungkin ada di mana pun karena makhluk hidup
berbasis karbon tidak mampu ber-tahan dalam kondisi seperti itu, dan
satu-satunya kehidupan adalah kehidupan berbasis karbon. Kehidupan hanya
mungkin ada dalam ling-kungan dengan batas-batas tertentu, dan dalam kondisi
yang dengan sengaja dirancang bagi kehidupan. Ini adalah kebenaran bagi kehidupan
secara umum dan bagi manusia khususnya.
Bumi adalah
lingkungan yang dengan sengaja telah dirancang.
Suhu Bumi
Suhu dan
atmosfer adalah unsur penting pertama bagi kehidupan di bumi. planet biru ini
memiliki dua hal, baik suhu yang memungkinkan untuk hidup maupun atmosfer yang
dapat digunakan makhluk hidup untuk bernapas, khususnya bagi makhluk hidup yang
kompleks seperti manusia. Namun, dua faktor yang sama sekali berbeda ini telah
ada sebagai akibat dari kondisi yang ternyata ideal bagi keduanya.
Salah satu
kondisi ideal ini adalah jarak antara bumi dan matahari. Bumi tidak akan
menjadi tempat kehidupan seandainya lebih dekat ke matahari seperti Venus atau
lebih jauh seperti Yupiter: Molekul berbasis karbon hanya mampu bertahan pada
suhu antara -20oC dan 120oC, dan bumi satu-satunya planet dengan suhu rata-rata
dalam batas tersebut.
Ketika
seseorang memandang alam semesta sebagai suatu keselu-ruhan, mendapati rentang
suhu sesempit ini merupakan hal yang sangat sulit karena suhu di seluruh alam
semesta bervariasi dari beberapa juta derajat pada bintang terpanas hingga nol
mutlak (-273oC). Dalam selang suhu yang begitu lebar, toleransi suhu yang
memungkinkan adanya kehi-dupan sungguh sempit; namun bumi memilikinya.
Ahli
geologi Amerika, Frank Press dan Raymond Siever, menunjuk-kan keistimewaan suhu
rata-rata di bumi. Mereka menyatakan, “kehi-dupan seperti yang kita ketahui
hanya mungkin terjadi pada selang suhu yang sangat sempit. Selang suhu ini
mungkin hanya 1 atau 2 persen dari selang suhu antara nol mutlak dan suhu
permukaan matahari.” 57
Terjaganya
selang suhu ini juga berkaitan dengan jumlah panas yang dipancarkan matahari,
di samping jarak bumi dengan matahari. Menurut perhitungan, penurunan 10% saja
dari panas yang dipancarkan matahari akan membuat permukaan bumi ditutupi
lapisan es setebal beberapa me-ter, dan andaikan panas yang dipancarkan
matahari naik sedikit saja, seluruh makhluk hidup akan hangus dan mati.
Tidak saja
suhu rata-rata harus ideal: Panas yang tersedia harus tersebar cukup merata ke seluruh
planet. Sejumlah kondisi khusus telah diciptakan untuk memastikan hal ini
benar-benar terjadi.
Sumbu
rotasi bumi miring 23o27' terhadapbidang ecliptic (garis edar bumi mengitari
matahari). Kemiringan ini mencegah panas berlebihan pada atmosfer di wilayah
antara kutub dan khatulistiwa, membuat suhu menjadi lebih sedang. Jika
kemiringan ini tidak ada, perubahan suhu an-tara kutub dan khatulistiwa akan
jauh lebih tinggi dan daerah bersuhu sedang (temperate zone) tidak akan
ada—atau tidak dapat ditinggali.
Kecepatan
rotasi bumi pada sumbunya juga menjaga penyebaran panas menjadi seimbang. Bumi
melakukan satu rotasi penuh dalam 24 jam menghasilkan periode pergantian terang
dan gelap cukup singkat. Karena periode ini singkat, perubahan panas antara
sisi terang dan gelap cukup rendah. Pentingnya hal ini dapat dilihat dalam
contoh ekstrem planet Merkurius, di mana siang lebih dari setahun dan perbedaan
suhu antara siang dan malam mendekati 1.000oC.
Geografi
bumi juga membantu menyebarkan panas secara merata di seluruh permukaan bumi.
Terdapat perbedaan suhu sekitar 100oC antara kutub dan khatulistiwa. Jika
perbedaan suhu sebesar ini terjadi pada daerah yang benar-benar rata, hasilnya
adalah angin dengan kecepatan mencapai 1.000 km per jam menyapu segala sesuatu
yang dilaluinya. Namun, bumi dipenuhi penghalang berupa bentukan alam yang
meng-hambat perpindahan cepat udara yang dihasilkan oleh perbedaan suhu itu.
Penghalang ini berupa pegunungan, seperti yang membentang antara Pasifik di
timur dan Atlantik di barat, dimulai dari Himalaya di Cina dan dilanjutkan
dengan Pegunungan Taurus di Anatolia dan Alpen di Eropa. Di laut, kelebihan
panas di daerah katulistiwa dipindahkan ke utara dan selatan berkat kemampuan
air yang luar biasa untuk meng-hantarkan dan melepaskan panas.
Pada saat
yang sama, terdapat sejumlah sistem otomatis yang mem-bantu menjaga suhu
atmosfer seimbang. Misalnya, saat suhu di suatu wilayah naik, laju penguapan
air akan meningkat, menyebabkan ter-bentuknya awan. Awan ini memantulkan lebih
banyak cahaya kembali ke angkasa, mencegah peningkatan suhu udara dan permukaan
di bawahnya.
Massa dan Medan Magnet Bumi
Ukuran bumi
tidak kalah penting bagi kehidupan daripada jarak bumi dengan matahari,
kecepatan rotasi dan bentukan-bentukan di per-mukaan bumi. Memperhatikan planet
lain, kita melihat rentang ukuran yang lebar: Merkurius lebih kecil daripada
sepersepuluh bumi, sementara Yupiter 318 kali lebih besar. Apakah ukuran bumi
dibandingkan dengan planet lain kebetulan? Ataukah suatu kesengajaan?
Ketika kita
mengamati ukuran bumi, dengan mudah kita melihat bawa planet kita dirancang
untuk sebesar bumi ini sekarang. Ahli geologi Amerika Frank Press dan Raymond
Siever memberikan komentar ten-tang “ketepatan” ukuran bumi:
Dan ukuran
bumi begitu tepat—tidak terlalu kecil sehingga kehilangan atmosfernya, karena
gravitasi yang kecil gagal mencegah gas lepas ke ang-kasa, dan tidak terlalu
besar sehingga gravitasinya menahan begitu banyak atmosfer, termasuk gas yang
berbahaya.58
Selain
massa bumi, susunan perut bumi juga dirancang khusus. Dise-babkan intinya, bumi
memiliki medan magnet kuat yang berperan pen-ting dalam menjaga kelangsungan
hidup. Menurut Press dan Siever:
Perut bumi
luar biasa besarnya, namun merupakan mesin penghasil panas yang diseimbangkan
secara rumit dengan bahan bakar radioaktif.… Andai-kan bekerja lebih lambat,
aktivitas geologi akan berjalan lebih lambat. Besi mungkin tidak mencair dan
terbenam membentuk inti cair, dan medan mag-net tidak pernah terbentuk.…Andaikan
lebih banyak bahan radioaktif, dan mesin bekerja lebih cepat, gas dan debu
vulkanik tentu telah menghalangi matahari, sehingga atmosfer menjadi pekat
mematikan, dan permukaan bu-mi diguncang oleh gempa dan letusan gunung api
setiap hari.59
Medan magnet
yang dibicarakan ahli geologi ini berperan penting bagi kehidupan. Medan magnet
ini berasal dari struktur inti bumi. Inti bu-mi terdiri dari unsur-unsur berat
seperti besi dan nikel yang mampu me-nahan muatan magnet. Inti dalam berbentuk
padat sementara inti luar cair. Dua lapis inti bergerak saling mengitari, dan
gerakan inilah sumber medan magnet bumi. Menyebar jauh di atas permukaan, medan
ini melindungi bumi dari radiasi merusak yang berasal dari angkasa luar.
Radiasi dari bintang selain matahari tidak dapat melewati perisai ini. Sabuk
Van Allen, yang medan magnetnya merentang hingga 18.000 km dari bumi,
melindungi bola ini dari energi mematikan.
Diperkirakan
bahwa awan plasma yang terjebak Sabuk Van Allen terkadang mencapai energi yang
besarnya 100 miliar kali lebih besar daripada bom nuklir yang menimpa
Hiroshima. Radiasi dari langit mungkin sama merusaknya. Tetapi medan listrik
bumi, hanya melolos-kan 0,1% radiasi tersebut dan ini diserap oleh atmosfer.
Energi listrik yang diperlukan untuk menciptakan dan mempertahankan medan
listrik sebesar ini mencapai miliaran Ampere, sebanyak yang dibangkitkan umat
manusia sepanjang sejarah.
Jika
perisai pelindung ini tidak ada, kehidupan telah dimusnahkan oleh radiasi
mematikan dari waktu ke waktu dan mungkin tak pernah ter-wujud sama sekali.
Namun seperti yang diungkapkan Press dan Siever, inti bumi telah dirancang
dengan tepat untuk menjaga planet ini tetap aman.
“Dan
Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka
berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.”
(QS. Al Anbiyaa’, 21: 32) !
Ketepatan Atmosfer
Seperti
yang kita saksikan, sifat fisik bumi—massa, struktur, suhu, dan
seterusnya—begitu tepat bagi kehidupan. Namun, sifat-sifat itu saja tidak cukup
untuk memungkinkan kehidupan ada di bumi. Faktor pen-ting lain adalah susunan
atmosfer.
Telah
dikemukakan sebelumnya bagaimana film-film fiksi-ilmiah terkadang menyesatkan
orang. Salah satu contohnya adalah betapa mu-dahnya petualang dan pengembara
luar angkasa menemukan planet-planet dengan atmosfer yang memungkinkan untuk
bernafas: Mereka tampaknya ada di mana-mana. Andaikan kita dapat menjelajah
ruang angkasa yang sebenarnya, kita akan menemukan ini sama sekali salah:
Kemungkinan planet lain memiliki atmosfer yang dapat dihirup untuk bernafas
sangat tidak mungkin. Ini karena atmosfer bumi telah dirancang khusus untuk
menopang kehidupan dengan sejumlah cara yang penting.
Atmosfer
bumi terdiri dari 77% nitrogen, 1% oksigen, dan 1% karbon-dioksida. Mari kita mulai
dari gas yang paling penting, yakni oksigen. Oksigen begitu penting bagi
kehidupan, karena gas ini terlibat dalam sebagian besar reaksi kimia yang
melepaskan energi yang dibutuhkan setiap makhluk hidup.
Senyawa
karbon bereaksi dengan oksigen. Hasil reaksi ini adalah air, karbondioksida,
dan energi. Ikatan kecil energi yang disebut ATP (adeno-sine triphosphate),
yang digunakan oleh sel hidup dihasilkan dari reaksi ini. Karena inilah kita
selalu memerlukan oksigen untuk hidup, dan bernafas untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
Hal yang
menarik dari kejadian ini adalah bahwa kadar oksigen dalam udara yang kita
hirup telah dengan tepat disesuaikan. Michael Denton menulis tentang hal ini:
Dapatkah
atmosfer mengandung lebih banyak oksigen dan masih mampu menopang kehidupan?
Tidak! Oksigen adalah unsur yang sangat mudah bereaksi. Bahkan kandungan
oksigen dalam atmosfer saat ini, 21%, adalah mendekati batas-atas keselamatan
untuk kehidupan pada suhu lingkungan. Kemungkinan kebakaran hutan tersulut naik
70% untuk setiap penambah-an 1% oksigen di atmosfer.60
Menurut
ahli biokimia dari Inggris, James Lovelock:
(Kandungan
oksigen) di atas 25%, sedikit sekali dari tumbuhan saat ini yang mampu bertahan
dari amukan api yang memusnahkan hutan hujan tropis dan padang lumut kutub....
Kandungan oksigen saat ini adalah pada titik di mana risiko dan keuntungan
tepat seimbang.61
Bahwa kadar
oksigen di atmosfer saat ini bertahan pada nilai yang tepat, adalah berkat
sistem “daur ulang” yang luar biasa: Binatang terus-menerus menghirup oksigen
dan menghasilkan karbondioksida, yang bagi mereka tidak dapat digunakan untuk
bernafas. Tumbuhan mela-kukan tepat sebaliknya: Mereka menghirup karbondioksida
yang mereka perlukan untuk hidup, dan sebaliknya mengeluarkan oksigen. Berkat
sistem ini, kehidupan terus berlanjut. Tumbuhan melepaskan jutaan ton oksigen
ke atmosfer setiap hari.
Tanpa
kerjasama dan keseimbangan dari dua kelompok makhluk hidup yang berbeda ini,
planet kita tidak mungkin dijadikan tempat hidup. Misalnya, jika makhluk hidup
hanya menghirup karbondioksida dan melepaskan oksigen, maka atmosfer bumi akan
jauh mempermudah pembakaran daripada saat ini, dan bahkan percikan api kecil
dapat me-nyebabkan kebakaran yang dahsyat. Sebaliknya, jika seluruh makhluk
menghirup oksigen dan melepaskan karbondioksida, kehidupan pada akhirnya akan
musnah ketika seluruh oksigen telah habis digunakan.
Kenyataannya,
atmosfer berada dalam keadaan seimbang, di mana seperti diungkapkan Lovelock,
risiko dan keuntungan tepat seimbang.
Aspek lain
dari atmosfer adalah kerapatannya, yang telah disesuaikan dengan tepat sekali
bagi kita untuk bernafas.
Atmosfer dan Pernapasan
Kita
bernafas setiap saat. Kita secara terus-menerus menghirup udara ke dalam
paru-paru dan mengeluarkannya. Kita begitu sering melaku-kannya sampai
menganggapnya hal yang biasa. Kenyataannya, perna-pasan adalah proses yang
sangat rumit.
Sistem
tubuh kita dirancang sedemikian sempurna sampai kita tidak perlu memikirkan
pernafasan. Tubuh kita memperkirakan berapa ba-nyak oksigen yang diperlukan,
dan mengatur pengiriman dengan jumlah yang tepat baik ketika kita sedang
berjalan, berlari, membaca buku, atau tidur. Penyebab begitu pentingnya
pernafasan adalah karena berjuta-juta reaksi yang harus tetap berlangsung dalam
tubuh untuk menjaga kelang-sungan hidup kita, semuanya memerlukan oksigen.
Kemampuan
Anda untuk membaca buku ini adalah berkat berjuta-juta sel retina di dalam mata
yang terus-menerus dicatu dengan energi yang diturunkan dari oksigen. Demikian
juga, seluruh jaringan tubuh kita dan sel yang membentuknya memperoleh energi
dari “pembakaran” senyawa karbon oleh oksigen. Hasil pembakaran
ini—karbondioksida—
harus
dikeluarkan dari tubuh. Jika kadar oksigen dalam aliran darah tu-run drastis,
tubuh akan lemah; dan jika kekosongan oksigen berlangsung lebih dari beberapa
menit, akibatnya adalah kematian.
Dan itulah
sebabnya kita bernafas. Ketika kita menarik nafas, oksigen membanjiri sekitar
300 juta ruang kecil dalam paru-paru kita. Pembuluh darah kapiler yang melekat
pada ruang ini menyerap oksigen dalam se-kejap dan membawanya, mula-mula ke
jantung, lantas diteruskan ke seluruh bagian tubuh. Sel tubuh kita menggunakan
oksigen ini, dan me-lepaskan karbondioksida ke dalam darah, yang membawanya
kembali ke paru-paru, di mana zat ini kemudian dikeluarkan. Seluruh proses
memer-lukan waktu tak lebih dari setengah detik: Oksigen “bersih” masuk dan
karbon dioksida “kotor” keluar.
Anda
mungkin bertanya-tanya mengapa ada begitu banyak (300 juta) ruang kecil dalam
paru-paru. Mereka ada untuk memperluas permukaan yang bersinggungan dengan
udara. Mereka dengan hati-hati dilipat agar menduduki tempat sekecil mungkin;
andaikan tidak dilipat, hasilnya cukup untuk menutup lapangan tenis.
Ada hal
lain yang harus diingat. Ruang kecil dalam paru-paru dan pembuluh kapiler yang
melekat padanya telah dirancang begitu kecil dan sempurna untuk meningkatkan
laju pertukaran oksigen dan karbon-dioksida. Namun rancangan yang sempurna ini
bergantung kepada faktor lain: kerapatan, viskositas (kekentalan), dan tekanan
udara harus tepat agar udara dapat bergerak masuk dan keluar paru-paru dengan
benar.
Pada
ketinggian sejajar permukaan laut, tekanan udara adalah 760 mm air raksa dan
kerapatannya sekitar 1 gram/liter. Masih pada keting-gian sejajar permukaan
laut, viskositas udara sekitar 50 kali dari air. Anda mungkin menganggap angka
ini tidak penting namun angka ini sangat menentukan hidup kita, sebab seperti
diungkapkan Michael Denton:
Komposisi
keseluruhan dan sifat umum dari atmosfer—kerapatan-nya, viscositasnya,
tekanannya, dan lain-lainnya—harus sama seperti sekarang ini, khususnya bagi makhluk
yang menghirup udara.62
Ketika
bernapas, paru-paru menggunakan energi untuk melawan gaya yang disebut
“hambatan udara”. Gaya ini adalah hasil dari keeng-ganan udara untuk berpindah.
Namun berkat sifat fisik atmosfer, ham-batan ini cukup lemah sehingga paru-paru
dapat menarik masuk dan mendorong keluar udara dengan menggunakan energi
minimum. Jika keengganan udara lebih besar, paru-paru akan dipaksa untuk
bekerja le-bih keras agar mampu bernapas. Ini dapat dijelaskan dengan satu
contoh. Menyedot air ke dalam jarum suntik itu mudah, namun menyedot madu jauh
lebih sulit. Penyebabnya adalah madu lebih rapat daripada air dan juga lebih kental.
Andaikan
kerapatan, viskositas dan tekanan udara lebih besar, bernapas akan sesulit
menyedot madu ke dalam jarum suntik. Seseorang mungkin mengatakan, “Itu mudah
dibetulkan. Kita hanya perlu memper-besar lubang jarum suntik untuk
meningkatkan laju aliran”. Namun jika kita melakukannya, dalam kasus pembuluh
kapileri dalam paru-paru, hasilnya akan menurunkan luas permukaan yang
bersinggungan dengan udara, yang menyebabkan berkurangnya pertukaran oksigen
dan kar-bondioksida pada waktu yang sama, dan kebutuhan pernapasan tubuh tidak
terpenuhi. Dengan kata lain, nilai masing-masing kerapatan, visko-sitas dan
tekanan udara harus berada dalam batas tertentu agar dapat digunakan untuk
bernafas, dan nilai-nilai tersebut dalam udara yang kita hirup adalah nilai yang
tepat.
Michael
Denton mengomentari hal ini dengan:
Sudah jelas
bahwa andaikan salah satu dari viskositas atau kera-patan udara lebih besar,
hambatan udara tidak akan memungkinkan un-tuk bernapas, dan tidak ada rancangan
sistem pernapasan lain yang akan mampu mengantarkan oksigen yang cukup bagi
makhluk hidup yang menghirup udara dengan metabolisme yang aktif.... Dengan
memper-kirakan seluruh kemungkinan tekanan atmosfer terhadap kan-dungan oksigen
yang mungkin, menjadi jelas bahwa hanya ada satu wilayah unik... di mana
berbagai kondisi untuk kehidupan terpenuhi.... Ini tentunya hal yang luar biasa
penting bahwa beberapa kondisi menentukan terpenuhi pada sebuah daerah yang
sempit ini dari semua kemungkinan keadaan atmosfer.63
Nilai
numerik dari atmosfer bukan hanya kita perlukan untuk ber-napas, namun
menentukan bagi planet Biru kita untuk tetap biru. Jika te-kanan atmosfer di
atas permukaan laut jauh lebih kecil dari nilai sekarang, laju penguapan air
akan jauh lebih tinggi. Air yang meningkat dalam atmosfer akan mengakibatkan
“efek rumah kaca” menjebak lebih banyak panas dan meningkatkan suhu rata-rata
bumi. Sebaliknya, jika tekanan jauh lebih tinggi, laju penguapan air akan
turun. (Akibatnya air di laut tetap berada di laut, air di daratan akan mengalir
ke laut), membuat sebagian planet menjadi gurun pasir.
Seluruh
keseimbangan yang diatur dengan tepat ini menunjukkan atmosfer kita telah
dengan sengaja dirancang dengan teliti sehingga me-mungkinkan kehidupan di
bumi. Ini adalah kenyataan yang ditemukan dengan ilmu pengetahuan dan kembali
menunjukkan kepada kita, bahwa alam semesta bukanlah kumpulan acak materi yang
terjadi secara kebe-tulan. Tidak diragukan lagi terdapat Pencipta yang mengatur
alam semes-ta, membentuk materi sesuai kehendak-Nya, menguasai seluruh galaksi,
bintang dan planet di bawah keagungan-Nya.
Kekuasaan
agung, sebagaimana Al Quran menyebutkan kepada kita, adalah milik Allah,
Penguasa seluruh semesta.
Dan planet
Biru tempat kita hidup adalah telah dirancang secara khusus dan “disempurnakan”
oleh Allah bagi manusia sebagaimana disebutkan dalam Al Quran (QS.
An-Naazi’aat, 79: 30). Ada ayat lain mengungkapkan bahwa Allah telah
menciptakan bumi bagi manusia untuk hidup:
“Allah
lah yang manjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan
membentuk kamu lalu membaguskan rupa-mu serta memberi kamu rezeki dengan
sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Mahaagung
Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al Mu’min, 40: 64) !
“Dialah
yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berja-lanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah
kamu (kembali setelah) dibang-kitkan.” (QS. Al Mulk, 67:15) !
Keseimbangan yang Memungkinkan Kehidupan
Hal-hal
yang telah kita bahas sejauh ini hanyalah sedikit dari keseim-bangan rumit yang
begitu menentukan bagi kehidupan di bumi. Mempe-lajari bumi, kita dapat
menyusun daftar “faktor yang menentukan bagi kehidupan” sepanjang yang kita
mau. Ahli astronomi Amerika membuat daftarnya sendiri:
Gravitasi
di Permukaan:
- Jika lebih kuat: atmosfer menahan terlalu
banyak amonia dan methana.
- Jika lebih lemah: atmosfer planet akan terlalu
banyak kehilangan air.
Jarak
dengan Bintang Induk (Matahari):
- Jika lebih jauh: planet akan terlalu dingin
bagi siklus air yang stabil.
- Jika lebih dekat: planet akan terlalu panas
bagi siklus air yang stabil.
Ketebalan
Kerak Bumi:
- Jika lebih tebal: terlalu banyak oksigen
berpindah dari atmosfer ke kerak bumi.
- Jika lebih tipis: aktivitas tektonik dan
vulkanik akan terlalu besar.
Periode
Rotasi:
- Jika lebih lama: perbedaan suhu pada siang dan
malam hari terlalu besar.
- Jika lebih cepat: kecepatan angin pada atmosfer
terlalu tinggi.
Interaksi
Gravitasi dengan Bulan:
- Jika lebih besar: efek pasang-surut pada laut,
atmosfer dan periode rotasi semakin merusak.
- Jika lebih kecil: perubahan tidak langsung pada
orbit menyebab-kan ketidakstabilan iklim.
Medan
Magnet:
- Jika lebih kuat: badai elektromagnetik terlalu
merusak.
- Jika lebih lemah: kurang perlindungan dari
radiasi yang mem-bahayakan dari bintang.
Albedo
(Perbandingan antara cahaya yang dipantulkan dengan yang diterima pada
permukaan):
- Jika lebih besar: zaman es tak terkendali akan
terjadi.
- Jika lebih kecil: efek rumah kaca tak
terkendali akan terjadi.
Perbandingan
Oksigen dengan Nitrogen di Atmosfer:
- Jika lebih besar: fungsi hidup yang maju
berjalan terlalu cepat.
- Jika lebih kecil: fungsi hidup yang maju
berjalan terlalu lambat.
Kadar
Karbondioksida dan Uap Air dalam Atmosfer:
- Jika lebih besar: efek rumah kaca tak
terkendali akan terjadi.
- Jika lebih kecil: efek rumah kaca tidak
memadai.
Kadar Ozon
dalam Atmosfer:
- Jika lebih besar: suhu permukaan bumi terlalu
rendah.
- Jika lebih kecil: suhu permukaan bumi terlalu
tinggi; terlalu banyak radiasi ultraviolet.
Aktivitas
Gempa:
- Jika lebih besar: terlalu banyak makhluk hidup
binasa.
- Jika lebih kecil: bahan makanan di dasar laut
(yang dihanyutkan aliran sungai) tidak akan didaur ulang ke daratan melalui
peng-angkatan tektonik.64
Ini hanya
sebagian “keputusan rancangan” yang harus dibuat agar kehidupan ada dan
bertahan. Namun sesedikit ini pun cukup untuk menunjukkan bahwa keberadaan bumi
bukan karena kebetulan, tidak juga terbentuk oleh serangkaian kejadian acak.
Hal
tersebut dan detail lain yang tak berhingga meyakinkan kembali kebenaran yang
sederhana dan murni: Allah dan hanya Allah yang men-ciptakan alam semesta,
bintang, planet, pegunungan, dan laut dengan sempurna, memberikan kehidupan
bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, dan menempatkan ciptaan-Nya di bawah
kendali manusia. Allah dan hanya Allah, sumber pengampunan dan kekuasaan, cukup
berkekuatan untuk menciptakan sesuatu dari kehampaan.
Ciptaan
Allah yang sempurna ini dijelaskan dalam Al Quran sebagai:
“Apakah
kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membinanya. Dia
meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya. Dan Dia menjadikan malamnya
gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu
dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan)
tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipan-cangkan-Nya dengan teguh. (Semua
itu) untuk kesenanganmu dan binatang-binatang ternakmu.” (QS. An-Naazi’aat, 79:
27-33) !
Picture
Text
“Allah
menciptakan langit dan bumi dengan hak. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang mukmin.” (QS. Al 'Ankabuut, 29:
44)
Bahkan
Mars, satu-satunya planet lain di tata surya yang secara fisik mendekati bumi,
tak lebih dari bola batu yang kering dan tandus.
PERMUKAAN VENUS YANG MEMBARA
Temperatur
permukaan Venus dapat mencapai 450oC, yang cukup untuk melelehkan timah.
Permukaan planet ini mirip bola api berselimut lahar. Atmosfernya dipenuhi asam
belerang dan hujan asam belerang turun terus-menerus. Tekanan atmosfer di
permukaannya 90 kali lebih besar daripada tekanan atmosfer bumi: setara dengan
tekanan pada kedalaman 1.000 meter di bawah permukaan laut.
Tidak
seperti 63 planet utama beserta satelit lain dalam tata surya kita, bumi adalah
satu-satunya planet yang memiliki atmosfer, suhu lingkungan dan permukaan yang
cocok bagi kehidupan. Meskipun air, kebutuhan utama kehidupan, tidak ditemukan
di tempat lain dalam tata surya kita, tiga-perempat permukaan bumi dipenuhi
air.
Banyak
faktor yang sama sekali berbeda seperti jarak antar bumi dan matahari,
kecepatan rotasi, kemiringan terhadap sumbu, dan bentukan alam di permukaannya,
semuanya bergabung untuk memastikan bahwa bumi kita dipanaskan dengan cara yang
tepat untuk kehidupan, dan panas ini disebarkan secara merata.
Di pusat
bumi terdapat sejenis mesin pembangkit panas yang diatur sedemikian tepat
sehingga cukup kuat untuk menghasilkan medan magnet namun tidak terlalu kuat
untuk menenggelamkan kerak bumi di atas lava.
Atmosfer
bumi terlihat dari atas oleh astronot NASA ketika melintasi Filipina.
Bahkan
peningkatan 5% oksigen dalam atmosfer bumi akan menyebabkan kebakaran yang
membinasakan sebagian besar hutan yang ada.
BAB 6
RANCANGAN PADA CAHAYA
Sungguh
luar biasa bahwa radiasi dari matahari (dan dari banyak rangkaian bintang)
harus termampatkan dalam pita spektrum elektromagnetik yang sangat sempit
sehingga memancarkan radiasi yang tepat bagi kesinambungan seluruh kehidupan di
bumi.
Ian
Campbell, Fisikawan dari Inggris65
Matahari
mungkin sesuatu yang paling sering kita lihat se-panjang hidup kita. Kapan pun
kita menengadahkan muka ke langit di siang hari, kita bisa melihat sinarnya
yang menyilau-kan. Jika seseorang bertanya, “Apa manfaat matahari?” mungkin
kita akan menjawab tanpa berpikir sama sekali bahwa matahari memberi kita
cahaya dan panas. Jawaban tersebut, meskipun dangkal, sesungguhnya benar.
Akan
tetapi, apakah matahari hanya “kebetulan saja” memancarkan cahaya dan panas
bagi kita? Apakah ini ketidaksengajaan dan tanpa terencana? Atau apakah
matahari khusus dirancang bagi kita? Mungkin-kah bola api yang dahsyat di
langit ini menjadi “lampu” raksasa yang diciptakan untuk memenuhi dengan tepat
kebutuhan kita?
Penelitian
terkini menunjukkan bahwa jawaban untuk dua perta-nyaan terakhir adalah “ya”.
“Ya”, karena pada sinar matahari ada rancangan yang memicu ketakjuban.
Panjang Gelombang yang Tepat
Cahaya dan
panas adalah dua perwujudan berbeda radiasi elektro-magnetik. Dalam semua
perwujudannya, radiasi elektromagnetik me-rambat di ruang angkasa dalam
gelombang yang serupa dengan gelom-bang yang terbentuk ketika sebuah batu
dilemparkan ke danau. Riak air yang terbentuk oleh batu itu dapat memiliki
ketinggian yang berbeda, dan jarak antarpuncak riak mungkin bervariasi pula.
Demikian juga ra-diasi elektromagnetik, dapat memiliki panjang gelombang yang
berbeda.
Namun,
analogi ini sebaiknya tidak diambil terlalu jauh karena ada perbedaan yang
sangat besar dalam panjang gelombang radiasi elektro-magnetik. Beberapa di
antaranya memiliki panjang beberapa kilometer sedangkan lainnya lebih pendek
dari sepermiliar sentimeter, dan panjang gelombang lain dapat ditemukan pada
spektrum kontinu dan tanpa ter-sela di antara kedua angka ini. Untuk
mempermudah, para ilmuwan membagi spektrum ini berdasarkan panjang gelombang,
dan mereka memberi nama berbeda bagi setiap bagian. Misalnya, radiasi dengan
panjang gelombang terpendek (sepertriliun sentimeter) disebut “sinar Gamma”;
sinar Gamma memiliki energi yang sangat besar. Panjang ge-lombang terpanjang
disebut “gelombang radio”; gelombang ini panjang-nya mencapai beberapa
kilometer namun membawa energi sangat kecil (karena kandungan energi ini,
gelombang radio sama sekali tidak ber-bahaya bagi kita, sementara terpapar
sinar Gamma bisa berakibat fatal). Cahaya adalah sebuah bentuk radiasi
elektromagnetik yang terletak di antara kedua ekstrem panjang gelombang
tersebut.
Hal pertama
untuk diperhatikan tentang spektrum elektromagnetik adalah betapa lebarnya
spektrum tersebut: Panjang gelombang terpan-jang adalah 1025 kali ukuran
panjang gelombang terpendek. Jika ditulis secara lengkap, 1025 tampak seperti
di bawah ini:
10. 000. 000. 000. 000. 000. 000. 000. 000
Angka sebesar itu tidak berarti dengan
sendirinya. Mari kita membu-at beberapa perbandingan.
Misalnya, 4
miliar tahun (perkiraan umur bumi) berarti sama dengan sekitar 1017 detik. Jika
Anda ingin menghitung dari 1 sampai 1025, dan melakukannya dengan kecepatan
satu angka per detik tanpa berhenti, siang dan malam, penghitungan ini akan
menghabiskan waktu 100 juta kali lebih lama daripada umur bumi itu sendiri!
Jika kita menyusun tum-pukan 1025 lembar kartu, kita akan mendapatkan tumpukan
yang meren-tang mencapai separo alam semesta yang teramati.
Ini
merupakan spektrum sangat lebar yang di dalamnya tersebar panjang gelombang
berbeda-beda dari energi elektromagnetik alam se-mesta. Sekarang, yang menarik
tentang hal ini adalah bahwa energi elek-tromagnetik yang diradiasikan oleh
matahari kita berada pada bagian spektrum yang sangat, sangat sempit. Sebanyak
70% radiasi matahari mempunyai panjang gelombang antara 0,3 dan 1,5 mikron, dan
dalam pita sempit tersebut terdapat tiga jenis cahaya: cahaya tampak, cahaya
infra-merah-dekat, dan cahaya ultraviolet.
Tiga jenis
cahaya itu tampaknya sudah cukup, namun gabungan ketiganya merupakan bagian
yang hampir tidak berarti dibandingkan keseluruhan spektrum. Ingat 1025 kartu
yang merentang sejauh separo alam semesta? Dibandingkan dengan seluruhnya,
lebar pita cahaya yang diradiasikan matahari sama dengan satu kartu saja!
Mengapa
cahaya matahari dibatasi pada cakupan yang begitu sem-pit?
Jawaban
pertanyaan itu sangat penting karena satu-satunya radiasi yang mampu mendukung
kehidupan di bumi adalah radiasi dengan panjang gelombang yang berada dalam
batas sempit ini.
Dalam buku
Energy and the Atmosphere, fisikawan dari Inggris, Ian Campbell, menjawab
pertanyaan ini dan menyatakan, “Sungguh luar biasa bahwa radiasi dari matahari
(dan dari banyak rangkaian bintang) harus termampatkan dalam pita spektrum
elektromagnetik yang sangat sempit sehingga memancarkan radiasi yang tepat bagi
kesinambungan seluruh kehidupan di bumi.” Menurut Campbell, situasi ini
“menakjub-kan”.66
Sekarang,
mari kita mencermati “rancangan cahaya yang menakjub-kan” ini.
Dari Ultraviolet ke Inframerah
Telah
disebutkan, terdapat selisih 1:1025 dalam ukuran panjang ge-lombang
elektromagnetik terpanjang dan terpendek. Telah disebutkan pula bahwa kandungan
energi bergantung pada panjang gelombang: panjang gelombang lebih pendek
mengandung energi lebih besar dari-pada panjang gelombang lebih panjang.
Perbedaan lainnya menge-nai bagaimana radiasi pada panjang gelombang yang
berbeda berinteraksi dengan materi.
Bentuk-bentuk
radiasi terpendek disebut (dengan urutan panjang gelombang meningkat) “sinar
gamma”, “sinar X”, dan “sinar ultraviolet”. Semua radiasi ini memiliki
kemampuan membelah atom karena kan-dungan energinya yang begitu besar. Ketiga
radiasi tersebut dapat me-nyebabkan molekul-molekul khususnya molekul organik
terurai. Dam-paknya, ketiga radiasi tersebut menguraikan materi pada level atom
atau molekul.
Radiasi
dengan panjang gelombang lebih panjang daripada cahaya tampak dimulai dari
inframerah, dan melebar hingga gelombang radio. Pengaruh radiasi ini terhadap
materi kurang serius karena energinya tidak terlalu besar.
“Pengaruh
terhadap materi” tersebut berkaitan dengan reaksi kimia. Sejumlah reaksi kimia
yang penting dapat terjadi hanya jika energi di-tambahkan pada reaksi tersebut.
Energi yang dibutuhkan untuk memu-lai reaksi kimia disebut “ambang batas energi
(energy threshold)”. Jika energi kurang dari ambang batas ini, reaksi tidak
akan pernah dimulai dan jika energi lebih besar, tidak ada gunanya: dalam kedua
kasus, energi akan terbuang.
Dalam
keseluruhan spektrum elektromagnetik, hanya terdapat satu pita kecil yang
mempunyai energi sesuai dengan ambang batas energi. Panjang gelombangnya
berkisar antara 0,7 mikron dan 0,4 mikron, dan jika Anda ingin melihatnya, Anda
bisa: hanya dengan menengadahkan kepala dan melihat sekeliling, dan ini disebut
“cahaya tampak”. Radiasi ini menyebabkan terjadinya reaksi kimia dalam mata
Anda, dan karena itulah Anda dapat melihat.
Radiasi
yang disebut sebagai “cahaya-tampak” membentuk 41% cahaya matahari, meskipun
radiasi ini menempati kurang dari 1/1025 dari keseluruhan spektrum
elektromagnetik. Dalam artikelnya yang terkenal, “Life and Light”, pada
Scientific American, fisikawan terkenal, George Wald, mengupas masalah ini dan
menulis, “Radiasi yang berguna untuk memulai reaksi kimia yang teratur terdiri
dari sebagian besar radiasi matahari kita.”67 Bahwa matahari harus meradiasikan
cahaya yang begitu tepat untuk kehidupan, benar-benar merupakan contoh
rancangan yang luar biasa.
Apakah sisa
cahaya yang diradiasikan matahari ada gunanya?
Ketika kita
mengamati bagian cahaya ini, kita mendapati bahwa sebagian besar radiasi
matahari yang jatuh di luar rentang cahaya tampak berada pada bagian spektrum
yang disebut “inframerah-dekat”. Infra-merah-dekat dimulai setelah cahaya
tampak berakhir dan sekali lagi, meliputi bagian yang sangat kecil dari
keseluruhan spektrum kurang dari 1/1025. 68
Apakah
sinar inframerah berguna? Ya, namun kali ini tidak ada gu-nanya mengamati
sekeliling karena Anda tidak dapat melihatnya de-ngan mata telanjang. Tetapi,
Anda dengan mudah dapat merasa-kannya: Kehangatan yang Anda rasakan pada wajah
saat memandang matahari yang bersinar pada musim panas atau musim semi
disebabkan oleh radiasi inframerah dari matahari.
Radiasi
inframerah matahari adalah radiasi yang membawa energi panas, yang menjaga bumi
tetap panas. Radiasi ini juga penting bagi ke-hidupan seperti halnya cahaya
tampak. Dan yang menarik adalah bahwa matahari kita agaknya diciptakan hanya
untuk melayani kedua tujuan ini, karena kedua jenis cahaya ini menyusun bagian
terbesar matahari.
Dan bagian
ketiga matahari? Apakah bermanfaat?
Anda boleh
yakin terhadapnya. Ini adalah “sinar ultra-violet-dekat” dan membentuk bagian
terkecil dari sinar matahari. Seperti semua sinar ultraviolet, sinar ini
berenergi tinggi dan dapat menyebabkan kerusakan sel hidup. Namun sinar
ultraviolet matahari merupakan jenis “paling kurang berbahaya” karena paling
dekat dengan cahaya tampak. Meski-pun paparan berlebihan terhadap sinar
ultra-violet matahari telah terbuk-ti menyebabkan kanker dan mutasi sel, sinar
ini memiliki satu manfaat: Sinar ultraviolet yang berada pada pita begitu
sempit ini69 diperlukan u-ntuk pembentukan vitamin D pada manusia dan binatang
bertulang bela-kang. (Vitamin D penting untuk pembentukan dan makanan tulang:
Tanpa vitamin D tulang menjadi lunak atau cacat, disebut penyakit rachitis yang
terjadi pada orang-orang yang tidak terkena cahaya mata-hari dalam waktu yang
sangat lama.)
Dengan kata
lain, semua radiasi yang dipancarkan oleh matahari penting bagi kehidupan:
tidak sedikit pun sia-sia. Yang menarik adalah bahwa semua radiasi ini dibatasi
pada cakupan 1/1025 dari keseluruhan spektrum elektromagnetik, namun cukup
untuk menjaga kita tetap hangat, bisa melihat, dan memungkinkan terjadinya
semua reaksi kimia yang diperlukan kehidupan.
Bahkan
kalaupun semua kondisi lain yang diperlukan kehidupan telah ada, jika cahaya
yang diradiasikan matahari jatuh pada bagian lain spektrum elektromagnetik,
maka tidak akan ada kehidupan di atas bumi ini. Sangat tidak mungkin
menjelaskan terpenuhinya persyaratan ini, yang memiliki kemungkinan 1 banding
1025, dengan logika kebetulan.
Dan kalau
semua ini belum cukup, cahaya melakukan hal lain: cahaya juga memungkinkan kita
kenyang!
Fotosintesis dan Cahaya
Fotosintesis
adalah sebuah proses kimia yang namanya dikenal hampir oleh semua orang yang
pernah bersekolah. Tetapi, kebanyakan orang tidak menyadari betapa sangat
pentingnya proses ini bagi kehi-dupan di atas bumi, atau misteri apa yang ada
di dalam proses ini.
Pertama,
mari kita lupakan ilmu kimia SMU kita, dan perhatikan rumus reaksi fotosintesis
ini:
6H2O + 6CO2 + cahaya matahari Z C6H12O6 + 6O2
Glukosa
Artinya: Air dan karbondioksida dan cahaya
matahari menghasilkan gula dan oksigen.
Secara
lebih terperinci, yang terjadi dalam reaksi kimia ini adalah, enam molekul air
(H2O) bergabung dengan enam molekul karbondiok-sida (CO2) dalam reaksi yang
mendapatkan energi dari sinar matahari. Saat reaksi selesai, hasilnya adalah
sebuah molekul glukosa (C6H12O6), gula sederhana yang merupakan elemen makanan
yang pen-ting, dan enam molekul gas oksigen (O2). Sebagai sumber semua makanan
di planet kita, glukosa mengandung energi yang sangat besar.
Walaupun
reaksi ini tampaknya sederhana, ternyata sangat rumit. Hanya ada satu tempat di
mana reaksi ini terjadi: pada tumbuh-tumbuh-an. Tumbuh-tumbuhan di dunia ini
menghasilkan makanan dasar bagi semua makhluk hidup. Setiap makhluk hidup
lainnya pada akhirnya mendapat asupan glukosa dengan berbagai cara. Binatang
herbivora me-makan tumbuh-tumbuhan secara langsung, dan binatang karnivora
me-makan tumbuh-tumbuhan dan/atau binatang lain. Manusia tidak terke-cuali:
Energi kita dihasilkan dari makanan yang kita makan dan berasal dari sumber yang
sama. Apel, kentang, coklat, atau steak, atau apa pun yang Anda makan
memberikan energi yang berasal dari matahari.
Akan
tetapi, fotosintesis penting untuk alasan lain. Reaksi ini meng-hasilkan dua
produk: Di samping glukosa, reaksi ini juga melepaskan enam molekul oksigen.
Yang terjadi di sini adalah bahwa tumbuh-tumbuhan selalu membersihkan atmosfer
yang terus-menerus “terpo-lusi” oleh makhluk bernapas manusia dan binatang,
yang energinya ber-asal dari pembakaran dengan oksigen, sebuah reaksi yang
menghasilkan karbondioksida. Jika tumbuh-tumbuhan tidak melepaskan oksigen,
penghirup oksigen akhirnya akan menghabiskan semua oksigen dalam atmosfer, dan
ini akan menjadi akhir bagi makhluk-makhluk tersebut. Alih-alih, oksigen di
atmosfer secara terus-menerus diperbarui oleh tum-buh-tumbuhan.
Tanpa
fotosintesis, kehidupan tumbuh-tumbuhan tidak akan ada; dan tanpa kehidupan
tumbuh-tumbuhan, tidak akan ada kehidupan bi-natang atau manusia. Reaksi kimia
yang mengagumkan ini, yang belum pernah ditiru laboratorium mana pun, terjadi
pada rerumputan yang Anda injak, dan pada pepohonan yang mungkin bahkan tidak
pernah Anda tengok. Ini juga pernah terjadi pada sayuran di atas piring makan
malam Anda. Ini merupakan salah satu proses dasar kehidupan.
Yang
menarik adalah betapa cermatnya rancangan proses fotosin-tesis ini. Ketika kita
mempelajarinya, tidak akan luput dari pengamatan kita bahwa ada keseimbangan
yang sempurna antara fotosintesis tum-buh-tumbuhan dan penggunaan energi oleh
penghirup oksigen. Tanam-an menyediakan glukosa dan oksigen. Penghirup oksigen
membakar glukosa dengan oksigen di dalam sel-sel mereka untuk mendapatkan
energi dan melepaskan karbondioksida dan air (dengan kata lain, mereka
membalikkan reaksi fotosintesis) yang digunakan tumbuh-tumbuhan untuk membuat
lebih banyak glukosa dan oksigen. Dan demikianlah pro-ses ini berlangsung,
sebuah siklus berkesinambungan yang disebut “sik-lus karbon”, dan siklus ini
digerakkan oleh energi dari matahari.
Untuk
melihat betapa sempurnanya siklus ini diciptakan, mari kita pusatkan sesaat
perhatian kita hanya pada salah satu unsur siklus tersebut: sinar matahari.
Pada bagian
pertama bab ini, kita membahas cahaya matahari, dan mendapati bahwa komponen
radiasinya dirancang secara khusus untuk memungkinkan kehidupan di bumi.
Mungkinkah matahari sengaja di-rancang juga untuk fotosintesis? Atau apakah
tumbuh-tumbuhan cukup fleksibel sehingga dapat melangsungkan reaksi ini tanpa
peduli cahaya apa pun yang mengenainya?
Ahli astronomi Amerika, George Greenstein
membahasnya dalam The Symbiotic Universe:
Klorofil
adalah molekul yang melangsungkan fotosintesis… Mekanisme fotosintesis dimulai
dengan penyerapan cahaya matahari oleh molekul klorofil. Namun agar
fotosintesis terjadi, cahaya yang diterima harus berupa warna yang sesuai.
Cahaya dari warna yang salah tidak akan menghasilkan keajaiban ini.
Analogi
yang bagus adalah sebuah televisi. Agar TV menerima saluran (gelombang) yang
dikehendaki, TV harus ditala pada saluran tersebut: Talakan TV pada saluran
yang berbeda, maka tidak akan terjadi penerimaan. Ini sama dengan fotosintesis,
dalam analogi ini matahari berfungsi sebagai transmiter dan molekul klorofil
sebagai TV. Jika molekul dan cahaya mata-hari tidak saling sesuai—disesuaikan
dalam hal warna—fotosintesis tidak akan terjadi. Kenyataannya, warna matahari
sudah tepat. 70
Pada bab
terakhir, kami menunjukkan kesalahan pada gagasan ten-tang kemampuan kehidupan
untuk beradaptasi. Sebagian evolusionis berpendapat bahwa “kalau kondisi
berbeda, kehidupan juga akan ber-evolusi agar sesuai sempurna dengan keadaan
tersebut”. Berpikir secara dangkal tentang fotosintesis dan tumbuhan, seseorang
bisa saja sampai pada kesimpulan serupa: “Andaikan cahaya matahari berbeda,
tumbuh-an akan berevolusi sesuai dengannya”. Namun kenyataannya ini tidak
mungkin.
Meskipun
dia sendiri seorang evolusionis, George Greenstein meng-akui bahwa:
Orang
mungkin berpikir bahwa suatu adaptasi telah terjadi: adaptasi kehi-dupan
tumbuh-tumbuhan terhadap sifat cahaya matahari. Bagaimanapun, andaikan matahari
memiliki suhu berbeda dengan suhunya saat ini, bisakah molekul lain yang
beradaptasi untuk menyerap cahaya dengan warna ber-beda menggantikan klorofil?
Cukup jelas jawabannya adalah tidak, sebab dalam batasan luas, seluruh molekul
menyerap cahaya dari warna yang sama. Penyerapan cahaya dilakukan melalui
eksitasi elektron dalam molekul ke keadaan energi yang lebih tinggi, dan hal
yang sama terjadi pada molekul mana pun. Lebih lanjut, cahaya tersusun dari foton,
paket-paket energi, dan foton dengan energi yang salah sama sekali tidak dapat
diserap.... Sebagai-mana kenyataannya, terdapat kesesuaian yang sempurna antara
sifat fisika bintang dan molekul. Andaikan kesesuaian tersebut tidak
ter-penuhi, tentu saja, tidak mungkin terdapat kehidupan.71
Secara
singkat, yang dikatakan Greenstein adalah: Tidak ada tum-buhan yang mampu
melakukan fotosintesis kecuali dalam batas yang sa-ngat sempit dari panjang
gelombang cahaya. Dan batasan tersebut persis dengan cahaya yang diberikan oleh
matahari.
Keharmonisan
antara sifat fisika bintang dan molekul klorofil yang dimaksud Greenstein
adalah sebuah keharmonisan yang terlalu luar biasa untuk dijelaskan sebagai
kebetulan. Hanya terdapat satu peluang dari 1025 kemungkinan bahwa matahari
akan menyediakan jenis cahaya yang penting bagi kita, dan harus terdapat
molekul dalam dunia kita yang mampu memanfaatkan cahaya itu. Keharmonisan
sempurna ini merupakan bukti nyata rancangan yang disengaja dan direncanakan.
Dengan kata
lain, terdapat Pencipta tunggal, Pengatur cahaya mata-hari dan molekul
tumbuh-tumbuhan, yang telah menciptakan keduanya dalam keharmonisan, sesuai
dengan yang diungkapkan di dalam Al Quran:
“Dialah
Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Mem-bentuk Rupa, Yang Mempunyai
Nama-Nama yang Paling Baik. Bertasbih kepada-Nya yang ada di langit dan yang
ada di bumi. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al Hasyr,
59: 24) !
Cahaya pada Mata Anda
Kita telah
mengamati bagaimana cahaya matahari yang hanya terdiri dari tiga berkas sempit
spektrum elektromagnetik sampai kepada kita:
1. Cahaya inframerah, dengan panjang
gelombang lebih panjang dari-pada cahaya-tampak dan yang menjaga bumi tetap
hangat.
2. Sejumlah kecil cahaya ultraviolet,
dengan panjang gelombang lebih pendek daripada cahaya tampak dan salah satu
manfaatnya untuk pembentukan vitamin D.
3. Cahaya tampak, yang memungkinkan
penglihatan dan mendukung tumbuhan berfotosintesis.
Keberadaan
“cahaya tampak” penting untuk penglihatan biologis di samping untuk proses
fotosintesis. Alasannya adalah, tidak mungkin bagi mata biologis untuk melihat
pita spektrum mana pun di luar spektrum cahaya-tampak dan sedikit
inframerah-dekat.
Untuk
menerangkan mengapa harus seperti itu, pertama-tama kita perlu memahami
bagaimana proses melihat terjadi. Proses ini dimulai dari partikel cahaya yang
disebut “foton” yang melalui pupil mata, dan menimpa permukaan retina yang
terletak di bagian belakang mata. Retina mengandung sel yang sensitif terhadap
cahaya. Sel tersebut begitu sensitif sehingga setiap sel dapat mengenali
sekalipun hanya sebuah fo-ton yang menimpa retina. Energi foton mengaktifkan
“rhodopsin”, suatu molekul kompleks yang banyak terkandung dalam sel retina.
Se-lanjutnya rhodopsin mengaktifkan sel-sel lain, dan sel lain tersebut pada
gilirannya mengaktifkan sel yang lain lagi.72 Akhirnya arus listrik
dibang-kitkan dan diantarkan ke otak oleh syaraf optik.
Persyaratan
pertama agar sistem ini bekerja adalah sel retina tersebut harus mampu
mengenali foton ketika menimpanya. Agar terjadi, foton harus membawa jumlah
energi yang sesuai: Jika energi tersebut terlalu banyak atau kurang, foton
tidak akan mengaktifkan susunan rhodopsin. Mengubah ukuran mata tidak ada
pengaruhnya; yang penting adalah keserasian antara ukuran sel dan panjang
gelombang foton yang masuk.
Merancang
mata organik yang dapat melihat bagian lain spektrum elektromagnetik ternyata
tidak mungkin di dalam dunia yang di-dominasi oleh kehidupan yang berbasis
karbon. Dalam Nature’s Destiny, Michael Denton membahas hal ini secara
terperinci dan menyetujui bahwa mata organik hanya dapat melihat dalam kisaran
spektrum cahaya tampak. Sementara model mata lain yang, secara teoritis, dapat
dirancang, tidak ada satu pun yang dapat melihat kisaran spektrum lain. Denton
mengungkapkan alasannya:
Sinar UV,
X, dan sinar Gamma terlalu berenergi dan sangat merusak, sedangkan inframerah
dan gelombang radio terlalu lemah untuk dideteksi karena energi mereka untuk
berinteraksi dengan materi terlalu kecil.... Jadi akan jelas bahwa untuk
beberapa alasan berbeda, bagian tampak spektrum elektromagnetik merupakan
bagian yang sangat sesuai untuk penglihatan biologis, dan terutama untuk
mata-kamera vertebrata yang beresolusi tinggi dan yang memiliki rancangan dan
bentuk sangat mendekati mata manusia.73
Setelah
jeda untuk memikirkan apa yang telah dijelaskan sejauh ini, kita sampai pada
kesimpulan ini: Matahari memancarkan energi dalam pita sempit (begitu sempit,
hanya selebar 1/1025 saja dari keseluruhan spektrum elektromagnetik) yang telah
dipilih secara hati-hati. Begitu tepat pita ini disesuaikan sehingga menjaga
dunia tetap hangat, men-dukung fungsi biologis bentuk-bentuk kehidupan yang
kompleks, me-mungkinkan fotosintesis, dan memungkinkan makhluk hidup di dunia
ini untuk melihat.
Bintang yang Tepat, Planet yang Tepat,
dan Jarak yang
Tepat
Dalam bab
“planet Biru”, kita membandingkan dunia kita dengan planet-planet lain dalam
tata surya, dan mendapati bahwa rentang suhu yang penting untuk keberadaan
kehidupan hanya terdapat di bumi. Alasan utama untuk ini adalah bahwa jarak
bumi dari matahari sangat tepat: planet-planet luar seperti Mars, Jupiter, atau
Pluto terlalu dingin sedangkan planet-planet dalam Venus dan Merkurius terlalu
panas.
Mereka yang
menolak mengakui bahwa terdapat rancangan yang di-sengaja pada jarak antara
bumi dengan matahari berkilah sebagai berikut:
Alam
semesta dipenuhi dengan bintang, beberapa di antara bintang tersebut lebih
besar daripada matahari dan beberapa di antaranya lebih kecil. Bintang-bintang
tersebut bisa saja mempunyai sistem planet sendiri. Jika sebuah bintang lebih
besar dari matahari, maka planet yang ideal untuk kehidupan akan terletak lebih
jauh dari jarak bumi dengan matahari. Contohnya, sebuah planet dalam orbit
sebuah raksasa-merah berjarak sama dengan Pluto mungkin saja memiliki iklim
seperti bumi kita. Planet seperti itu akan sesuai untuk kehidupan seperti
halnya bumi kita.
Pernyataan
tersebut tidak berlaku karena justru mengabaikan fakta bahwa bintang-bintang
berbeda ukuran meradiasikan jenis energi yang berbeda.
Faktor-faktor
yang menentukan panjang gelombang energi yang diradiasikan oleh bintang adalah
ukuran dan suhu permukaannya (faktor suhu permukaan secara langsung berhubungan
dengan ukuran). Misal-nya, matahari meradiasikan cahaya ultraviolet-dekat,
cahaya tampak, dan inframerah-dekat karena suhu permukaannya sekitar 6.000oC.
An-daikan matahari sedikit lebih besar, suhu permukaannya akan lebih be-sar;
dan jika demikian, tingkat energi radiasi matahari juga akan lebih besar dan
matahari akan jauh lebih banyak meradiasikan sinar ultraviolet yang merusak
daripada sekarang ini.
Ini
menunjukkan bahwa untuk meradiasikan cahaya yang akan mendukung kehidupan,
bintang mana pun harus memiliki ukuran yang dekat dengan matahari kita. Namun,
kalaupun dalam orbit bintang-bintang seperti itu terdapat planet-planet yang
mendukung kehidupan, planet-planet tersebut harus terletak pada jarak yang
tidak berbeda dengan jarak bumi dan matahari.
Dengan kata
lain, raksasa merah, raksasa biru, atau bintang apa pun yang berbeda ukuran
dengan matahari, tidak mempunyai planet yang dapat menampung kehidupan. Sumber
energi yang mampu menunjang kehidupan hanya bintang seperti matahari kita.
Satu-satunya jarak planet yang sesuai untuk kehidupan hanya jarak antara bumi
dengan matahari.
Terdapat
cara lain untuk mengungkapkan kebenaran ini: Matahari dan bumi diciptakan
sesuai dengan seharusnya. Dan sesungguhnya, dalam Al Quran diungkapkan bahwa
Allah menciptakan segala sesuatu berdasarkan perhitungan yang teliti:
“Dia
menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristira-hat, dan (manjadikan)
matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa
lagi Maha Mengetahui.’ (QS. Al An’aam, 6: 96) !
Keserasian Cahaya dan Atmosfer
Sejak awal
bab ini, telah kita bahas radiasi yang dipancarkan mata-hari dan bagaimana
matahari dirancang secara khusus untuk mendu-kung kehidupan. Masih terdapat
faktor penting lain yang belum kita singgung: Agar radiasi ini mampu mencapai
permukaan bumi, radiasi harus melewati atmosfer.
Sinar
matahari tentu saja tidak memberikan manfaat jika atmosfer tidak membiarkannya
menembus. Namun ini terjadi; bahkan, atmosfer kita dirancang khusus agar mudah
tembus bagi radiasi yang mengun-tungkan ini.
Yang
menarik bukan bagaimana atmosfer memungkinkan cahaya matahari yang
menguntungkan melewatinya, melainkan kenyataan bah-wa hanya cahaya matahari
yang dibiarkan tembus. Atmosfer membiar-kan masuk cahaya tampak dan
inframerah-dekat yang penting bagi kehidupan namun menahan radiasi lain yang
mematikan. Akibatnya, atmosfer menjadi penyaring penting terhadap radiasi
kosmik yang men-capai bumi dari matahari dan sumber lain. Denton menyatakan:
Gas-gas
dalam atmosfer itu sendiri menyerap radiasi elektromagnetik selain cahaya
tampak dan inframerah-dekat.... Dari seluruh radiasi elektro-magnetik, dari
gelombang radio hingga sinar gamma, satu-satunya bagian spektrum yang
diperbolehkan melewati atmosfer merupakan berkas yang sangat sempit yang
mencakup cahaya tampak dan inframerah-dekat. Nyaris tidak terdapat radiasi
gamma, X, ultraviolet, inframerah-jauh, dan gelom-bang mikro yang mencapai permukaan
bumi.74
Tidak mungkin mengabaikan keahlian rancangan
ini. Matahari me-mancarkan hanya 1/1025 dari keseluruhan selang radiasi
elektromagnetik yang mungkin dipancarkan, yang kebetulan merupakan kisaran yang
sesuai hanya untuk kita, dan radiasi itulah yang dibiarkan lewat oleh atmosfer!
Sampai di sini juga perlu dijelaskan bahwa hampir semua ultraviolet-dekat yang
dipancarkan matahari terperangkap lapis-an ozon atmosfer.
Satu hal
lagi yang membuat radiasi elektromagnetik ini bahkan lebih menarik adalah,
seperti halnya udara, air juga memiliki keter-tembusan yang sangat khusus:
Satu-satunya radiasi yang mampu me-nyebar melalui air adalah bagian cahaya
tampak. Bahkan radiasi infra-merah-dekat, yang menembus atmosfer (dan yang
menyediakan pa-nas), menembus hanya beberapa milimeter ke dalam air. Karena
itulah, hanya beberapa milimeter permukaan lautan yang dipanaskan oleh radiasi
dari matahari. Panas ini secara bertahap dibawa ke kedalaman dan sebagai
hasilnya, pada kedalaman tertentu, temperatur air laut hampir sama di seluruh
dunia. Tentu saja ini menciptakan lingkungan yang sangat sesuai bagi kehidupan.
Hal lain
yang menarik tentang air adalah bahwa warna yang berbe-da dari cahaya tampak
mampu menembus jarak yang berbeda dalam air. Lebih dari delapan belas meter,
misalnya, cahaya merah tidak mam-pu menembus, sedangkan cahaya kuning mampu
mencapai kedalaman seratus meter. Di lain pihak, cahaya biru dan hijau menembus
sampai 240 meter. Ini merupakan rancangan yang sangat penting karena cahaya
yang justru sangat penting bagi proses fotosintesis adalah cahaya biru dan
hijau. Karena air memungkinkan warna-warna ini menembus lebih dalam daripada
cahaya lain, tumbuh-tumbuhan yang berfotosintesis dapat hidup sampai 240 meter
di bawah permukaan.
Ini semua merupakan fakta yang paling
penting. Hukum fisika apa pun yang berhubungan dengan cahaya yang kita amati,
kita mendapati bahwa segala sesuatunya telah diatur dengan tepat agar kehidupan
dapat terwujud. Mengomentari situasi ini, Encyclopedia Britannica menga-kui
betapa luar biasanya semua itu:
Ketika
memikirkan pentingnya cahaya-tampak dari matahari bagi semua aspek kehidupan di
bumi, tak pelak seseorang akan dicengangkan oleh celah yang begitu sempit pada
penyerapan atmosfer dan pada spektrum penyerapan air.75
Kesimpulan
Filosofi
materialis dan Darwinisme, yang bersumber pada material-isme, keduanya
menganggap bahwa kehidupan manusia muncul di alam semesta hanya kebetulan dan
bahwa “kebetulan” tersebut tanpa disertai tujuan apa pun. Namun pengetahuan
yang dicapai melalui kemajuan ilmu alam menunjukkan bahwa dalam setiap detail
alam semesta, terdapat rancangan dan perencanaan dengan tujuan akhir kehidupan
manusia. Rancangan yang demikian “tepat”, sehingga bahkan satu unsur seperti
cahaya, yang mungkin tidak pernah kita pikirkan sebelumnya, pasti akan
menimbulkan ketakjuban.
Menyatakan
dan menjelaskan rancangan seteliti itu sebagai suatu kebetulan tidaklah masuk
akal. Kenyataan bahwa semua radiasi mata-hari termampatkan pada pita spektrum
sempit, hanya 1/1025 dari total spektrum elektromagnetik, kenyataan bahwa
cahaya yang penting bagi kehidupan tepat berada dalam pita spektrum sempit
tersebut, kenya-taan bahwa atmosfer menghalangi panjang gelombang radiasi yang
lain dan melewatkan hanya panjang gelombang pada bagian tersebut, ke-nyataan
bahwa air juga menghalangi semua bentuk radiasi yang mema-tikan lainnya dan
hanya melewatkan cahaya-tampak: Mungkinkah semua itu benar-benar kebetulan?
Kesesuaian luar biasa seperti ini da-pat dijelaskan bukan dengan kebetulan, namun
dengan rancangan yang disengaja. Ini pada gilirannya menunjukkan kepada kita
bahwa seluruh alam semesta beserta seluruh detailnya—termasuk sinar matahari
yang memungkinkan kita melihat dan menjaga kita tetap hangat secara khusus
telah diciptakan dan diperuntukkan bagi kita untuk hidup.
Kesimpulan
yang dicapai oleh sains merupakan sebuah kebenaran yang telah diajarkan dalam
Al Quran selama empat belas abad kepada umat manusia. Ilmu alam menunjukkan
bahwa cahaya matahari telah diciptakan untuk kita, dengan kata lain, cahaya
matahari telah diciptakan untuk “melayani kita”. Dalam Al Quran difirmankan
bahwa: “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (QS. Ar-Rahmaan, 55:
5). Da-lam ayat lain disebutkan:
“Allah-lah
yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurun-kan air hujan dari langit,
kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi
rezeki untukmu.... Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan
yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam
dan siang. Dan Dia telah memberimu (keperluanmu) dari segala yang kamu mohonkan
kepada-Nya. Dan jika kamu menghi-tung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghinggakannya. Se-sungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah).” (QS Ibrahim, 14: 32-34) !
Picture
Text
PERBEDAAN PANJANG GELOMBANG
RADIASI ELEKTROMAGNET
Bintang-bintang
dan sumber-sumber cahaya lain di alam semesta tidak semuanya memberikan jenis
radiasi yang sama. Sebaliknya, mereka memancarkan energi dalam rentang panjang
gelombang yang luas. Sinar gamma, yang memiliki panjang gelombang terpendek,
hanya 1/1025 dari panjang gelombang radio terpanjang. Cukup aneh, hampir semua
radiasi yang dipancarkan matahari jatuh ke dalam pita tunggal yang juga 1/1025
dari keseluruhan spektrum. Alasannya adalah bahwa hanya jenis-jenis radiasi
yang penting dan sesuai bagi kehidupan yang jatuh pada pita sempit ini.
Hampir
seluruh radiasi matahari termampatkan pada pita sempit panjang gelombang yang
berkisar antara 0,3 sampai 1,5 mikron. Pita ini mencakup sinar
ultraviolet-dekat, cahaya-tampak dan sinar inframerah.
Selama
ratusan juta tahun, tumbuh-tumbuhan sibuk melakukan sesuatu yang tidak dapat
ditiru laboratorium mana pun: menggunakan cahaya matahari, mereka menghasilkan
makanan. Tetapi persyaratan penting untuk transformasi luar biasa ini adalah
bahwa cahaya yang diterima tumbuh-tumbuhan harus tepat untuk berlangsungnya
fotosintesis.
KESESUAIAN CAHAYA MATAHARI
DAN KLOROFIL
Tumbuhan
mampu melakukan fotosintesis karena molekul klorofil dalam selnya sensitif
terhadap cahaya matahari. Namun klorofil hanya mampu menggunakan kisaran
panjang gelombang yang sangat terbatas, dan kisaran panjang gelombang tersebut
adalah yang diradiasikan matahari paling kuat. Yang lebih menarik adalah
kisaran ini hanya setara dengan 1/1025 dari keseluruhan spektrum
elektromagnetik.
Pada dua
grafik di atas, kesesuaian yang luar biasa antara cahaya matahari dengan
klorofil dapat terlihat. Diagram paling atas adalah diagram yang menunjukkan
distribusi cahaya yang dipancarkan oleh matahari. Diagram bawah adalah diagram
yang menunjukkan cahaya yang memungkinkan fotosintesis berlangsung. Kenyataan
bahwa kedua kurva ini hampir serupa menunjukkan bagaimana sempurnanya rancangan
pada cahaya tampak.
Hanya sinar
cahaya yang sesuai untuk penglihatan biologis yang memiliki panjang gelombang
yang jatuh dalam batas yang disebut “visible light.” Bagian yang luas dari
energi yang dipancarakan oleh matahari jatuh pada batas tersebut.
Matahari
kita mempunyai temperatur permukaan sekitar 6.000OC. Andai-kan temperatur
permukaan sedikit lebih besar atau kecil, cahaya yang dihasilkan tidak akan
mampu men-dukung kehidupan.
Udara,
seperti juga air, memungkinkan perambatan hanya radiasi yang penting bagi
kehidupan kita. Semua radiasi kosmik berbahaya dan mematikan yang berasal dari
angkasa luar nun jauh terperangkap dalam filter yang dirancang dengan sangat
sempurna ini.
Meskipun
menghalangi semua bentuk radiasi lainnya, air membiarkan cahaya-tampak menembus
bermeter-meter kedalamannya. Akibatnya, tumbuh-tumbuhan di dalam laut mampu
melakukan fotosintesis. Andaikan air tidak memiliki sifat ini, keseimbangan ekologi
yang penting bagi kehidupan di planet kita tidak dapat terjadi.
BAB 7
RANCANGAN PADA AIR
Hal ini,
seperti kebanyakan argumen ateis lainnya, berasal dari Kebutaan mendalam akan
Filsafat Alamiah; karena andaikan laut hanya ada separo dari kuantitasnya
sekarang, maka hanya ada separo juga Kuantitas Uap, dan akibatnya, kita hanya
mempunyai Sungai separo dari jumlahnya yang sekarang untuk menyuplai semua
daratan kering yang kita miliki sekarang, dan separo pula untuk kuantitas air
yang akan diuapkan, serta panas yang menguapkannya.
John Ray,
Naturalis Inggris abad ke-18 76
Sebagian
besar planet kita diselimuti air. Samudra dan laut menem-pati tiga perempat
bagian permukaan bumi, sementara pada daratannya sendiri terdapat sungai dan
danau yang tidak terhi-tung jumlahnya. Salju dan es di puncak gunung-gunung
tinggi adalah air dalam bentuk bekunya. Sejumlah besar air bumi berada di
langit: Setiap awan mengandung ribuan—terkadang jutaan—ton air dalam betuk uap.
Dari waktu ke waktu, sebagian uap air ini berubah menjadi tetesan dan jatuh ke
tanah: dengan kata lain, turun hujan. Bahkan udara yang Anda hirup sekarang
mengandung sejumlah uap air.
Singkatnya, belahan mana pun dari permukaan
bumi yang Anda li-hat, Anda pasti akan melihat air di suatu tempat. Bahkan,
ruangan tempat Anda duduk pada saat ini barangkali mengandung sekitar empat
puluh sampai lima puluh liter air. Lihatlah ke sekeliling. Anda tidak bisa
meli-hatnya? Lihat lagi, lebih cermat, kali ini dengan mengalihkan mata Anda
dari tulisan ini dan amatilah tangan, lengan, kaki, serta tubuh Anda. Andalah
40-50 liter air itu!
Andalah, karena sekitar 70% tubuh manusia
adalah air. Sel tubuh Anda mengandung pelbagai macam zat tetapi tak ada yang
sebanyak atau sepenting air. Bagian terbesar dari darah yang beredar di setiap
tem-pat dalam tubuh Anda tentu saja air. Tetapi ini tidak hanya berlaku bagi
Anda sendiri atau orang lain: sebagian besar tubuh semua makhluk hidup adalah
air. Tanpa air, tampaknya kehidupan tidak mungkin ada.
Air adalah zat yang dirancang secara khusus
untuk menjadi dasar kehidupan. Setiap sifat fisik dan kimianya khusus
diciptakan untuk kehidupan.
Kesesuaian Air
Ahli
biokimia, A. E. Needham, dalam bukunya The Uniqueness of Bio-logical Materials,
menunjukkan betapa pentingnya cairan bagi pemben-tukan kehidupan. Jika hukum
alam semesta memungkinkan keberadaan zat padat atau gas saja, maka tidak akan
pernah ada kehidupan. Alasan-nya adalah bahwa atom-atom zat padat berikatan
terlalu rapat dan terlalu statis dan sama sekali tidak memungkinkan proses
molekuler dinamis yang penting bagi terjadinya kehidupan. Sebaliknya, dalam
gas, atom-atom bergerak bebas dan acak: Mekanisme kompleks bentuk kehidupan
tidak mungkin berfungsi dalam struktur seperti itu.
Singkatnya, lingkungan cair mutlak dibutuhkan
dalam proses-proses pembentukan kehidupan. Yang paling ideal dari semua
cairan—atau te-patnya, satu-satunya cairan ideal— untuk tujuan ini adalah air.
Kenyataan bahwa air memiliki sifat-sifat yang
sangat sesuai untuk kehidupan menarik perhatian ilmuwan sejak dulu. Namun,
usaha per-tama untuk menyelidikinya secara terperinci adalah Astronomy and
Gener-al Physics Considered with Reference to Natural Theology, sebuah buku
yang ditulis oleh naturalis Inggris, William Whewell, yang diterbitkan pada
tahun 1832. Whewell telah menguji sifat termal air dan mencermati bahwa
beberapa di antaranya tampak melanggar hukum alam yang diyakini. Ke-simpulan
yang ditariknya dari pengujian ini adalah bahwa ketidakkon-sistenan ini harus dianggap
sebagai bukti bahwa zat ini telah diciptakan khusus demi keberadaan kehidupan.
Analisis paling komprehensif tentang
kesesuaian air bagi kehidupan muncul dari Lawrence Henderson, seorang profesor
dari Departemen Kimia Biologi Universitas Harvard, sekitar satu abad setelah
buku Whe-well. Dalam bukunya, The Fitness of the Environment, yang sebagian
orang kemudian menyebutnya “Karya ilmiah paling penting pada perempat pertama
abad ke-20”, Henderson sampai pada kesimpulan mengenai lingkungan alam dunia kita,
sebagai berikut:
Kesesuaian...
(dari senyawa-senyawa ini menghasilkan) serangkaian sifat yang sangat atau
hampir unik pada air, karbon dioksida, senyawa-senyawa karbon, hidrogen, dan
oksigen, serta lautan—sangat banyak, sangat ber-variasi, sangat lengkap di
antara semua yang diamati dalam permasalahan ini, sehingga bersama-sama mereka
membentuk kesesuaian yang tentu saja paling mungkin. 77
Sifat Panas Air yang Luar Biasa
Salah satu
pokok bahasan dalam buku Henderson adalah sifat termal air. Henderson
menjelaskan bahwa ada lima macam sifat termal air yang tidak biasa:
1) Semua
zat padat yang dikenal akan menyusut jika semakin dingin. Ini juga terjadi pada
semua zat cair yang dikenal: Ketika suhunya menu-run, zat cair ini kehilangan
volume. Ketika volume berkurang, kekerapan meningkat sehingga bagian yang lebih
dingin dari zat cair itu menjadi lebih berat. Ini sebabnya volume bentuk padat
suatu zat lebih besar dari-pada bentuk cairnya. Ada satu kasus di mana “hukum”
ini dilanggar: air. Seperti zat cair lain, volume air menyusut ketika suhunya
turun, namun ini berlaku hanya sampai pada suhu tertentu (4OC) dan seterusnya—
tidak seperti semua zat cair lainnya yang diketahui—air tiba-tiba mengembang
dan ketika akhirnya air membeku, air semakin mengembang. Sebagai akibatnya,
“air padat” lebih ringan daripada “air cair”. Menurut hukum fisika normal, air
padat, yang disebut es, seharus-nya lebih berat daripada air cair, dan
seharusnya tenggelam ketika menjadi es; namun ternyata, es mengapung.
2) Ketika
es mencair atau air menguap, es atau air menyerap panas dari lingkungannya.
Ketika transisi tersebut dibalik (yaitu ketika air mem-beku atau uap mengembun,
panas dilepaskan. Dalam fisika istilah “panas laten (latent heat)” digunakan
untuk menggambarkan panas yang dilepas-kan tersebut. 78 Semua zat cair
mempunyai panas laten seperti itu namun air termasuk di antara zat cair yang
mempunyai panas laten tertinggi. Pada suhu “normal”, satu-satunya zat cair
dengan panas laten lebih tinggi dari air ketika membeku adalah amonia. Di sisi
lain, dalam kaitannya dengan sifat panas laten pada pengembunan, tidak ada zat
cair yang bisa mengimbangi air.
3)
“Kapasitas termal” air, yaitu jumlah panas yang diperlukan untuk meningkatkan
suhu air per satu derajat, lebih tinggi dari kebanyakan zat cair lainnya.
4) Daya
hantar panas air, kemampuannya untuk menghantarkan pa-nas, paling tidak empat
kali lebih besar daripada zat cair lainnya.
5)
Sebaliknya, daya hantar panas es dan salju rendah.
Sampai di
sini Anda mungkin bertanya-tanya, apa gunanya kelima sifat fisik yang tampak
begitu teknis ini. Ternyata, setiap sifat itu sangat penting karena kehidupan
secara umum dan kehidupan diri kita dimung-kinkan di dunia ini terutama karena
kelima sifat tersebut demikian adanya.
Sekarang
mari kita cermati satu per satu.
Efek Pembekuan “Dari Atas ke Bawah”
Zat cair
lain membeku dari bawah ke atas; air membeku dari atas ke bawah. Ini merupakan
sifat pertama yang tidak biasa dari air, dan ini sangat penting untuk
keberadaan air di permukaan bumi. Kalau air tidak bersifat demikian, artinya es
tidak mengapung, sebagian besar air planet kita akan terperangkap dalam es dan
kehidupan tidak mungkin ada di laut, danau, kolam, dan sungai.
Mari kita
cermati secara terperinci mengapa demikian. Banyak tem-pat di dunia ini di mana
suhu turun di bawah 0OC pada musim dingin, se-ring bahkan lebih rendah lagi.
Suhu sedingin itu tentu saja akan mem-pengaruhi air di laut, danau, dsb. Air
semakin dingin dan bagian-bagian-nya mulai membeku. Jika es tidak berperilaku
seperti sekarang ini (atau tidak mengambang), es akan tenggelam ke dasar
sementara bagian air yang lebih hangat akan naik ke permukaan dan terkena
udara.
Tetapi suhu
udara itu masih membekukan sehingga bagian air ini akan membeku juga dan
tenggelam. Proses ini akan berlanjut sampai tidak tersisa air cair sama sekali.
Namun bukan itu yang terjadi. Melain-kan sebaliknya: Ketika air semakin dingin,
air menjadi lebih berat sampai suhunya mencapai 4OC, pada titik ini segala
sesuatunya tiba-tiba berubah. Setelah itu, air mulai mengembang dan menjadi
lebih ringan seiring me-nurunnya suhu. Akibatnya, air bersuhu 4OC tetap di
bawah, air bersuhu 3OC berada di atasnya, air bersuhu 2OC berada di atasnya
lagi dan seterusnya. Pada permukaan sajalah suhu air benar-benar mencapai 0OC
dan di situ air membeku. Namun hanya permukaan yang membeku: Lapisan air
bersuhu 4OC di bawah es tetap cair dan itu cukup bagi makh-luk hidup dan
tanaman bawah air untuk terus hidup.
(Perlu
dijelaskan di sini bahwa sifat kelima air—daya hantar panas es dan salju yang
rendah—juga penting dalam proses ini. Karena es dan salju merupakan penghantar
panas yang buruk, lapisan es dan salju mencegah panas pada air bagian bawah terlepas
ke atmosfer. Akibatnya, kalaupun suhu udara mencapai -50OC, tebal lapisan es
laut tidak akan pernah lebih dari satu atau dua meter dan akan terdapat banyak
retakan di dalamnya. Makhluk seperti anjing laut dan pinguin yang hidup di
daerah kutub dapat mengambil keuntungan dari keadaan ini untuk men-capai air di
bawah es.)
Sekali
lagi, mari kita memikirkan apa yang akan terjadi jika air tidak berperilaku
seperti itu dan sebaliknya berperilaku “normal”. Misalkan air menjadi semakin
berat ketika suhu semakin rendah, seperti zat cair lainnya, dan es tenggelam.
Lantas bagaimana?
Dalam kasus
seperti itu, proses pembekuan di samudra dan laut akan dimulai dari bawah dan
berlanjut ke semua bagian di atas, karena tidak ada lapisan es di permukaan
yang mencegah sisa panas terlepas. Dengan kata lain, sebagian besar danau, laut
dan samudra bumi akan menjadi es padat dengan lapisan air, barangkali sedalam
beberapa meter di atasnya. Bahkan ketika suhu udara meningkat, es di dasar
tidak akan pernah men-cair sepenuhnya. Dalam laut seperti itu, tidak akan
terdapat kehidupan, dan dalam sistem ekologi dengan laut mati, kehidupan di
daratan juga menjadi tidak mungkin. Dengan kata lain, jika air tidak
“menyimpang” dan berperilaku normal, planet kita akan menjadi dunia yang mati.
Mengapa air
tidak berperilaku normal? Mengapa air tiba-tiba mulai mengembang pada suhu 4OC,
setelah menyusut sebagaimana mestinya?
Itu adalah
pertanyaan yang tak seorang pun mampu menjawabnya.
Keringat dan Penyejukan
Sifat air
kedua dan ketiga yang disebutkan di atas—panas laten yang tinggi dan kapasitas
termal yang lebih besar dari zat cair lain—juga sa-ngat penting bagi kita.
Kedua sifat tersebut merupakan kunci untuk fungsi tubuh yang penting namun
jarang kita pikirkan manfaatnya. Fung-si itu adalah berkeringat.
Benar, apa gunanya berkeringat?
Untuk
memahaminya, Anda harus mendapatkan sedikit latar belakang. Semua mamalia
memiliki suhu tubuh relatif sama. Meskipun bervariasi, itu tidak terlalu
mencolok dan suhu tubuh mamalia berkisar antara 35O- 40OC. Suhu tubuh manusia
sekitar 37OC dalam kondisi normal. Ini merupakan suhu kritis dan mutlak harus
dijaga agar tetap konstan. Jika suhu tubuh Anda menurun hanya beberapa derajat,
banyak fungsi vi-tal tubuh akan gagal. Jika suhu tubuh meningkat meskipun hanya
bebe-rapa derajat, seperti yang terjadi ketika kita sakit, pengaruhnya bisa
membahayakan. Suhu tubuh yang bertahan di atas 40OC dapat membawa kematian.
Singkatnya,
suhu tubuh kita memiliki keseimbangan yang sangat kri-tis dan tidak
memungkinkan variasi.
Akan
tetapi, tubuh kita memiliki masalah serius: tubuh aktif setiap saat. Semua
gerak fisik, seperti halnya gerak mesin, memerlukan produk-si energi untuk
tetap aktif. Namun kapan saja energi dihasilkan, panas selalu dikeluarkan
sebagai produk sampingan. Anda bisa melihatnya dengan mudah untuk diri sendiri.
Letakkan buku ini, dan lari sepuluh kilometer di bawah terik matahari dan lihat
betapa panasnya tubuh Anda.
Tetapi
kenyataannya, jika Anda memikirkannya, Anda akan menya-dari bahwa Anda sama
sekali tidak menjadi sepanas yang seharusnya. . .
Satuan
panas adalah kalori. Orang normal yang berlari 10 kilometer dalam satu jam akan
menghasilkan sekitar 1.000 kalori panas. Panas itu harus dilepaskan dari tubuh.
Jika tidak, Anda akan pingsan sampai koma sebelum Anda menyelesaikan kilometer
pertama.
Namun
bahaya tersebut dihindari oleh sifat ketiga air.
Yang
pertama adalah kapasitas termal air. Artinya, untuk mening-katkan suhu air,
diperlukan panas yang tinggi. Tubuh kita terdiri atas 70% air, tetapi berkat
kapasitas termalnya, air itu tidak menjadi panas dengan cepat. Bayangkan sebuah
gerakan yang meningkatkan panas tubuh se-besar 10OC. Jika tubuh kita mengandung
alkohol alih-alih air, gerakan yang sama akan meningkatkan suhu tubuh 20OC, dan
untuk zat lain dengan kapasitas termal lebih rendah, keadaan bahkan akan lebih
buruk: menaikkan 50OC untuk garam, 100OC untuk besi, dan 300OC untuk timbal.
Kapasitas termal air yang tinggi lah yang mencegah terjadinya perubahan panas
sebesar itu.
Namun,
bahkan kenaikan 10OC akan fatal, seperti telah disebutkan di atas. Untuk
mencegahnya, sifat kedua air—panas laten—berperan di sini.
Untuk
menjaga tubuh tetap sejuk terhadap panas yang dihasilkan, tubuh menggunakan
mekanisme keringat. Ketika kita berkeringat, air menyebar di permukaan kulit
dan dengan cepat menguap. Tetapi karena panas laten air sangat besar, penguapan
itu membutuhkan panas yang besar pula. Panas tersebut tentu saja diambil dari
tubuh sehingga kita tetap sejuk. Proses penyejukan ini begitu efektif sehingga
terkadang me-nyebabkan kita merasa kedinginan meskipun cuaca agak panas.
Karena
itulah, seseorang yang telah berlari sejauh sepuluh kilometer akan berkurang
suhu tubuhnya sampai 6OC sebagai akibat penguapan air satu liter saja. Semakin
banyak energi yang dikeluarkannya, semakin meningkat suhu tubuhnya, namun pada
saat yang sama, semakin banyak dia berkeringat dan menjadi sejuk. Di antara
faktor-faktor yang membuat sistem pengatur panas tubuh bekerja seluar biasa
ini, yang utama adalah sifat termal air. Tidak ada zat cair lain akan
me-nyediakan sistem pengeluaran keringat seefesien air. Contohnya, jika alkohol
menggantikan air, pengurangan panas hanya sebesar 2,2OC; bahkan pada amonia,
hanya sebesar 3,6OC.
Terdapat
aspek penting lain dalam hal ini. Jika panas yang dilepaskan dalam tubuh tidak
dibawa ke permukaan, yaitu ke kulit, baik kedua sifat air maupun proses
pengeluaran keringat tidak akan berguna. Karena itulah struktur tubuh juga
harus menjadi penghantar panas yang baik. Pada poin inilah, satu lagi sifat
penting air berperan: Tidak seperti zat cair lainnya, air memiliki kapasitas
sangat tinggi untuk konduktivitas termal, yaitu kemampuan menghantarkan pa-nas.
Karena alasan ini, tubuh membawa panas yang dihasilkan di dalam-nya ke kulit. (Saluran
darah dekat kulit melebar untuk tujuan ini dan itulah sebabnya kita memerah
ketika terlalu panas.) Jika konduktivitas termal air berkurang separo atau
sepertiganya, laju penghantaran panas ke kulit akan jauh lebih lambat, dan ini
akan membuat bentuk kehidupan kompleks seperti mamalia tidak mungkin hidup.
Semua itu
menunjukkan bahwa tiga sifat termal air yang sangat berbeda bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang sama: mendinginkan tubuh makhluk hidup yang kompleks
seperti manusia. Air adalah zat cair yang dirancang khusus untuk tugas ini.
Sebuah Dunia Bersuhu Sedang
Kelima
macam sifat termal air yang disebutkan dalam buku Hen-derson, The Fitness of
Environment, juga memainkan peran penting dalam menghasilkan iklim yang ramah
dan seimbang yang dimiliki bumi.
Panas laten
dan kapasitas termal air yang lebih besar dibandingkan zat cair lainnya adalah
penyebab air memanas dan mendingin lebih lam-bat daripada daratan. Pada
daratan, perbedaan suhu antara tempat ter-panas dan terdingin dapat mencapai
140OC: di laut, perbedaan tersebut paling banyak berkisar antara 15O-20OC.
Situasi serupa terdapat dalam perbedaan suhu di malam dan siang hari: pada
lingkungan gersang di daratan, perbedaan suhu bisa mencapai 20O-30OC; di laut,
perbedaannya tidak pernah lebih dari beberapa derajat. Dan tidak hanya laut
yang di-pengaruhi seperti ini: Uap air di atmosfer juga merupakan agen
keseim-bangan yang besar. Salah satu akibatnya adalah di daerah gurun di mana
uap air sangat sedikit, perbedaan antara suhu siang dan malam hari sangat
ekstrem sedangkan daerah di mana iklim laut dominan, perbeda-an tersebut lebih
kecil.
Berkat
sifat-sifat termal air yang unik, perbedaan suhu antara musim panas dan musim
dingin atau antara malam dan siang yang selalu konstan dalam batasan-batasan
tertentu sehingga manusia dan bentuk kehidupan lainnya dapat bertahan hidup.
Jika permukaan dunia kita memiliki air lebih sedikit daripada daratan,
perbedaan suhu antara ma-lam dan siang akan jauh lebih besar, bidang daratan
yang luas akan men-jadi gurun, dan kehidupan tidak mungkin ada, atau
setidaknya, jauh lebih sulit. Demikian pula, jika sifat termal air tidak
seperti sekarang ini, hasilnya adalah sebuah planet yang sangat tidak sesuai
untuk kehidupan.
Disimpulkan,
sifat ini mempunyai tiga keutamaan. Pertama, sifat ini dengan kuat
menyeragamkan dan membatasi suhu bumi; kedua, sifat ini memung-kinkan
pengaturan suhu yang sangat efektif pada organisme hidup; dan ketiga, sifat ini
mendukung siklus meteorologis. Semua pengaruh tersebut benar-benar maksimum,
karena tidak ada zat lain dapat dibandingkan dengan air dalam hal ini. 79
Tekanan Permukaan yang Tinggi
Sifat-sifat
air yang telah kita bahas sampai sekarang adalah sifat termal: yaitu
sifat-sifat yang berkaitan dengan panas. Air juga memiliki sejumlah sifat fisik
yang ternyata juga sangat tepat bagi kehidupan.
Salah
satunya adalah tegangan permukaan air yang sangat tinggi. “Tegangan permukaan”
didefinisikan sebagai sebuah perilaku permu-kaan-bebas dari zat cair untuk
menyerupai kulit elastis di bawah penga-ruh tegangan. Perilaku ini disebabkan
oleh gaya tarik antara molekul-molekul dalam permukaan zat cair.
Contoh
terbaik pengaruh tegangan permukaan dapat dilihat pada air. Bahkan tegangan
permukaan air sangat tinggi sehingga menyebab-kan beberapa fenomena fisik yang
aneh terjadi. Sebuah cangkir dapat menampung sejumlah air yang sedikit lebih
tinggi daripada tinggi cang-kir itu sendiri tanpa tumpah. Jarum besi yang
secara hati-hati diletakkan di atas permukaan air yang tidak bergerak akan
mengambang.
Tegangan
permukaan air jauh lebih tinggi daripada tegangan per-mukaan zat cair lain.
Beberapa konsekuensi biologis dari sifat ini sangat penting dan ini tampak
jelas terutama pada tanaman.
Pernahkan
Anda bertanya-tanya bagaimana tanaman mampu mem-bawa air dari kedalaman tanah
bermeter-meter ke atas tanpa pompa, otot, atau semacamnya? Jawaban untuk
teka-teki ini adalah tegangan per-mukaan. Saluran dalam akar dan batang tanaman
dirancang untuk me-manfaatkan tegangan permukaan air yang tinggi.
Saluran-saluran ini semakin tinggi semakin mengecil dan menyebabkan air
“merayap ke atas” dengan sendirinya.
Yang
memungkinkan rancangan sempurna ini adalah tegangan per-mukaan air yang tinggi.
Jika tegangan permukaan air sama rendahnya dengan tegangan pada kebanyakan zat
cair lainnya, secara fisiologi tidak mungkin bagi tanaman besar seperti
pohon-pohonan untuk hidup di tanah kering.
Konsekuensi
penting lain dari tingginya tegangan permukaan air adalah peretakan batu.
Karena tegangan permukaannya, air bisa menem-bus ke celah-celah terdalam
melalui retakan-retakan terkecil di mana air membeku ketika suhu turun di bawah
nol. Seperti kita ketahui, air mem-punyai sifat tidak normal dengan mengembang
ketika membeku. Pengembangan ini menimbulkan tekanan di dalam batu yang akhirnya
menyebabkan batu pecah. Proses ini sangat penting karena melepaskan mineral
yang terperangkap dalam batu ke dalam lingkungan dan juga membantu formasi
tanah.
Sifat-Sifat Kimia Air
Di samping
sifat-sifat fisiknya, sifat-sifat kimia air juga sangat sesuai untuk kehidupan.
Di antara sifat-sifat kimia air, yang terutama adalah bahwa air merupakan
pelarut yang baik: Hampir semua zat kimia bisa dilarutkan dalam air.
Konsekuensi
yang sangat penting dari sifat kimia ini adalah mineral-mineral dan zat-zat
yang berguna yang terkandung tanah terlarut dalam air dan dibawa ke laut oleh
sungai. Diperkirakan lima milyar ton zat di-bawa ke sungai setiap tahun.
Zat-zat tersebut penting bagi kehidupan laut.
Air juga
mempercepat (mengkatalisis) hampir semua reaksi kimia yang diketahui. Sifat
kimia air yang penting lainnya adalah reaktivitas kimianya ada pada tingkat
yang ideal. Air tidak terlalu reaktif yang mem-buatnya berpotensi merusak
(seperti asam sulfat) dan tidak juga terlalu lamban (seperti argon yang tidak
bereaksi kimia). Mengutip Michael Den-ton: “Tampaknya, seperti semua sifatnya
yang lain, reaktivitas air ideal baik bagi peran biologis maupun geologisnya.”
80
Detail lain
tentang kesesuaian sifat-sifat kimia air untuk kehidupan selalu terungkap
ketika para peneliti menyelidiki zat tersebut lebih jauh. Harold Morowitz,
seorang profesor biofisika dari Universitas Yale, menyatakan:
Beberapa
tahun ke belakang telah menyaksikan studi yang berkembang tentang sebuah sifat
air yang baru dipahami (yaitu, konduktansi proton) yang ternyata hampir unik
bagi zat tersebut, merupakan unsur kunci transfer energi biologis, dan tentu
saja penting bagi asal usul kehidupan. Semakin dalam dipelajari, semakin terkesan
sebagian dari kami dengan kesesuaian alam dalam bentuk yang begitu tepat.....
81
Viskositas Ideal Air
Setiap kali
kita memikirkan zat cair, bayangan yang terbentuk dalam pikiran kita adalah zat
yang sangat cair. Kenyataannya, zat cair yang ber-beda memiliki tingkat
viskositas (kekentalan) yang berbeda: Kekentalan ter/aspal, gliserin, minyak
zaitun, dan asam sulfat, misalnya, sangat bervariasi. Dan jika kita bandingkan
zat-zat cair tersebut dengan air, perbedaannya menjadi lebih jelas. Air 10 juta
kali lebih cair daripada aspal, 1.000 kali lebih cair daripada gliserin, 100
kali lebih cair daripada minyak zaitun, dan 25 kali lebih cair daripada asam
sulfat.
Seperti
yang ditunjukkan oleh perbandingan singkat itu, air memiliki tingkat viskositas
yang sangat rendah. Bahkan, jika kita mengabaikan beberapa zat seperti eter dan
hidrogen cair, air ternyata berviskositas lebih kecil dari apa pun kecuali gas.
Apakah
kekentalan air yang rendah menguntungkan bagi kita? Akan berbedakah keadaan
jika zat cair vital ini memiliki kekentalan lebih besar atau lebih kecil?
Michael Denton menjawabnya untuk kita:
Kesesuaian
air akan berkurang jika kekentalan air lebih rendah. Struktur sistem kehidupan
akan bergerak jauh lebih acak di bawah pengaruh gaya-gaya deformasi jika kekentalan
air sama rendahnya dengan hidrogen cair.... Jika kekentalan air sangat lebih
rendah, struktur yang rawan akan mudah dikacaukan... dan air tidak akan mungkin
mendukung struktur mikroskopik rumit yang permanen. Arsitektur molekular sel
yang rawan mungkin tidak akan bertahan.
Jika
kekentalan lebih tinggi, gerak terkon-trol makromolekul yang besar dan
ter-utama struktur seperti mitokondria dan organel-organel kecil tidak akan
mung-kin, demikian pula proses-proses se-perti pembelahan sel. Semua aktivitas
penting sel akan membeku dengan efektif, dan jenis-jenis kehidupan seluler yang
jauh menyerupai yang biasa kita kenal akan tidak mungkin ada. Perkembangan
organisme yang lebih tinggi, yang secara kritis bergantung pada kemampuan sel
untuk bergerak dan merangkak dalam fase embriogenesis, pasti tidak mungkin
terjadi jika kekentalan air sedikit saja lebih tinggi dari kekentalan normal.
82
Kekentalan
air yang rendah tidak hanya penting untuk gerak seluler, namun juga untuk
sistem sirkulasi.
Semua
makhluk hidup dengan ukuran tubuh lebih dari seperempat milimeter memiliki
sistem sirkulasi pusat. Hal ini karena pada ukuran le-bih dari itu, tidak
mungkin makanan dan oksigen didifusikan ke seluruh tubuh organisme. Artinya,
makanan dan oksigen tidak bisa lagi masuk secara langsung ke dalam sel, dan
produk sampingannya pun tidak bisa dibuang begitu saja. Ada banyak sel dalam
tubuh sebuah organisme, karenanya oksigen dan energi yang diambil tubuh perlu
didistribusikan (dipompa) ke tubuh melalui “saluran”; dan saluran lain
diperlukan pula untuk mengangkut buangan. “Saluran” ini adalah pembuluh vena
dan arteri dalam sistem sirkulasi. Jantung adalah pompa yang menjaga sistem ini
agar terus bekerja, sementara zat yang dibawa melalui “saluran” itu adalah
cairan yang kita sebut “darah”, yang sebagian besar merupakan air, (95 % dari
plasma darah—materi yang tersisa setelah sel darah, pro-tein, dan hormon telah
dikeluarkan—adalah air.)
Itulah
sebabnya kekentalan air sangat penting agar sistem sirkulasi berfungsi efisien.
Jika air memiliki kekentalan seperti aspal misalnya, pas-ti tidak ada jantung
organisme yang dapat memompanya. Jika air memi-liki kekentalan minyak zaitun,
yang lebih kecil seratus juta kali daripada aspal, jantung mungkin bisa
memompanya, namun akan sangat sulit dan darah tidak akan pernah bisa mencapai
miliaran kapiler di seluruh pelosok tubuh kita.
Mari kita
cermati kapiler-kapiler tersebut. Tujuannya adalah memba-wa oksigen, makanan,
hormon, dan lain-lain yang penting bagi kehidup-an ke setiap sel di seluruh tubuh.
Jika sebuah sel berjarak lebih dari 50 mikron (satu mikron adalah satu
milimeter dibagi seribu) dari kapiler, maka sel tersebut tidak bisa
memanfaatkan “layanan” kapiler. Sel dengan jarak 50 mikron dari kapiler akan
mati kela-paran.
Itulah
sebabnya tubuh manusia dicip-takan sedemikian rupa sehingga kapilernya
membentuk jejaring yang menjangkau se-mua sel. Tubuh manu-sia normal memiliki
sekitar 5 miliar kapiler yang panjangnya, jika dibentangkan, sekitar 950
kilometer. Pada se-bagian mamalia, ada seba-nyak 3.000 kapiler dalam setiap
satu sentimeter persegi jaringan otot. Jika Anda menyatukan sepuluh ribu
kapiler terkecil dalam tubuh manusia, hasil jalinannya mungkin setebal isi
pensil. Diameter kapiler bervariasi dari 3-5 mikron: sama dengan tiga sampai
lima milimeter dibagi seribu.
Jika darah
akan menembus jalan sesempit itu tanpa terhambat atau melambat, maka darah
harus cair, dan berkat kekentalan air yang rendah, demikian adanya. Menurut
Michael Denton, jika kekentalan air sedikit saja lebih besar dari seharusnya,
sistem sirkuasi darah sama sekali tidak bermanfaat:
Sistem
kapiler akan bekerja hanya jika zat cair yang dipompa melalui seluruh tabungnya
memiliki kekentalan yang sangat rendah. Kekentalan rendah sangat penting karena
aliran berbanding terbalik dengan kekentalan... Dari sini mudah dilihat bahwa
jika kekentalan air memiliki nilai hanya be-berapa kali lebih besar dari
seharusnya, memompa darah melalui kapiler akan memerlukan tekanan besar, dan
hampir semua jenis sistem sirkula-si pasti tidak akan bekerja…Jika kekentalan
air sedikit lebih besar, dan kapiler terkecil berdiameter 10 mikron alih-alih 3
mikron, maka kapiler harus memenuhi hampir semua jaringan otot agar dapat
menyediakan oksi-gen dan glukosa dengan efektif. Jelas sekali rancangan bentuk
kehidupan makros-kopik tidak akan mungkin dan sangat terbatasi.... Maka
tampaknya keken-talan air harus demikian adanya agar menjadi perantara yang
sesuai bagi kehidupan. 83
Dengan kata
lain, seperti semua sifat lainnya, kekentalan air juga “dirancang khusus” untuk
kehidupan. Mencermati kekentalan zat-zat cair berbeda, kita lihat antara satu
zat dengan yang lain ada selisih hingga miliaran kali. Di antara miliaran itu
hanya ada satu zat cair dengan keken-talan yang diciptakan tepat seperti yang
diperlukan: air.
Kesimpulan
Segala
sesuatu yang sudah kita ketahui dalam bab ini sejak awal menunjukkan bahwa
sifat termal, fisik, kimia, dan kekentalan air tepat seperti seharusnya demi
keberadaan kehidupan. Air dirancang begitu sempurna untuk kehidupan, sehingga
dalam beberapa kasus, hukum-hukum alam dilanggar demi tujuan tersebut. Contoh
terbaik dari hal ini adalah pengembangan yang tidak terduga dan tidak dapat
dipahami pada volume air ketika suhunya turun di bawah 4OC: Jika pengembangan
tidak terjadi, es tidak akan mengambang, lautan akan membeku menjadi padatan
total, dan kehidupan tidak mungkin ada.
Air “begitu
tepat” untuk kehidupan, sampai-sampai tidak dapat di-bandingkan dengan zat cair
lain. Sebagian besar planet ini, dunia dengan atribut lain (suhu, cahaya,
spektrum elektromagnetik, atmosfer, permu-kaan, dan lain-lain) yang semuanya
sesuai untuk kehidupan, telah diisi air dengan jumlah tepat untuk kehidupan.
Jelaslah bahwa semua itu bukan kebetulan, dan sebaliknya pasti merupakan
rancangan yang disengaja.
Untuk
menguraikannya dengan cara lain, semua sifat fisik dan kimia air menunjukkan
bahwa dia diciptakan khusus untuk kehidupan. Bumi, yang sengaja diciptakan
untuk tempat hidup umat manusia, dihidupkan dengan air yang khusus diciptakan
untuk membentuk dasar kehidupan manusia. Dalam air, Allah telah memberi kita
kehidupan dan dengannya Dia menumbuhkan makanan yang kita makan dari tanah.
Akan
tetapi, aspek terpenting dari semua ini adalah bahwa kebe-naran ini, yang telah
ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern, di-ungkapkan dalam Al Quran, yang
diturunkan kepada umat manusia sebagai petunjuk empat belas abad yang lalu.
Mengenai air dan umat manusia, dikemukakan firman Allah dalam Al Quran:
“Dialah,
Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi
minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat
tumbuhnya) kamu meng-gembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air
hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah)
bagi kaum yang memikirkan.” (QS. An -Nahl, 16: 10-11) !
Picture
Text
Tidak
seperti zat cair lain, air mengembang ketika membeku. Karena itulah, es
mengambang di air.
Karena air
membeku dari atas ke bawah, samudra dunia tetap cair meskipun mungkin ada
lapisan es di permukaan. Jika air tidak memiliki sifat “luar biasa” ini, hampir
semua air di dunia membeku dan kehidupan di dalam laut tidak akan mungkin.
Sifat
termal air memungkinkan kita membuang panas berlebihan dari tubuh dengan cara
berkeringat.
Volume air
yang sangat besar dalam lautan di bumi menjaga temperatur planet ini tetap
seimbang. Itulah sebabnya, perbedaan temperatur antara siang dan malam sangat
kecil di daerah dekat laut, terutama di sepanjang pantai. Di daerah gurun jauh
dari laut, perbedaan temperatur antara siang dan malam bisa setinggi 40OC.
Tanaman
dirancang untuk memanfaatkan tegangan permukaan air yang tinggi. Berkat sifat
ini, air dapat naik bermeter-meter bahkan sampai ke dedaunan di puncak
pepohonan di hutan.
Kekentalan
air yang rendah sangat penting bagi kita. Jika air sedikit saja lebih kental,
tidak akan mungkin darah dialirkan ke seluruh tubuh melalui sistem kapiler.
Sebagai contoh, sistem pembuluh darah hati tubuh kita yang rumit (kiri) tidak
akan pernah ada.
Kekentalan
air yang rendah penting untuk semua makhluk hidup, bahkan tanaman.
Pembuluh-pembuluh kecil daun yang tampak pada gambar di atas bisa mengangkut
air karena air sangat cair.
BAB
8
Unsur-Unsur
Kehidupan yang Dirancang Khusus
Ada
pemikiran dan tujuan dibalik alam semesta. Ada isyarat kehadiran Tuhan dalam
betapa abstraknya ilmu matematika menembus rahasia alam semesta, yang
mengisyaratkan adanya sebuah pemikiran rasional menciptakan dunia ini. Alam
disesuaikan untuk memungkinkan kehidupan dan kesadaran agar muncul.
John
Polkinghorne, British Physicist 84
Sampai pada
bab ini, kita telah mengamati betapa semua keseim-bangan fisik alam semesta
tempat kita hidup telah dirancang seca-ra khusus sehingga kita bisa hidup. Kita
telah melihat betapa struktur umum alam semesta ini, lokasi bumi di alam
semesta, dan faktor-faktor seperti udara, cahaya, dan air telah dirancang
secara tepat untuk memiliki sifat yang kita butuhkan. Di samping semua itu,
kita juga perlu mencermati unsur-unsur yang menyusun tubuh kita. Unsur-unsur
kimia tersebut, unsur pembentuk tangan, mata, rambut, dan organ-organ kita,
seperti halnya semua makhluk hidup—tanaman dan binatang—yang merupakan sumber
makanan kita, telah dirancang secara khusus untuk memenuhi tujuan mereka
semestinya.
Fisikawan
Robert E. D. Clark merujuk pada keberadaan rancangan khusus dan luar biasa
dalam unsur pembentuk kehidupan ketika dia berkata: “Seolah Sang Pencipta telah
memberi kita seperangkat bagian-bagian pracetak yang dibuat siap untuk
bekerja.” 85
Di antara
unsur-unsur pembentuk, karbon adalah unsur yang paling penting.
Rancangan pada Karbon
Pada bab
sebelumnya kita menjelaskan proses yang luar biasa di mana karbon, unsur yang
menduduki posisi keenam dalam tabel periodik, dihasilkan dalam pusat bintang
yang sangat besar, yang disebut raksasa merah. Kita juga melihat bagaimana,
setelah menemukan proses yang menarik ini, Fred Hoyle tergerak untuk mengatakan
bahwa “hukum fisika nuklir telah dirancang secara sengaja dengan ber-dasar pada
konsekuensi yang dihasilkan pada bintang.”86
Kalau kita
mengamati karbon dengan lebih teliti, kita dapat melihat bahwa tidak hanya
su-sunan fisik unsur ini saja namun juga sifat kimianya dirancang secara sengaja
agar menjadi seperti seharusnya.
Karbon
murni secara alamiah terjadi dalam dua bentuk: grafit dan berlian. Tetapi
karbon juga membentuk senyawa dengan bermacam unsur lain dan hasilnya adalah
berbagai jenis zat yang berbeda. Secara khusus benda organik kehidupan yang
begitu beragam—membran sel dan kulit kayu, lensa mata dan tanduk rusa, bagian
putih telur dan racun ular—semuanya tersusun oleh senyawa-senyawa yang berdasar
karbon. Karbon, dicampur dengan hidrogen, oksigen, dan nitrogen dalam bera-gam
jumlah dan susunan geometrik, menghasilkan begitu beragam materi dengan
sifat-sifat yang jauh berbeda.
Beberapa
molekul senyawa karbon mengandung hanya beberapa atom, yang lain mengandung
ratusan atau bahkan jutaan atom. Lebih jauh lagi, tidak ada unsur lain yang
memiliki manfaat seberagam karbon dalam pembentukan molekul dengan daya tahan
dan stabilitas seperti itu. Mengutip pendapat David Burnie dalam bukunya yang
berjudul Life:
Karbon
merupakan unsur yang sangat tidak biasa. Tanpa adanya karbon dan sifat tidak
biasanya, sepertinya tidak akan ada kehidupan di bumi. 87
Mengenai
karbon, ahli kimia Inggris, Nevil Sidgwick, menulis dalam buku Chemical
Elements and Their Compounds:
Karbon
merupakan unsur unik dalam jumlah dan ragam senyawa yang dapat dibentuknya.
Seperempat juta lebih telah diisolasikan dan dijelaskan, namun memberikan ide
yang sangat tidak sempurna akan kekuatannya, karena karbon merupakan dasar dari
semua benda hidup . 88
Baik
ditinjau dari sisi fisika atau kimia, tidak mungkin kehidupan berdasarkan pada
unsur selain karbon. Pada suatu saat, silikon dikemu-kakan sebagai unsur lain
yang mungkin sebagai dasar kehidupan. Na-mun sekarang kita tahu bahwa dugaan
ini tidak mungkin. Mengutip pendapat Sidgwick lagi:
Sekarang
kami cukup tahu untuk meyakini bahwa ide akan sebuah dunia di mana silikon
mengambil alih fungsi karbon sebagai dasar kehidupan tidaklah mungkin..... 89
Ikatan Kovalen
Ikatan
kimia yang mengikat karbon ketika membentuk senyawa or-ganik disebut “ikatan
kovalen”. Ikatan kovalen terjadi ketika dua atom berbagi elektronnya.
Elektron-elektron
sebuah atom menempati lapisan orbit spesifik yang mengelilingi inti atom. Orbit
yang terdekat dengan nukleus dapat ditempati tidak lebih dari dua elektron.
Pada orbit berikutnya elektron terbanyak adalah delapan elektron. Pada orbit
ketiga, dapat mencapai delapan belas. Jumlah elektron semakin meningkat dengan
penambahan orbit. Lalu, sebuah aspek yang menarik dari skema tersebut adalah
atom “ingin” melengkapi jumlah elektron dalam orbit. Misalnya, oksigen memiliki
enam elektron pada orbit kedua (dan yang paling luar), dan ini membuatnya lebih
“berani” membentuk kombinasi dengan atom lain-nya yang akan menyediakan dua
kelebihan elektron yang diperlukan untuk menaikkan jumlahnya menjadi delapan.
(Kenapa atom bertindak seperti itu adalah sebuah pertanyaan yang tidak
terjawab. Namun dengan berperilaku seperti itu merupakan hal yang bagus: karena
jika tidak, kehidupan tidak akan mungkin.)
Ikatan
kovalen merupakan hasil dari kecenderungan atom untuk melengkapi elektron pada
orbitnya. Dua atau lebih atom dapat mengisi kekurangan dalam orbitnya dengan
saling berbagi elektron. Sebuah contoh yang bagus adalah molekul air (H2O),
yang unsur pembentuknya (dua atom hidrogen dan satu atom oksigen) membentuk
ikatan kovalen. Dalam senyawa ini, oksigen melengkapi jumlah elektron pada
orbit kedua menjadi delapan dengan berbagi dua elektron (masing-masing satu
elektron) dari orbit dua buah atom hidrogen; dengan cara yang sama, setiap atom
hidrogen “meminjam” satu elektron dari atom oksigen untuk melengkapi kulitnya
sendiri.
Karbon
sangat piawai dalam membentuk ikatan kovalen dengan atom lain (termasuk atom
karbon) yang memungkinkan terbentuknya sejumlah besar senyawa. Salah satu
contoh dari senyawa ini yang paling sederhana adalah metana: gas biasa yang
dibentuk dari ikatan kovalen empat atom hidrogen dan satu atom karbon. Hanya
dengan enam elek-tron, orbit terluar karbon kekurangan empat elektron untuk
menggenap-kan menjadi delapan, tidak seperti oksigen yang kekurangan dua, dan
karena inilah, empat atom hidrogen diperlukan untuk melengkapinya.
Telah
disebutkan bahwa karbon memiliki beragam kemampuan dalam membentuk ikatan
dengan atom lain dan kemampuan inilah yang menghasilkan beragam senyawa. Kelompok
senyawa yang dibentuk secara eksklusif dari karbon dan hidrogen disebut
“hidrokarbon”. Kelompok ini merupakan kelompok senyawa yang sangat beragam yang
meliputi gas alam, bensin, kero-sen, dan minyak oli. Hidrokar-bon seperti
etilen dan propilen adalah dasar pembentuk in-dustri petrokimia modern.
Hidrokarbon seperti benze-na, toluena, dan terpentin tidak asing lagi bagi
siapa pun yang kerjanya berhu-bungan dengan cat. Naptalen yang melindungi
pakaian kita dari ngengat adalah hidrokarbon lainnya. Dengan tambahan klorin
da-lam senyawa, beberapa hidrokarbon menjadi zat bius; dengan tambahan florin,
kita memiliki freon, gas yang banyak digunakan dalam AC.
Terdapat
kelompok senyawa penting lain bentukan dari karbon, hi-drogen, dan oksigen yang
berikatan kovalen satu dengan lainnya. Dalam kelom-pok ini kita temukan alkohol
seperti etanol dan propanol, keton, aldehid, dan asam lemak, sebagai salah satu
dari sekian banyak senyawa. Kelompok senyawa lain yang tersusun dari karbon,
hidrogen, dan oksi-gen adalah gula, yang mencakup glukosa dan fruktosa.
Selulosa
yang menyusun kerangka kayu dan bahan kertas mentah adalah karbohidrat. Begitu
juga dengan cuka. Demikian pula lilin lebah dan asam formiat. Setiap senyawa
dan bahan-bahan yang begitu beragam yang terbentuk alami di dunia kita ini
“tidak lebih” merupakan susunan berbeda dari karbon, hidrogen, dan oksigen yang
diikat ber-sama oleh ikatan kovalen.
Ketika
karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen membentuk ikatan seperti itu, hasilnya
adalah sekelompok molekul yang merupakan dasar dan struktur kehidupan itu
sendiri: asam amino yang menyusun protein. Nukleotida yang menyusun DNA juga
merupakan molekul yang di-bentuk dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen.
Singkatnya,
ikatan kovalen yang mampu dibentuk oleh atom karbon sangat penting untuk
keberadaan kehidupan. Andaikan hidrogen, kar-bon, nitrogen, dan oksigen tidak
terlalu “berani” saling berbagi elektron, maka kehidupan tidak akan mungkin.
Yang
memungkinkan karbon membentuk ikatan-ikatan tersebut adalah sebuah sifat yang
disebut para ahli kimia sebagai “keadaan meta-stabil”, sebuah keadaan dengan
ambang yang sangat tipis di atas stabil. Ahli biokimia, J. B. S. Haldane,
menjelaskan keadaan metastabil sebagai:
Molekul
metastabil berarti molekul yang mampu melepaskan energi bebas dengan
transformasi, namun cukup stabil untuk bertahan lama kecuali diaktifkan oleh
panas, radiasi, atau penyatuan dengan katalis.90
Istilah
yang agak teknis ini berarti bahwa karbon memiliki struktur agak unik, oleh
karenanya, sangat mudah bagi karbon membentuk ikatan kovalen dalam kondisi
normal.
Akan
tetapi, tepat di sinilah karbon mulai membuat penasaran ka-rena karbon
metastabil hanya dalam kisaran suhu yang sangat sempit. Lebih tepatnya, senyawa
karbon menjadi sangat tidak stabil jika suhu di atas 100OC.
Fakta ini
sangat lumrah dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga sebagian besar dari
kita tidak menganggapnya istimewa. Misalnya ketika kita memasak daging, yang
kita lakukan sebenarnya adalah mengubah struktur senyawa karbonnya. Namun ada
sesuatu yang perlu kita catat di sini: Daging matang menjadi benar-benar
“mati”; yaitu struktur kimianya berbeda dengan yang dimiliki daging tersebut
ketika masih merupakan bagian organisme hidup. Sesungguhnya sebagian besar
senyawa karbon menjadi “tidak alami” pada suhu di atas 100OC: sebagian besar
vitamin misalnya, terurai begitu saja; gula juga mengalami perubahan struktur
dan kehilangan sebagian nilai gizi; dan pada suhu sekitar 150OC, senyawa karbon
akan mulai terbakar.
Dengan kata
lain, jika atom karbon harus melakukan ikatan kovalen dengan atom-atom lain dan
jika senyawa yang dihasilkan harus tetap stabil, maka suhu lingkungan ha-rus
tidak lebih dari 100OC. Seba-liknya batas bawah adalah sekitar 0OC: Jika suhu
turun jauh di ba-wah 0OC, biokimia organik men-jadi tidak mungkin.
Dalam kasus
senyawa lain, secara umum keadaan ini bukan-lah yang terjadi. Sebagian besar
senyawa anorganik tidak meta-stabil; kestabilannya tidak terlalu dipengaruhi
oleh perubahan su-hu. Untuk mengetahuinya mari kita lakukan sebuah percobaan.
Tusuk sepotong daging di ujung sebatang logam panjang, misal-nya besi dan
panaskan keduanya di atas api. Bersamaan suhu me-manas, daging akan menghitam
dan akhirnya terbakar jauh sebe-lum terjadi apa-apa dengan logam tersebut. Hal
yang sama akan terjadi juga jika Anda meng-ganti logam dengan batu atau kaca.
Anda harus meningkatkan panas sampai beberapa ratus derajat sebelum struktur
benda-benda tersebut berubah.
Saat ini,
Anda tentu sudah mendapati kesamaan antara kisaran suhu yang diperlukan untuk
pembentukan dan kestabilan ikatan kovalen se-nyawa karbon dan kisaran suhu yang
umum pada planet kita. Seperti telah dibahas di bagian lain, di seluruh alam
semesta, suhu berkisar dari jutaan derajat dalam pusat bintang sampai nol
derajat mutlak (-273,15OC). Namun bumi, yang telah diciptakan untuk umat
manusia agar hidup di dalamnya, memiliki kisaran suhu sempit yang mutlak
diperlukan bagi pembentukan senyawa karbon sebagai unsur pembentuk kehidupan.
Namun
“kebetulan” yang menarik tidak berakhir di sini. Kisaran suhu yang sama
merupakan satu-satunya keadaan di mana air tetap cair. Seperti yang telah kita
bahas pada bab sebelumnya, air yang cair meru-pakan salah satu syarat utama
kehidupan, untuk tetap cair, air memerlu-kan suhu yang tepat sama dengan suhu
senyawa karbon agar dapat ter-bentuk dan stabil. Tidak ada “hukum” fisika atau
alam yang mengha-ruskan keadaan seperti ini, dan berdasarkan fakta ini,
terbukti bahwa sifat fisik air dan karbon dan keadaan planet bumi diciptakan
selaras antara satu dan lainnya.
Ikatan Lemah
Ikatan
kovalen bukan satu-satunya bentuk ikatan kimia yang men-jaga kestabilan
senyawa-senyawa bagi kehidupan. Terdapat jenis ikatan lain dan berbeda yang
dikenal sebagai “ikatan lemah”.
Ikatan ini
sekitar dua puluh kali lebih lemah daripada ikatan kovalen, dari sinilah asal
namanya; namun ikatan tersebut tidak kurang penting bagi proses-proses kimia
organik. Berkat ikatan yang lemah ini, protein yang membangun unsur pembentuk
makhluk hidup mampu menjaga struktur tiga dimensi yang rumit dan sangat vital.
Untuk
menerangkannya, kita harus membahas secara ringkas struk-tur protein. Protein
biasanya digambarkan sebagai sebuah “rantai” asam amino. Pada dasarnya
pengandaian ini benar, namun tidak lengkap. Pengandaian ini tidak lengkap,
karena bagi kebanyakan orang sebuah “rantai asam amino” dibayangkan sebagai
suatu untaian mutiara sedang-kan asam amino yang menyusun protein memiliki
struktur tiga dimensi yang lebih menyerupai sebatang pohon dengan cabang-cabang
berdaun.
Ikatan kovalen
adalah ikatan yang menahan atom-atom asam amino untuk bersatu. Ikatan yang
lemah adalah ikatan yang menjaga struktur tiga dimensi yang penting dari
asam-asam tersebut. Tidak ada protein bisa bertahan tanpa ikatan yang lemah
ini. Dan tentu saja tanpa protein, tidak akan ada kehidupan.
Sekarang
yang menarik dari masalah ini adalah bahwa kisaran suhu yang memungkinkan
ikatan lemah terbentuk sama dengan kisaran suhu yang terdapat di bumi. Hal ini
agak aneh karena sifat fisik maupun kimia ikatan kovalen versus ikatan lemah
merupakan hal yang sangat berbeda dan saling tidak berhubungan. Dengan kata
lain, tidak ada alasan menga-pa ikatan-ikatan tersebut memerlukan kisaran suhu
yang sama. Namun begitulah kedua ikatan tersebut: Kedua tipe ikatan tersebut
hanya dapat terbentuk dan tetap stabil dalam kisaran suhu yang sempit itu.
Andaikan tidak—andaikan ikatan kovalen memerlukan kisaran suhu yang sangat
berbeda dari ikatan yang lemah, misalnya—maka ikatan tersebut tidak akan
mungkin membentuk struktur tiga dimensi rumit yang dibutuhkan protein.
Segala
sesuatu yang telah kita ketahui tentang keluarbiasaan sifat-sifat kimia atom
karbon menunjukkan bahwa terdapat keselarasan di an-tara unsur ini, yang
merupakan pembentuk dasar kehidupan, air yang juga penting bagi kehidupan, dan
planet bumi yang merupakan tempat bernaung kehidupan tersebut. Dalam Nature's
Destiny, Michael Denton menekankan keselarasan ini ketika mengatakan:
Dari
kisaran suhu yang sangat besar di alam semesta, hanya terdapat satu pita sempit
suhu yang didalamnya kita memiliki (1) air yang cair, (2) senyawa organik
metastabil yang melimpah, dan (3) ikatan lemah untuk menstabilkan struktur tiga
dimensi molekul yang rumit. 91
Dari
seluruh benda di ruang angkasa yang kita amati, “pita sempit suhu” ini hanya
ada di bumi. Demikian pula, hanya di bumi, dua pem-bentuk dasar
kehidupan—karbon dan air—ditemukan dalam persediaan melimpah.
Semua itu
menunjukkan bahwa atom karbon beserta sifat-sifat luar biasanya dirancang
secara khusus untuk kehidupan dan bahwa planet kita diciptakan untuk menjadi
tempat tinggal bagi kehidupan berbasis karbon.
Rancangan pada Oksigen
Kita telah
mengetahui bagaimana karbon merupakan unsur pem-bentuk makhluk hidup yang
paling penting dan bagaimana karbon diran-cang secara khusus untuk memenuhi
fungsi tersebut. Tetapi keber-adaan semua bentuk kehidupan berbasis karbon
mutlak bergantung pada hal kedua: energi. Energi adalah kebutuhan yang mutlak
bagi kehidupan.
Tanaman
hijau memperoleh energi mereka dari matahari melalui proses fotosintesis. Bagi
makhluk hidup lain di bumi—termasuk kita—satu-satunya sumber energi adalah
sebuah proses yang disebut “oksida-si”—kata keren dari “pembakaran”. Energi
organisme penghirup oksigen diperoleh dari pembakaran makanan yang berasal dari
tumbuhan dan binatang. Seperti yang Anda tebak dari istilah “oksidasi”,
pembakaran tersebut merupakan reaksi kimia yang menjadikan zat-zat teroksidasi
—dengan kata lain, zat-zat digabungkan dengan oksigen. Karena itulah oksigen
sama mutlaknya bagi kehidupan seperti karbon dan hidrogen.
Rumus umum
pembakaran (oksidasi) adalah sebagai berikut:
Senyawa
karbon + oksigen > air + karbon dioksida + energi
Artinya
bahwa ketika senyawa karbon dan oksigen bergabung (tentu di bawah kondisi yang
tepat), sebuah reaksi berlangsung sehingga meng-hasilkan air dan karbon
dioksida dan melepaskan energi yang besar. Reaksi ini paling mudah terjadi pada
hidrokarbon (senyawa hidrogen dan karbon). Glukosa (sejenis gula yang juga
hidrokarbon) adalah senyawa yang secara tetap dibakar dalam tubuh Anda untuk
menjaga agar tubuh tetap mendapat pasokan energi.
Begitulah,
hidrogen dan karbon yang menyusun hidrokarbon me-rupakan unsur yang paling
sesuai untuk berlangsungnya oksidasi. Di antara semua atom lainnya, hidrogen
paling mudah bergabung dengan oksigen dan melepaskan energi paling banyak dalam
proses tersebut. Jika Anda memerlukan bahan bakar untuk membakar dalam oksigen,
Anda tidak dapat menemukan yang lebih baik daripada hidrogen. Dari nilainya
sebagai bahan bakar, karbon berada di urutan ketiga setelah hidrogen dan boron.
Dalam buku The Fitness of the Environment, Lawrence Henderson mengomentari
kesesuaian luar biasa yang tampak di sini:
Reaksi-reaksi
kimia (tersebut di atas), yang karena banyak alasan lain tampak paling sesuai
untuk proses fisiologi, ternyata merupakan reaksi yang mampu mengalirkan energi
melimpah ke dalam arus kehidupan. 92
Rancangan pada Api
(atau
Mengapa Anda Tidak Langsung Terbakar)
Sebagaimana
kita ketahui, reaksi dasar yang melepaskan energi yang diperlukan bagi kelangsungan
organisme penghirup oksigen adalah oksi-dasi hidrokarbon. Tetapi fakta
sederhana ini menimbulkan pertanyaan menyulitkan: Jika tubuh kita tersusun
terutama oleh hidrokarbon, me-ngapa hidrokarbon dalam tubuh tidak teroksidasi
juga? Dengan kata lain, mengapa kita tidak langsung terbakar, seperti korek api
digesekkan?
Tubuh kita
secara terus-menerus berhubungan dengan oksigen da-lam udara namun tidak
teroksidasi: tubuh tidak terbakar. Mengapa tidak?
Alasan bagi
keadaan yang bertolak belakang ini adalah bahwa di bawah suhu dan tekanan
normal, oksigen dalam bentuk molekul (O2) memiliki tingkat kelembaman
(keengganan) atau “nobilitas” yang besar. (Arti dalam istilah kimia,
“nobilitas” adalah keengganan atau ketidak-mampuan sebuah zat untuk melakukan
reaksi kimia dengan zat lain). Na-mun hal ini menimbulkan pertanyaan lain. Jika
molekul oksigen begitu “enggan” sampai menghindar dari membakar kita, bagaimana
molekul yang sama berhasil melakukan reaksi kimia di dalam tubuh kita?
Jawaban
untuk pertanyaan ini, yang membingungkan para ahli ki-mia pada awal abad ke-19,
tidak diketahui sampai pertengahan kedua abad ke-20, ketika para peneliti
biokimia menemukan keberadaan enzim dalam tubuh manusia yang berfungsi hanya
untuk memaksa O2 di atmos-fer untuk memasuki reaksi kimia. Sebagai hasil
serangkaian langkah yang sangat rumit, enzim tersebut menggunakan atom besi dan
tembaga dalam tubuh kita sebagai katalis. Katalis adalah senyawa yang memulai
sebuah reaksi kimia dan memungkinkan reaksi tersebut berlanjut dalam keadaan
berbeda (misalnya suhu yang lebih rendah, dan lain-lain) yang mestinya tidak
mungkin apabila tanpa katalis. 93
Dengan kata
lain, terdapat hal yang sangat menarik: Oksigen meru-pakan unsur yang mendukung
oksidasi dan pembakaran, dan wajar orang berharap oksigen akan membakar kita
juga. Untuk mencegahnya, bentuk molekul O2 oksigen yang ada di atmosfer diberi
sifat kelembaman kimia yang kuat. Karena itulah oksigen tidak mudah bereaksi.
Namun di lain sisi, tubuh kita bergantung pada sifat pem-bakaran oksigen untuk
energi tubuh dan karena alasan itulah sel-sel kita dilengkapi dengan sis-tem
enzim yang sangat rumit yang membuat gas “enggan” tersebut sangat reaktif.
Selagi
dalam bahasan ini, perlu ditunjukkan pula bahwa sistem en-zim merupakan contoh
rancangan yang begitu mengagumkan sehingga teori evolusi yang menyatakan bahwa
kehidupan muncul kebetulan tidak akan pernah mampu menjelaskannya. 94
Terdapat
pencegahan lain agar tubuh kita tidak terbakar, yang dise-but ahli kimia Nevil
Sidgwick sebagai “sifat kelembaman karbon”.95
Artinya, karbon tidak terlalu mudah juga
dalam bereaksi dengan oksigen di bawah tekanan dan suhu normal. Dijelaskan
dengan bahasa kimia, semua ini tampak agak sulit dimengerti, namun sebetulnya
yang akan digambarkan di sini adalah sesuatu yang pasti sudah diketahui siapa
pun yang pernah menyalakan perapian dengan tumpukan kayu atau tungku batubara
pada musim dingin atau mengadakan barbecue pada musim panas. Agar api mulai
menyala, Anda harus menyiapkan banyak perlengkapan (bahan bakar, pemantik dan
lain-lain) atau meningkatkan dengan tiba-ti-ba suhu bahan bakar sampai derajat
sangat tinggi (seperti dengan obor). Tetapi sekali bahan bakar itu terbakar,
karbon di dalamnya bereaksi de-ngan oksigen dengan cepat dan energi dilepas-kan
dalam jumlah besar. Itulah sebabnya sangat sulit menyalakan api tanpa sumber
panas lain. Namun setelah pembakaran dimulai, panas yang tinggi dihasilkan dan
menyebabkan senya-wa karbon lain yang terdekat ikut terbakar sehingga api
menyebar.
Jika kita
mencermati masalah ini, kita dapat melihat bahwa api itu sendiri adalah contoh
rancangan paling menarik. Sifat kimia oksigen dan karbon telah dirancang
sedemikan rupa sehingga kedua unsur ter-sebut saling bereaksi (pembakaran)
hanya ketika terdapat panas tinggi. Ini juga bagus karena jika sebaliknya,
kehidupan di planet ini tidak akan menyenangkan atau bahkan tidak mungkin.
Andaikan oksigen dan kar-bon hanya sedikit lebih mudah saling bereaksi,
pembakaran spontan — penyalaan dengan sendirinya — dari manusia, pohon, dan binatang
akan menjadi kejadian yang lumrah ketika cuaca terlalu hangat. Misalnya,
se-orang yang berjalan melalui gurun bisa secara tiba-tiba terbakar di siang
hari sangat terik; tanaman dan binatang akan dihadapkan pada risiko yang sama.
Bahkan andaikan kehidupan mungkin ada dalam dunia seperti itu, benar-benar
tidak akan menyenangkan.
Sebaliknya,
andaikan karbon dan oksigen sedikit lebih lembam (yaitu agak kurang reaktif)
dari sekarang ini, akan lebih sulit menyalakan api: bahkan mungkin mustahil.
Dan tanpa api, kita bukan saja tak mampu menjaga tubuh tetap hangat: besar
kemungkinan bahwa tidak akan ada kemajuan teknologi di planet kita, karena
kemajuan tersebut bergantung pada kemampuan mengolah bahan-bahan seperti logam;
dan tanpa pa-nas yang disediakan oleh api, pemurnian dan pengolahan logam
menjadi mustahil.
Semua hal
tersebut menunjukkan bahwa sifat-sifat kimia karbon dan oksigen disusun agar
sangat sesuai bagi kebutuhan umat manusia. Berke-naan dengan hal ini, Michael
Denton mengatakan:
Ketidak-reaktifan
atom karbon dan oksigen pada suhu lingkungan, diga-bungkan dengan energi sangat
besar yang dilepaskan begitu pembakaran dimulai, benar-benar cocok bagi
kehidupan di bumi. Kombinasi aneh ini tidak hanya menyediakan energi melimpah
bagi kehidupan tingkat tinggi dari ok-sidasi yang terkendali dan teratur, namun
juga memungkinkan penggunaan api terkendali oleh umat manusia, serta
memungkinkan pe-manfaatan energi pembakaran yang melimpah bagi kemajuan
teknologi. 96
Dengan kata
lain, karbon dan oksigen telah diciptakan dengan sifat-sifat yang paling sesuai
untuk kehidupan manusia. Sifat-sifat kedua un-sur ini memungkinkan kita
menyalakan api dan memanfaatkannya se-nyaman mungkin. Lebih jauh lagi, dunia
penuh dengan sumber karbon (misalnya kayu) yang sesuai bagi pembakaran. Semua
itu merupakan petunjuk bahwa api dan bahan-bahan untuk memulai dan
memper-tahankannya diciptakan khusus sesuai bagi kehidupan manusia. Dalam Al
Quran, Allah berfirman kepada umat manusia:
Tuhan
yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan
(api) dari kayu itu. (QS. Yaasiin, 36: 80) !
Daya Larut Ideal Oksigen
Penggunaan
oksigen oleh tubuh sangat bergantung pada sifat gas un-tuk larut dalam air.
Oksigen yang masuk ke dalam paru-paru kita saat kita menarik napas segera
dilarutkan dalam darah. Protein yang disebut he-moglobin menangkap
molekul-molekul oksigen dan membawanya ke sel tubuh lainnya di mana, berkat
sistem enzim khusus yang dijelaskan sebelumnya, oksigen digunakan untuk
mengoksidasi senyawa karbon yang disebut ATP untuk melepaskan energinya.
Semua
organisme kompleks memperoleh energi mereka dengan cara ini. Tetapi operasi
sistem ini bergantung terutama pada daya larut ok-sigen. Jika oksigen tidak
cukup larut, oksigen yang akan memasuki darah dan sel tidak akan cukup dan
tidak akan bisa menghasilkan energi yang mereka butuhkan; di lain sisi, jika
oksigen sangat larut, darah akan kele-bihan oksigen dan menyebabkan kondisi
yang dikenal sebagai keracunan oksigen.
Perbedaan
daya larut dalam air dari gas yang berbeda bervariasi de-ngan faktor mencapai
sejuta. Yaitu, gas yang paling mudah larut sejuta kali lebih gampang terlarut
dalam air daripada gas yang paling tidak mudah larut, dan sangat sulit
menemukan gas-gas dengan daya larut sama. Misalnya, karbon dioksida larut dua
puluh kali lebih mudah dalam air daripada oksigen. Tetapi di antara kisaran
daya larut yang mungkin dimiliki, daya larut oksigen benar-benar sesuai untuk
kebutuhan kehi-dupan manusia.
Apa yang
akan terjadi jika daya larut oksigen dalam air berbeda: sedikit lebih rendah
atau sedikit lebih tinggi?
Mari kita
cermati kemungkinan pertama. Jika oksigen kurang larut dalam air (dan juga
dalam darah), oksigen yang masuk ke aliran darah hanya sedikit dan sel-sel
tubuh akan kekurangan oksigen. Ini akan mem-buat kehidupan sangat sulit bagi
organisme bermetabolisme aktif seperti manusia. Betapapun hebatnya Anda
bernapas, Anda secara terus-mene-rus akan menghadapi bahaya mati lemas karena
tidak cukup oksigen yang sampai ke dalam sel-sel tubuh Anda.
Sebaliknya,
jika daya larut oksigen dalam air lebih tinggi, Anda akan dihadapkan pada
ancaman keracunan oksigen, yang dijelaskan di atas. Sebetulnya, oksigen
merupakan zat yang berbahaya: Jika sebuah organis-me mendapatkan terlalu banyak
oksigen, akibatnya bisa fatal. Sebagian oksigen dalam darah bereaksi dengan air
darah. Jika jumlah oksigen yang terlarut terlalu tinggi, maka dihasilkan zat
yang sangat reaktif dan merusak. Salah satu fungsi sistem enzim darah yang
rumit adalah untuk mencegah keracunan itu terjadi. Namun jika jumlah oksigen
terlarut terlalu tinggi, enzim tersebut tidak bisa mengerjakan tugasnya.
Sebagai akibatnya, setiap napas yang kita hirup akan meracuni kita dan
meng-akibatkan kematian dengan cepat. Ahli kimia, Irwin Fridovich mengo-mentari
masalah ini:
Semua
organisme yang bernapas terjebak dalam perangkap berbahaya. Oksigen yang
mendukung kehidupannya justru racun bagi mereka, dan mereka bertahan hidup di
bawah ancaman bahaya, hanya dengan ber-gantung pada mekanisme pertahanan yang
rumit. 97
Yang
menyelamatkan kita dari perangkap ini—dari keracunan akibat terlalu banyak
oksigen atau dari kematian yang disebabkan tidak cukup-nya oksigen merupakan
fakta bahwa daya larut oksigen dan sistem enzim yang rumit dari tubuh telah
dirancang secara cermat dan diciptakan seba-gaimana seharusnya. Gamblangnya,
Allah tidak hanya telah mencipta-kan udara yang kita hirup, namun juga sistem
yang memungkinkan menggunakan udara itu dalam keselarasan sempurna dengan yang
lainnya.
Unsur-Unsur Lain
Karbon dan
oksigen tentu saja bukan satu-satunya unsur yang diran-cang dengan sengaja
untuk memungkinkan kehidupan. Unsur-unsur seperti hidrogen dan nitrogen, yang
menyusun sebagian besar tubuh makhluk hidup, juga memiliki sifat-sifat yang
memungkinkan kehi-dupan. Kenyataannya, tidak terdapat satu pun unsur dalam
tabel perio-dik yang tidak berperan dalam mendukung kehidupan.
Dalam tabel
periodik dasar terdapat sembilan puluh dua unsur mulai dari hidrogen (paling
ringan) sampai uranium (paling berat). (Tentu saja terdapat unsur-unsur lain di
luar uranium, namun unsur-unsur tersebut tidak terbentuk secara alamiah dan
semuanya dibuat dalam kondisi laboratorium. Tidak satu pun dari unsur-unsur
tersebut stabil). Dari kesembilan puluh dua unsur tersebut, dua puluh lima di
antaranya secara langsung berperan penting untuk kehidupan, dan di antaranya,
hanya sebelas – hidrogen, karbon, oksigen, nitrogen, sodium, magnesium, fosfor,
belerang, klorin, potasium, dan kalsium—yang menyusun sekitar 99% berat badan
hampir semua jenis makhluk hidup. Empat belas unsur lainnya (vanadium, kromium,
mangan, besi, kobalt, nikel, tembaga, seng, molibdenum, boron, silikon,
selenium, flurin, dan iodin) muncul dalam organisme kehidupan hanya dalam
jumlah yang sangat kecil, meskipun begitu unsur-unsur tersebut memiliki
fungsi-fungsi yang sangat penting. Tiga unsur—arsenik, timah, dan
tungsten—ditemukan pada beberapa makhluk hidup di mana unsur-unsur tersebut
melakukan fungsi yang tidak bisa benar-benar dipahami. Tiga unsur lain—bromin,
strontium, dan barium— diketahui terdapat pada kebanyakan organisme, tetapi
fungsi-fungsinya masih merupakan misteri. 98
Spektrum
lebar ini mencakup atom-atom dari setiap rangkaian yang berbeda pada tabel
periodik, yang unsur-unsurnya dikelompokkan ber-dasarkan sifat-sifat atomnya.
Ini menunjukkan bahwa seluruh kelompok unsur dalam tabel periodik penting untuk
kehidupan, dengan cara bagai-manapun. Dalam buku The Biological Chemistry of
the Elements, J. J. R. Frausto da Silva dan R. J. P. William mengatakan bahwa:
Unsur-unsur
biologi tampaknya telah diseleksi dari hampir semua kelompok dan subkelompok
tabel periodik... dan ini berarti bahwa hampir semua jenis sifat kimia
berkaitan dengan proses kehidupan dalam batasan-batasan yang ditentukan oleh
lingkungan.99
Bahkan
unsur radioaktif berat pada bagian akhir tabel periodik telah dirancang untuk
berperan bagi kehidupan manusia. Dalam buku Nature's Destiny, Michael Denton
menggambarkan secara terperinci peran penting yang dimainkan unsur-unsur
radioaktif, seperti uranium, dalam pemben-tukan struktur geologis bumi.
Radioaktif alamiah sangat berkaitan de-ngan kenyataan bahwa inti bumi mampu
mempertahankan panasnya. Panas tersebut menahan inti, yang terdiri dari besi
dan nikel, agar tetap cair. Inti cair ini merupakan sumber medan magnet bumi
yang, seperti telah diterangkan di bagian lain, membantu melindungi planet dari
radi-asi dan partikel berbahaya dari luar angkasa, di samping melakukan
fungsi-fungsi lain. Bahkan gas dan unsur lembam seperti logam-logam rare-earth,
yang tampaknya tidak satu pun mendukung kehidupan, jelas ada disebabkan oleh
tuntutan untuk memastikan bahwa rangkaian unsur bentukan-alami hanya sampai
pada uranium.100
Singkatnya,
bisa dikatakan bahwa semua unsur yang kita ketahui keberadaannya memiliki suatu
peran bagi kehidupan manusia. Tidak satu pun dari unsur-unsur tersebut yang
keberadaannya berlebihan ataupun tidak bertujuan. Situasi ini merupakan bukti
lebih jauh bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah untuk umat manusia.
Kesimpulan
Setiap
sifat fisik dan kimia alam semesta yang telah kita kaji ternyata tepat sesuai
dengan yang diperlukan bagi keberadaan kehidupan. Na-mun, dalam buku ini kita
hanya mengorek permukaan dari bukti yang berlimpah untuk fakta tersebut.
Betapapun dalamnya Anda menyelidiki detail atau memperluas penelitian,
pengamatan umum ini tetap berlaku; dalam setiap detail alam semesta, ada satu
tujuan demi kehidupan manu-sia, dan setiap detail dirancang secara sempurna,
seimbang, dan harmonis untuk mencapai tujuan itu.
Tentu saja
ini merupakan bukti keberadaan Sang Pencipta yang men-jadikan alam semesta
untuk tujuan ini. Apa pun sifat materi yang kita kaji, kita menyaksikan di
dalamnya pengetahuan, kebijaksanaan, dan kekua-tan tidak terbatas dari Sang
Pencipta. Allah menciptakan benda-benda tersebut dari ketiadaan. Setiap benda
tunduk pada kehendak-Nya, dan itulah sebabnya setiap dan segala sesuatu berada
dalam keharmonisan yang sempurna satu sama lain.
Inilah
kesimpulan yang akhirnya dicapai ilmu pengetahuan abad ke-20. Meskipun
demikian, ini merupakan sekadar pengakuan terhadap fakta yang telah dipaparkan
Al Quran empat belas abad lalu kepada umat manusia: Allah telah menciptakan
setiap detail alam semesta untuk menampakkan kesempurnaan ciptaan-Nya sendiri:
“Maha
suci Allah yang ditangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali
tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.
Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatan-mu akan kembali kepadamu
dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan
payah.” (QS. Al Mulk, 67: 1-4) !
Picture
Text
Salah satu
bentuk alamiah karbon murni adalah grafit. Namun, unsur ini mampu membentuk
zat-zat yang sangat berbeda jika bergabung dengan atom-atom unsur lain.
Struktur utama tubuh manusia merupakan hasil ikatan kimia berbeda-beda yang
mampu dibentuk karbon.
Struktur
metana: empat atom hidrogen membagi setiap satu elektron dengan sebuah atom
karbon.
Minyak
zaitun, daging, dan gula merah: Segala sesuatu yang kita makan terbuat dari
susunan hirogen, oksigen, dan karbon dengan penambahan atom lain seperti nitrogen.
AIR DAN METANA: DUA CONTOH
IKATAN KOVALEN YANG BERBEDA
Dalam
molekul air (atas), terdapat ikatan kovalen antara dua atom hidrogen dan satu
atom oksigen. Dalam molekul metana (bawah), empat atom hidrogen membentuk
ikatan kovalen dengan sebuah atom karbon.
Ikatan
Kovalen: Atom secara kuat diikat ke atom lain
Ikatan yang
lemah: sebuah senyawa organik dibentuk dalam sebuah struktur tiga dimensi oleh
ikatan (garis putus) yang lemah (ikatan non-kovalen)
KESIMPULAN : SEBUAH ARGUMEN
Kepercayaan
bahwa alam semesta kita yang menakjubkan ini bisa tersusun oleh kesempatan
adalah gila. Dan saya tidak sepenuhnya bermaksud mengatakan gila dalam arti
makian pada umumnya namun lebih dalam makna orang gila secara teknis. Meskipun
pandangan seperti itu secara umum memiliki banyak aspek pemikiran yang
menderita schizofrenia.
Karl Stern,
University of Montreal Psychiatrist 101
Pada awal
buku ini, telah disebutkan prinsip antropik dan bahwa prinsip ini telah
diterima secara luas dalam dunia ilmu penge-tahuan. Kemudian seperti yang telah
dijelaskan, prinsip antropik menyatakan bahwa alam semesta ini bukan merupakan
benda-benda yang terkumpul acak, tidak bertujuan, tidak berarah, dan bahwa
sebalik-nya, alam semesta ini dirancang dengan sengaja sebagai tempat tinggal
bagi kehidupan manusia.
Sejak itu
kita telah melihat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa prinsip antropik
benar-benar sebuah fakta: bukti yang dimulai dari kece-patan perluasan Ledakan
Besar hingga keseimbangan fisik atom, dari kekuatan relatif empat gaya
fundamental hingga alkimia bintang-bin-tang, dari misteri bentuk ruang angkasa
hingga ke susunan tata surya. Dan ke mana pun melihat, kita menyaksikan
pengaturan luar biasa tepat dalam struktur alam semesta ini. Kita melihat
bagaimana penyusunan dan ukuran bumi tempat kita hidup dan bahkan atmosfernya
benar-benar seperti yang dibutuhkan. Kita menyaksikan bagaimana cahaya
dikirimkan kepada kita dari matahari, air yang kita minum, dan atom-atom yang
menyusun tubuh kita, serta udara yang terus-menerus kita hirup ke dalam
paru-paru kita, semuanya luar biasa sesuai bagi kehidupan.
Singkatnya,
setiap kali kita mengamati segala sesuatu di alam semest-a, kita akan mendapati
rancangan luar biasa yang tujuannya adalah memupuk kehidupan manusia.
Mengingkari kenyataan rancangan ini berarti, seperti yang dikemukakan oleh
psikiater Karl Sterm, melanggar batas pemikiran.
Implikasi
rancangan ini juga jelas. Rancangan tersembunyi dalam setiap detail alam
semesta merupakan bukti paling meyakinkan akan keberadaan Sang Pencipta, yang
mengendalikan setiap detail dan memi-liki kekuatan dan kebijaksanaan tidak
terbatas. Seperti yang telah diung-kapkan teori Ledakan Besar, Sang Pencipta
yang sama telah menciptakan alam semesta dari kehampaan.
Kesimpulan
yang dicapai oleh ilmu pengetahuan modern ini meru-pakan sebuah fakta yang
difirmankan kepada kita dalam Al Quran: Allah menciptakan alam semesta dari
ketiadaan dan memberinya keter-aturan:
“Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah, Yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa
dan kemudian, Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang
yang mengikuti-nya degan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari dan bulan
dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta
alam.” (QS. Al A’raaf, 7: 54) !
Tidak aneh
kalau kebenaran yang diungkap ilmu pengetahuan ini mengecewakan sebagian
ilmuwan dan akan terus demikian. Mereka adalah ilmuwan yang menyamakan ilmu
pengetahuan dengan materia-lisme; mereka adalah orang-orang yang meyakini bahwa
ilmu pengeta-huan dan agama tidak dapat seiring, dan menjadi orang yang
“berilmu pengetahuan” sama dengan menjadi ateis. Mereka telah dilatih untuk
percaya bahwa alam semesta dan semua kehidupan di dalamnya dapat dijelaskan
sebagai kejadian kebetulan, sekali tanpa adanya kehendak atau rancangan. Ketika
orang-orang itu menemui fakta penciptaan yang jelas, ketidakpercayaan dan
kebingungan mereka merupakan hal yang wajar.
Untuk
memahami ketidakpercayaan kaum materialis, kita perlu mengupas sekilas
pertanyaan tentang asal kehidupan.
Asal Kehidupan
Asal
kehidupan, atau dengan kata lain, pertanyaan tentang bagai-mana makhluk hidup
pertama hidup di bumi, merupakan salah satu dilema terbesar yang dihadapi kaum
materialis pada satu setengah abad terakhir. Kenapa harus seperti itu? Ini
karena bahkan sebuah sel hidup, unit terkecil kehidupan, jauh lebih rumit dan
tak tertandingi bahkan oleh pencapaian terbesar teknologi manusia. Hukum
probabili-tas membuat jelas bahwa tidak ada sebuah protein pun dapat terbentuk
secara kebe-tulan; dan andaikan protein—unsur pembentuk sel yang paling
menda-sar—terbentuk secara kebetulan, kemungkinan terbentuk-nya sel utuh secara
kebetulan bahkan sama sekali tidak terpikirkan. Tentu saja ini merupakan bukti
penciptaan.
Karena ini
merupakan topik yang dibahas secara lebih terperinci dalam buku lain, kami
hanya akan menyuguhkan sedikit contoh di sini.
Sebelumnya
dalam buku ini, kami menunjukkan bagai-mana keseimbangan di alam semesta tidak
mungkin ter-bentuk secara kebetulan. Sekarang kami akan menunjuk-kan bagaimana
hal yang sama juga berlaku bahkan untuk pembentukan secara kebetulan kehidupan
paling seder-hana. Sebuah penyelidikan pada topik ini yang dapat kita jadikan
acuan adalah perhitungan yang dibuat oleh Robert Shapiro, seorang dosen ilmu
kimia dan pakar dalam bidang DNA di Universitas New York. Shapiro, seorang
penganut Darwinisme dan evolusionisme, menghitung peluang pembentukan secara
kebetulan 2.000 jenis protein berbeda yang diperlukan untuk menyusun sekadar
bakteri seder-hana (tubuh manusia mengandung 200.000 bentuk protein berbeda).
Menurut Shapiro, peluang tersebut adalah satu banding 1040.000 (Angka tersebut
adalah “1” diikuti oleh 40. 000 nol, dan itu tidak ada persamaannya di alam
semesta).102
Tentu saja,
arti angka Shapiro sederhana: Penjelasan kaum materialis (beserta rekannya,
Darwinis) bahwa kehidupan tersusun kebetulan benar-benar tidak berlaku. Chandra
Wickramasinghe, seorang dosen matematika dan astronomi terapan di Universitas
Cardiff mengomentari hasil penghitungan Shapiro:
Kemungkinan
pembentukan kehidupan dengan sendirinya dari benda mati merupakan satu
berbanding dengan angka yang diikuti 1040.000 buah nol... Ini cukup besar untuk
mengubur Darwin dan keseluruhan teori evolusi. Tidak ada cairan sumber
kehidupan, baik di planet ini atau planet lain, dan jika permulaan kehidupan
tidak terjadi secara acak, maka permulaan tersebut merupakan hasil dari
kecerdasan yang bertujuan. 103
Astronomer
Fred Hoyle menyimpulkan hal yang sama:
Sesungguhnya,
teori semacam itu (bahwa kehidupan dirancang oleh suatu kecerdasan) sangat
jelas sehingga membuat orang bertanya-tanya mengapa itu tidak diterima sebagai
bukti dengan sendirinya. Alasannya lebih bersifat psikologis daripada
ilmiah.104
Baik
Wickramasinghe dan Hoyle adalah orang-orang yang, hampir sepanjang karier
mereka, memahami ilmu pengetahuan dengan pende-katan materialisme; namun
kebenaran yang mereka temui adalah bahwa kehidupan diciptakan, dan mereka memiliki
keberanian untuk meng-akuinya. Sekarang, lebih banyak ahli biologi dan biokimia
telah menge-sampingkan dongeng bahwa kehidupan dapat muncul secara kebetulan.
Orang-orang
yang masih setia menganut Darwinisme—orang-orang yang masih bersikukuh bahwa kehidupan
muncul kebetulan—sungguh dalam keadaan ketakuan seperti yang sudah kami katakan
pada awal bab ini. Tepat seperti yang dimaksud ahli biokimia Michael Behe
ketika dia mengatakan, “Kenyataan bahwa kehidupan dirancang oleh suatu
kecerdasan merupakan guncangan bagi kami pada abad ke-20 yang telah terbiasa
memikirkan kehidupan sebagai hasil hukum alam yang sederhana”105. Guncangan
yang di-rasakan oleh orang-orang seperti itu merupakan guncangan karena harus
menghadapi kenyataan keberadaan Allah, yang menciptakan mereka.
Para
pengikut paham materialis jatuh ke dalam dilema tak terelak-kan karena mereka
berkutat untuk mengingkari kenyataan yang dapat mereka lihat dengan jelas.
Dalam Al Quran, Allah menggambarkan kebi-ngungan penganut materialisme sebagai
berikut:
“Demi
langit yang mempunyai jalan-jalan, sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan
berbeda-beda pendapat, dipalingkan dari padanya (Rasul dan Al Quran) orang yang
dipalingkan. Terku-tuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang
yang terbenam dalam kebohongan lagi lalai.” (QS. Adz-Dzaariyaat, 51: 7-11) !
Pada poin
ini, tugas kita adalah mengajak mereka yang karena terpe-ngaruh oleh filosofi
materialisme, telah melewati batas-batas rasionalitas, untuk berpikir dan
menggunakan akal sehat. Kita harus mengajak mere-ka untuk membuang semua
prasangka mereka, berpikir, dan memper-timbangkan dengan cermat rancangan alam semesta
beserta kehidupan di dalamya yang luar biasa, serta untuk menerimanya sebagai
bukti se-derhana akan kenyataan penciptaan Allah.
Akan
tetapi, penyeru panggilan ini sebenarnya bukan kita sendiri melainkan Allah.
Allah, Sang Pencipta langit dan bumi dari ketiadaan, memanggil manusia yang Dia
ciptakan untuk menggunakan akal mereka:
“Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy (singgasana) untuk mengatur segala
urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada
izin-Nya. (Zat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia.
Ma-ka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Yunus, 10: 3) !
Pada ayat
lain manusia diberitahu:
“Maka
apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan
(apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. An-Nahl, 16: 17)
!
Ilmu
pengetahuan modern telah membuktikan kebenaran pencip-taan. Sekarang waktunya
bagi dunia ilmu pengetahuan untuk melihat kebenaran ini dan mengambil pelajaran
darinya. Orang yang menging-kari atau menolak keberadaan Allah, terutama orang
yang berpura-pura bahwa mereka melakukannya atas nama ilmu pengetahuan,
sebaiknya menyadari betapa jauh mereka tersesat dan berbelok dari arah yang
benar ini.
Di sisi
lain, kebenaran yang diungkapkan oleh ilmu pengetahuan memiliki pelajaran lain
bagi orang yang telah mengatakan bahwa mere-ka mempercayai keberadaan Allah dan
bahwa alam semesta diciptakan oleh-Nya. Pelajaran tersebut adalah bahwa
kepercayaan mereka mung-kin dangkal, bahwa mereka tidak sepenuhnya memikirkan
bukti ciptaan Allah atau tentang konsekuensi-konsekuensinya, bahwa, karena
alasan ini, mereka mungkin tidak memenuhi semua kewajiban atas kepercaya-an
mereka. Dalam Al Quran Allah menggambarkan orang seperti itu dengan:
“Katakan:
‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu
mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Ke-punyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah
kamu tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan
Yang Empunya 'Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “Ke-punyaan Allah.”
Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertak-wa?” Katakanlah: “Siapakah yang
ditangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi
tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu me-ngetahui?” Mereka
akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari
jalan manakah kamu ditipu?” (QS. Al Mu’minuun, 23: 84-89) !
Orang yang
telah menyadari bahwa Allah itu ada, dan Dia mencipta-kan segala sesuatu, namun
tetap mengingkari kebenaran ini, sesungguh-nya seperti “tertipu”. Adalah Allah
yang menciptakan alam semesta dan bumi tempat kita hidup secara sempurna bagi
kita dan kemudian men-ciptakan kita pula. Tugas setiap orang adalah untuk
menganggapnya se-bagai fakta terpenting dalam kehidupannya. Langit dan bumi dan
segala sesuatu di antaranya adalah milik Allah Yang Mahaagung. Umat manu-sia
harus menganggap Allah sebagai Tuhan dan Penguasa dan mengabdi kepada-Nya.
Kebenaran ini diungkapkan kepada kita oleh Allah dalam firman:
“Tuhan
(Yang menguasai langit) dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS.
Maryam, 19: 65) !
Picture
Text
Terdapat
2.000 jenis protein dalam bakteri sederhana. Kemungkinan semua ini ada secara
kebetulan adalah 1 banding 1040.000. Pada manusia terdapat 200.000 bentuk protein.
Kata “tidak mungkin” terlalu halus untuk menggambarkan peluang kejadian seperti
itu hanya karena kebetulan.
“Sesungguhnya
penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ghaafir, 40: 57) !
"Mahasuci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana." (QS. Al Baqarah, 2: 32) !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar